Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Rumah Ramadhan

Antara Orang Tua dan Mertua

Ditulis Firdaus Muhammad, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel.

Editor: Jumadi Mappanganro
Dokumen Firdaus Muhammad
Dr Firdaus Muhammad (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel) 

Oleh: Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel

BERKELUARGA melahirkan ragam keistimewaan. Memadukan dua sejoli dalam ikatan cinta melalui ikatan perkawinan, ijab qabul.

Menyatukan dua keluarga besar kedua mempelai. Hubungan tersebut memiliki keunikan-keunikan.

Selain memiliki keistimewaan, kadang juga sebaliknya lahir problematika dalam keluarga akibat hubungan anak dengan orang tua, menantu dengan mertuanya.

Sejatinya perkawinan menyatukan dua keluarga besar. Orang tua pengantin laki-laki adalah juga orang tua bagi pengantin perempuan, begitu sebaliknya.

Antara orang tua dan mertua setara, sehingga perlu juga perlakuan yang sama. Idealnya, antara orang tua dan mertua sesungguhnya diperlakukan sebagai orang tua.

Tidak memandang mertua sebagai orang tua kedua.

BREAKING NEWS: Mantan Kapendam VII Wirabuana Letkol Inf Rustam Effendi Wafat

Problem keluarga muncul akibat sulitnya memahami posisi mertua. Kadangkala, hubungan suami istri harmonis apalagi dikaruniakan anak sebagai penyempurna hubungan mereka.

Tetapi pola komunikasi dengan orang tuanya mulai berubah, sikapnya mulai berubah pada orang tuanya. Sebaliknya orang tua merasa diabaikan oleh anaknya.

Apalagi orang tua yang bergantung pada anaknya khususnya terkait ekonomi.

Persoalan lain, sang mertua belum sepenuhnya merasa memiliki menantunya. Karakter menantu yang sulit diterimanya secara psikologis.

Tidak sedikit juga menantu yang masih sungkan pada mertuanya. Ragam problematika itu umumnya dialami setiap pasangan baru.

Itulah sebabnya, Anregurutta KH. Sanusi Baco Lc menasehatkan pada setiap pengantin baru agar segera membangun rumah tangganya sendiri, terpisah dari orang tua atau mertua.

Selain menghindari potensi kesalahpahaman juga menciptakan kenyamanan dan ketenangan batin. Meski terpisah, tapi hubungan dengan orang tua dan mertua tetap dijaga.

Keinginan pertama yang dapat membahagiakan dan kebanggaan bagi seorang istri adalah ia memiliki rumah sendiri.

Kronologi 25 Warga Jl HM Kalla Makassar Terpapar Corona

Ia bebas menatanya, meracik menu sesuai seleranya, mengatur keuangannya sendiri.

Sekalipun mereka harus memulainya dengan mengontrak rumah.

Demikian bagian penggalan nasehat gurutta. Tetapi tentu bukan menjadi keharusan bagi pasangan baru untuk langsung misahkan diri, dapat dikondisikan.

Kewajiban anak adalah mengabdi pada orang tua dan mertuanya sekaligus. Memiliki perhatian atau kepedulian, baik secara materil maupun psikologis.

Kebanggaan orang tua ketika melihat anaknya sukses, berkeluarga.

Lebih dari itu, orang tua merasa hidupnya makin sempurna ketika menjadi kakek-nenek dan berkesempatan menimang cucunya.

Betapa banyak keluarga yang berhasil secara ekonomi dan hidup harmonis sebagai suami istri, tetapi tidak memiliki kepedulian lagi pada orang tuanya. Apalagi mertuanya.

Menikmati kehidupannya sendiri dan mengabaikan orang-orang yang berjasa dalam hidupnya.

Dalam banyak kasus, seorang anak ingin mengabdi pada orang tuanya karena memiliki rezeki yang berkecukupan untuk membantu kebutuhan orang tuanya, tetapi terhalang restu suami.

Demikian juga sebaliknya. Karenanya, dalam berkeluarga posisikan orang tua dan mertua setara.

Bahagiakan mereka dengan perhatian, luang waktu dan biaya yang cukup untuk mereka serta kesempatan untuk bersama-sama cucunya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved