Rumah Ramadhan
Anak Tangga Mawaddah
Tips dari Prof M Quraish Shihab tentang anak tangga mawaddah untuk melahirkan keluarga bahagia.
Oleh: Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel
MEMBINA rumah tangga memiliki tahan-tahapan dengan melalui anak tangga menggapai titik puncak mawaddah.
Cendekiawan Muslim Prof M Quraish Shihab menuntun menapaki anak tangga mawaddah untuk melahirkan keluarga yang bahagia melalui tips edukatif sang mufassir yang patut direnungkan dan diamalkan.
Bulan madu menjadi anak tangga pertama menuju mawaddah. Bulan madu dikhususkan bagi pasangan muda yang usai melangsungkan pernikahan.
Saat berbulan madu dengan hati berbunga-bunga, masa-masa indah dipenuhi canda gurau, mewujudkan impiannya, merayakan cinta.
Bagi pasangan yang berbulan madu, sedikitpun mereka membayangkan problematika berkeluarga.
• Revolusi Industri 4.0, Pandemi Covid-19, dan Tugas Pendidik
Belum membayangkan kesulitan menghidupi kebutuhan rumah tangganya, masalah dengan orang tua serta mertua, persoalan ekonomi dan lainnya.
Intinya mereka menikmati kebahagiannya dengan bersenang-senang.
Cara mengekspresikannya berbeda, ada yang menghabiskan waktu berdua di rumah dan umumnya berlibur di luar kota hingga luar negeri.
Usai melalui tahapan anak tangga bulan madu, menginjak pada anak tangga mawaddah berikutnya, potensi terjadinya gejolak.
Tahap ini, pasangan akan mulai mengalami perbedaan karakter yang butuh waktu untuk saling memahami.
Ungkapan cinta dengan impian hal-hal yang indah condong memudar.
Tampaknya watak asli pasangan menyadarkan akan realitas berkeluarga, kenyataan-kenyataan yang dialami pada tahap ini bergeser dari romantisme cinta.
Tahap ini rawan, sekiranya salah satu dari pasangan itu gagal membuka ruang komunikasi.
Bahkan memungkinkan terjadi penyesalan. Menyesali kenapa harus memilih lelaki itu sementara ada orang lain yang pernah mampir di hatinya.
Ketika perasaan membanding-bandingkan itu tidak dikendalikan hingga sang pasangan mengetahui melalui perubahan sikap, alamat makin memburuknya hubungan.
Maka anak tangga berikutnya harus dijalani. Tahap negosiasi untuk merundingkan persoalan-persoalan yang dialami.
Modalnya, keduanya harus memiliki perasaan saling membutuhkan. Selama perasaan butuh pada pasangan, maka pintu negosiasi terbuka.
Dibutuhkan kesiapan untuk saling memberi dan saling menerima, take and give. Menerima kelebihan dan kekuarangan pasangan apa adanya.
Keberhasilan melakukan negosiasi mengantarkan ke anak tangga mawaddah berikutnya yakni tahap adaptasi.
Kemampuan beradaptasi menuntun memahami sifat asli pasangan dengan segenap kebutuhannya.
Tahapan inilah, pasangan mulai menumbuhkan sikap penghargaan disertai kesiapan untuk mengalah demi menerima kekurangan kekasih hatinya.
Sikap menghargai terus bertumbuh hingga berhasil menanjak ke anak tangga berikutnya, peningkatan kualitas kasih sayang.
Pengalaman menjalani rumah tangga selama bertahun-tahun memberinya kesan dan pemahaman terhadap pasangan, mulai berbagi cerita kebahagiaan.
Tibalah ke anak tangga terakhir menggapai mawaddah yaitu kemantapan dengan menghayati cinta yang tak menggoyahkan rumah tangganya.
Pada titik inilah bangunan rumah tangga makin kokoh, keluarga bahagia, mawaddah. (*)