Hari Kartini
Misteri Kematian RA Kartini, Ada yang Bilang Diracun Belanda dan Alami Preeklamsia Usai Melahirkan
RA Kartinia Wafat Tahun 1904. Apa Penyebab RA Kartini Wafat masih jadi misteri. Dia meninggal usai Melahirkan
TRIBUN-TIMUR.COM - Tepat hari ini 21 April 2020, perempuan-perempuan Indonesia memperingati Hari Kartini.
Perempuan yang mengajarkan kepada kita penerusnya, bahwa wanita juga bisa melakukan apa yang menjadi cita-cita hidupnya.
Perempuan pejuang Emansipasi Wanita.
RA Kartini wafat pada 17 September 1904.
Tapi tak banyak yang tahu apa penyebab pelopor kata-kata Habis Gelap Terbitlah Terang meninggal dunia.
Kematian RA Kartini bahkan menjadi misteri dan jadi bahan diskusi sejumlah publik
Hingga spekulasi-spekulasi itu mulai bermunculan.
• PHK Didepan Mata, Gini Cara Mencairkan Uang Jamsostek Mudah Via Online & Kantor BPJS Ketenagakerjaan
• Kabar Sedih Keluarga Ashanty, Sederet Artis Ayu Dewi & Gisel Ucap Doa, ART-nya Divonis Tumor Rahim
Mulai dari karena penyakit, hingga karena diracun.

Lalu seperti apa faktanya?
Simak selengkapnya:
Setiap tanggal 21 April, warga Indonesia selalu merayakannya dengan Hari Kartini.
Namun hingga kini, kematian sang pejuang emansipasi wanita itu masih juga menjadi misteri.
Apalagi R.A Kartini meninggal dunia di usia yang sangat muda. Masih 25 tahun.
Disebutkan bahwa Kartini meninggal dunia secara mendadak pada 17 September 1904.
Hanya empat hari setelah melahirkan putra semata wayangnya, Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat.
Kerabat dan suaminya, Raden Mas Djojoadiningrat bahkan tidak mengira pahlawan wanita ini akan meninggalkan mereka begitu cepat.
“Dengan halus dan tenang ia mengembuskan napasnya yang terakhir dalam pelukan saya."
"Lima menit sebelum hilangnya (meninggal) pikirannya masih utuh, dan sampai saat terakhir ia masih sadar," tulis Djojoadiningrat, suami Kartini.
Hal itu seperti dikutip dari buku "Kartini: Sebuah Biografi" yang ditulis oleh Sitisoemandari Soerto, melansir Kompas.com.
Padahal, saat melahirkan Kartini sama sekali tidak mengalami masalah apapun.
Bayi yang dilahirkannya sehat, pun dengan dirinya.
"Kecuali ketegangan perut, tidak ada apa-apa dengan Raden Ayu," tutur sang suami.
Empat hari kemudian, sang dokter Ravesteijn, kembali datang untuk memeriksa kondisi Kartini.
• PHK Didepan Mata, Gini Cara Mencairkan Uang Jamsostek Mudah Via Online & Kantor BPJS Ketenagakerjaan
• Kabar Sedih Keluarga Ashanty, Sederet Artis Ayu Dewi & Gisel Ucap Doa, ART-nya Divonis Tumor Rahim
Bahkan Kartini dikabarkan sempat meminum anggur untuk keselamatan bayi dan sang ibu.
Tapi 30 menit setelah sang dokter pulang, Kartini mengeluh sakit perut.
Ketika sang suami memanggil dokter lagi, kondisi penulis 'Habis Gelap Terbitlah Terang' itu pun sudah parah.
Desas desus pun berkembang.
Banyak yang menduga Kartini meninggal karena diracun.
Namun sampai sekarang hal ini belum terbukti.
Hingga akhirnya pihak keluarga mengikhlaskan kematian pejuang emansipasi perempuan di Indonesia ini.
Keluarga menganggap kematian Kartini murni karena dia berjuang untuk melahirkan anaknya.
Sedangkan para dokter modern di era sekarang berpendapat Kartini meninggal akibat mengalami preeklamsia.
Disebutkan bahwa tekanan darah Kartini naik dan sempat kejang.
Melansir Mayo Clinic, preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada sistem organ lain, paling sering pada hati dan ginjal.
Salah satu tanda preeklamsia yang khas ialah kenaikan tekanan darah yang melebihi 140/90 mm Hg.
Bila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bagi sang ibu.
Komplikasi preeklamsia yang bisa terjadi seperti gagal hati atau ginjal dan masalah kardiovaskular di masa depan.
Selain itu preeklamsia juga bisa menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa.
Ketika seorang ibu mengalami preeklamsia, biasanya mereka akan mengalami gejala kenaikan berat badan hingga beberapa bagian tubuh membengkak.
Selain itu, ada pula beberapa gejala lain seperti sakit kepala, penglihatan kabur, ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya terang, kelelahan, mual atau muntah, kurangnya buah air kecil, nyeri di perut kanan atas, sesak napas, dan kecenderungan untuk mudah memar.
Namun pendapat ini juga tidak bisa dibuktikan 100% benar. Sebab, dokumen dan catatan riwayat kematian Kartini tidak bisa ditemukan.
Terlepas dari desas-desus dan dugaan tersebut, kita bisa mengambil benang merah bahwa Kartini meninggal sebagai seorang ibu yang berjuang untuk anaknya.
(Rosiana Chezanah)
• PHK Didepan Mata, Gini Cara Mencairkan Uang Jamsostek Mudah Via Online & Kantor BPJS Ketenagakerjaan
• Kabar Sedih Keluarga Ashanty, Sederet Artis Ayu Dewi & Gisel Ucap Doa, ART-nya Divonis Tumor Rahim
Tak Ingin Hidup Lebih dari 25 Tahun
Kartini sendiri semasa hidupnya seperti sudah punya firasat kalau hidupnya tak akan lama.
Kartini diketahui sempat ‘berpamitan’ kepada orang-orang terdekatnya.
Saat berkirim surat kepada kepada Nyonya Abendanon tertanggal 10 Agustus, Kartini sempat mengatakan jika surat yang ia tulis merupakan surat terakhirnya.
Tanda-tanda itu juga ia sampaikan sendiri kepada adiknya, Roekmini.
Roekmini menceritakan bagaimana kakaknya yakin jika ia akan meninggal di usia muda dan hal ini terlihat dalam suratnya kepada Nellie van Kol pada tanggal 21 Juni 1905.
“Tak kala masih gadis dan masih berkumpul, Ayunda sering bilang bahwa ia tak mau hidup lebih lama dari 25 tahun.
Waktu mengandung, Kartini juga berulang kali menulis surat kepada Roekmini, memintanya untuk merawat anaknya jika ia tidak dapat merawat sang anak lagi.
Juga ketika sang suami, Bupati Djojo Adiningrat berbicara mengenai kemungkinan jika ia akan meninggal duluan karena usianya yang jauh lebih tua, Kartini akan memotong pembicaraan.
“Tidak Kanda, dari kita berdua aku nanti yang meninggal lebih dulu. Lihat saja nanti!,” tulis Roekmini dalam suratnya menceritakan perihal firasat Kartini.
Keponakan kesayangan Kartini, Soetijoso Tjondronegoro juga mendapat ‘tanda’ itu.
Saat berumur 5 tahun dan sedang bersama orangtuanya, tiba-tiba seekor cicak jatuh dikepalanya.
Dalam kepercayaan Jawa, cicak yang jatuh diatas kepala merupakan pertanda jika akan ada kerabat yang akan meninggal dunia.
Paginya, tersiar kabar duka yang datang dari Rembang.
Sosok pejuang yang selalu memperjuangkan hak dan emansipasi wanita itu sudah meninggal dunia.
Soetijoso yang kemudian masih sempat ditemui oleh Sitisoemandari Soeroto, penulis buku “Kartini Sebuah Biografi” mengatakan tak ingin menyinggung lebih banyak mengenai meninggalnya Kartini yang begitu mendadak.
“Kami pihak keluarga menerima keadaan sebagaimana faktanya dan sudah dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa,” katanya.
(Artikel ini sudah tayang di health.grid.id dengan judul "Misteri Kematian RA Kartini, dari Diracuni Oleh Belanda Hingga Diduga Alami Preeklamsia Usai Melahirkan")
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Kartini yang Tak Ingin Hidup Lebih dari 25 Tahun"