Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Menteri Yasonna Laoly

Sudah Bebaskan 30.000 Napi, Menteri Yasonna Laoly Digugat ke Pengadilan, Karena?

Pengakuan Napi yang dapat Asimilasi dari Kemenkumham, ada yang berulah lagi Menteri Yasonna Laoly digugat

Editor: Waode Nurmin
(KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI )
Menkumham Yasonna Laoly di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Malah buat warga resah dengan kebijakannya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kini digugat.

Ini setelah kebijakan dari program buatannya yakni Asimilasi 30 ribu tahanan atau keluarkan para Napi, demi memutus mata rantai Covid-19, justru melahirkan dampak buruk saat ini.

Banyak warga yang mengaku resah dengan dikeluarkannya ribuan Napi di seluruh Indonesia, dan itu adalah kebijakan Menteri Yasonna Laoly.

Satu Contoh Perumahan Pucang Gading, Mranggen, Kabupaten Demak ditutup oleh warga menggunakan portal.

Beredar Kabar Tiket Asimilasi Napi yang Mau Bebas Dihargai Rp 5 Juta

Gimana Rasanya, di Grup WhatsApp Asimilasi Ada Napi, Polisi, dan Petugas Lapas Sulbar

Mereka sengaja membatasi akses keluar masuk orang luar untuk mencegah penyebaran virus corona, sekaligus menghindarkan tindak tindak kejahatan setelah napi-napi dibebaskan melalui program asimilasi.

Sejumlah warga resah setelah Kemenkumham membebaskan ribuan narapidana (napi) atau warga binaan melalui program asimilasi dalam rangka mencegah penularan virus corona.

Dari 38.822 narapidana yang dibebaskan Kemenkumham, 2.000 orang di antaranya adalah napi dari beberapa Lapas di Jawa Tengah.

Warga resah karena khawatir para napi akan berulah lagi. Khawatir mereka para pencuri yang dibebaskan itu, akan berbuat serupa.

Memang benar, sudah ada beberapa narapidana yang dibebaskan atau istilahnya residivis, kembali berbuat kejahatan.

Namun presentasenya sangat kecil. Dari 2.000 napi itu, baru ada 10 napi asimilasi yang kembali berulah di Jawa Tengah. Setidaknya itu yang tertangkap atau ketahuan.

Tribun Jateng mewawancarai napi yang dibebaskan melalui program asimilasi. Sebut saja Hanung, seorang napi yang telah dibebaskan tersebut.

Dia kini memilih untuk tetap di rumah dan mengelola usaha cucian motornya.

Mantan narapidana yang mendapatkan jatah asimilasi ini, mengatakan sangat bersyukur kini sudah bisa kembali berkumpul bersama keluarga.

"Di dalam penjara jelas tidak enak. Tidak bisa ketemu keluarga. Enak di rumah. Bisa ketemu saudara dan teman-teman juga," kata Hanung kepada Tribun Jateng.

Hanung usai keluar dari lembaga pemasyarakatan lantas membuka usaha cuci motor.

Pria yang tinggal di Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal ini, menegaskan akan sangat rugi apabila kembali melakukan kejahatan.

"Sangat rugi. Kita sudah diberi kesempatan ini harusnya dimanfaatkan dengan baik. Kalau kembali berulah, sudah pasti rugi buat dia dan orang di sekitarnya. Jadi saya harap teman-teman jangan lakukan kejahatan lagi," harap Hanung.

Usai keluar dari Lapas Kelas II A Kendal, Hanung langsung masuk ke dalam grup whatsapp (WA) bentukan sipir Lapas.

Di dalam grup tersebut, napi yang mendapatkan program asimilasi wajib absen dengan menyertakan foto atau video kegiatan.

"Jadi tiap hari kami tetap absen. Laporan di grup WA berupa foto atau video. Kalau saya laporannya kegiatan bersama keluarga atau saat cuci motor. Alhamdulillah, teman-teman satu grup juga kompak semua," imbuh Hanung.

Saat dilepas oleh pihak Lapas, Hanung tidak dibiarkan keluar begitu saja. Setiap napi yang mendapatkan jatah asimilasi wajib dijemput oleh keluarga inti.

"Iya benar itu. Harus dijemput oleh keluarga inti. Jadi biar sama-sama tahu, bahwa saya sudah keluar penjara. Pihak keluarga juga diminta membuat surat pernyataan untuk mengawasi saya selama berada di rumah," beber dia.

Sebelum mendapatkan program asimilasi, Hanung sudah mendekam di dalam sel selama tiga tahun lebih dua bulan.

Hal itu harus ia jalani karena terlibat dalam kasus PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Saat dipilih masuk dalam program asimilasi napi, Hanung mengaku tidak dipungut biaya sepersen pun.

Mulai dari proses administrasi hingga pelepasan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan biaya.

"Saya dan keluarga tidak ada yang dimintai. Semua benar-benar gratis. Tidak ada pungutan," pungkasnya.

Kondisi Lagi Sulit

Warga Kota Semarang bernama Vincencia Evellyn yang tinggal di Batan Miroto, mengaku khawatir dengan kondisi keamanan saat ini.

Sebab sejak pemerintah membebaskan napi yang mendapat asimilasi, ada kemungkinan napi-napi itu berulah lagi.

"Apalagi di saat serba susah seperti saat ini. Banyak orang dirumahkan dan tidak mendapatkan penghasilan. Ini kalau sudah urusan perut, bisa saja mereka (napi) melakukan kejahatan lagi," tuturnya.

Menurutnya, seharusnya para narapidana lebih aman dari virus apabila tetap di dalam lapas. Sebab, tidak bersinggungan langsung dengan orang lain dan mudah untuk dikontrol.

"Kalau di dalam lapas mereka ketemunya dengan siapa saja kan jelas. Kalau yang bisa keluar masuk sipir, ya sipirnya yang harus diawasi. Supaya tak membawa virus ke dalam lapas," terangnya.

Untuk terhindar dari tindak kejahatan di jalan, dirinya kemudian lebih memilih melakukan aktivitas di rumah. Terlebih saat ini sedang ada pandemi covid-19 yang berbahaya.

"Kalau kemana-mana sekarang jadi was-was. Ya sudah mending di rumah saja. Apalagi juga sedang banyak penyakit," imbuh dia.

Sementara itu, Agung Wisnu, salah satu warga Lamper Tengah, Kota Semarang, mengatakan semakin memperketat penjagaan di kampungnya.

Kini untuk bisa keluar masuk ke dalam tempat tinggalnya, hanya disediakan satu akses saja.

"Beberapa gang sengaja ditutup pakai portal supaya tidak banyak orang luar yang keluar masuk. Sekaligus mengurangi potensi tindak kriminal di wilayah kami," paparnya.

Digugat

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah, terkait kebijakan asimilasi terhadap 30.000 narapidana di tengah pandemi Covid-19 pada Kamis (23/4/2020).

Yasonna digugat oleh tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM) sekaligus, yakni Yayasan Mega Bintang, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidak-adilan Independen, dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan, gugatan tersebut berangkat dari dampak kebijakan pembebasan 30.000 napi yang justru membuat warga resah.

"Di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi corona," ujar Boyamin dalam keterangan tertulis, Minggu (26/4/2020).

Adapun tergugat adalah Kepala Rutan Surakarta, Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah, dan Menkumham Yasonna Laoly.

Boyamin menyatakan, napi yang kembali berulah telah membuat warga di Surakarta waspada. Menurutnya, warga Surakarta terpaksa mengantisipasi ulah napi asimilasi dengan cara beronda.

Bahkan, tak sedikit di antara mereka harus mengeluarkan biaya untuk membuat portal di jalan masuk gang perkampungan.

"Untuk mengembalikan rasa aman maka kami menggugat Menkumham untuk menarik kembali napi asimilasi dan dilakukan seleksi dan psikotest secara ketat jika hendak melakukan kebijakan asimilasi lagi," jelas dia.

Di sisi lain, Boyamin mengatakan gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Surakarta dikarenakan dirinya pada saat itu tengah menjalani work from home (WFH) di Surakarta.

Sehingga gugatan tersebut fokus pada kasus yang terjadi di Surakarta.

"Toh kalau nanti dikabulkan hakim, maka otomatis akan berlaku di seluruh Indonesia," kata Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak menampik bahwa ada napi yang sebelumnya dibebaskan melalui program asimilasi kembali melakukan kejahatan.

Setidaknya, menurut pihak Kemenkumham, tercatat ada belasan napi yang kembali melakukan kejahatan setelah dibebaskan.

"Yang paling menonjol adalah melakukan tindak pidana lagi. Sampai hari ini kalau tidak salah ada 12 hingga 13 yang melakukan tindak pidana," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nugroho dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Asimilasi dan pembebasan bersyarat diberikan kepada lebih dari 36.000 narapidana untuk menghindari penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan.

Meski demikian, Nugroho menilai, perlu diketahui juga berapa banyak jumlah tahanan yang ditangkap aparat kepolisian baik di tingkat polres maupun polsek selama masa pandemi Covid-19.

Data tersebut kemudian perlu dibandingkan dengan jumlah eks narapidana yang melakukan kejahatan berulang setelah dibebaskan.

Menurut dia, masih adanya kejahatan yang terjadi selama pandemi Covid-19 ini tidak terlepas dari persoalan perekonomian yang ada.

"Ini jujur saja, fakta bahwa jangankan yang mantan napi, yang sudah bekerja di beberapa mal saja sudah jadi pengangguran. Mau makan apa karena di-PHK," ucap dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul ,LIPUTAN KHUSUS: Pengakuan Mantan Napi Seusai Bebas Program Asimilasi hingga Warga Takut Berulah Lagi Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul https://nasional.kompas.com/read/2020/04/26/21384531/asimilasi-30000-napi-bikin-resah-warga-yasonna-laoly-digugat-ke-pn-surakarta?page=all

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved