Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Ramadhan di Persimpangan Konsumerisme dan Empati

SELAMAT datang Ramadhan, bulan yang di dalamnya terdapat malam yang paling agung, malam 1.000 bulan.

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Ute Nurul Akbar 

Umat Islam, tiap memasuki Ramadhan selalu diposisikan sebagai “konsumen potensial” untuk meraup keuntungan bisnis.

Sensibilitas keagamaan bagi para pebisnis menjadi senjata yang ampuh untuk mendongkrak tingkat konsumsi dan belanja masyarakat dibanding hari-hari biasa.

Terlebih Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia.

Fenomena ini tentu saja dapat dengan mudah ditemukan.

Lihat di sekitar kita sekarang ini.

Berbagai macam barang-barang konsumsi diproduksi dan ditawarkan spesial menyambut bulan suci Ramadhan.

Mulai dari sandang, pangan, hingga kartu telepon seluler sekalipun.

Termasuk hiburan seperti sinetron, musik, humor, dan ceramah pun sudah mulai tayang atas nama Bulan Suci Ramadhan.

Kemudian muncullah istilah sinetron religi atau album religi para penyanyi maupun grup band yang selalu ditunggu para penggemarnya.

Melalui iklan di media cetak maupun elektronik berbagai komoditas yang diproduksi dengan sensitifitas keagamaan dilempar ke pasar.

Tentu saja selama bulan Ramadhan.

Ramadhan: Individulisme vs Kolektivisme

Upaya kapitalisasi Islam atau penaklukan semangat beribadah oleh pasar, dunia bisnis, atau kapitalisme itu sendiri tidak hanya berimbas pada wilayah itu.

Tapi jauh menembus wilayah sosial lainnya.

Proyek penaklukan semangat keagamaan oleh pasar tersebut tentu saja sudah berlangsung sejak jauh hari sebelum bulan Ramadhan datang.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved