Opini Aswar Hasan
Memprihatinkan, Cara Daerah Tangani Covid-19
Ditulis Dr Aswar Hasan, dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin.
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin (Unhas)
ANOMALI pemda di tengah solidaritas publik dipersoalkan. Anomali tersebut diberitakan sebagai fakta yang memprihatinkan oleh Harian Kompas (18/4/2020).
Ketika publik menunjukkan solidaritasnya dalam melawan Covid-19, justru tak sedikit pemerintah daerah menunjukkan sikap sebaliknya.
Pemerintah pusat telah menganggarkan sebanyak Rp 405 triliun di APBN 2020. Di-realokasi untuk penanganan Covid-19.
Pemerintah pusat juga telah menginstruksikan pemda merealokasi APBD.
Bahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Kar-navian sampai mengeluarkan instruksi khusus kepada semua kepala daerah, 2 April lalu.
Instruksi itu bahkan disertai ancaman sanksi penundaan penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil jika realokasi tak segera dilakukan oleh pemda.
Akan tetapi, dalam perkembangannya, tak sedikit pemda yang lambat memberi respons, sampai Presiden Joko Widodo harus menyindir mereka dalam sidang kabinet.
”Ada di antara kita yang masih belum memiliki respons dan memiliki feeling (perasaan) dalam situasi yang tidak normal ini,” ujar Tito Karnavian.
Dari data Kemendagri, masih ada 14 pemda yang belum melaporkan hasil realokasi APBD.
Adapun 93 pemda yang sudah melapor belum mengalokasikan anggaran untuk penyediaan jaring pengaman sosial dan 138 Pemda belum menganggarkan untuk penanganan dampak ekonomi.
Terkait hal tersebut, Guru Besar Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat pun berkomentar bahwa saat darurat seperti saat ini, semestinya pusat dan pemda meniru solidaritas masyarakat yang sudah tumbuh di sejumlah wilayah.
Masyarakat tak menunggu pemerintah bergerak, tetapi memulai sendiri dari ko-munitas-komunitas terkecil.
Sebagai pemilik kedaulatan, masyarakat sudah mengatur diri sendiri. Sedangkan mereka yang ditunjuk rakyat dalam Pemilu justru belum satu kata menghadapi pandemi (Kompas,18/4-2020).
Anomali dan ketidakpekaan pemda tersebut, tidak boleh dibiarkan. Para legislatif harus aktif merespon bertindak atas nama rakyat dan media tidak boleh berhenti menyorot.
Rakyat tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri tanpa kehadiran pemerintahnya.
Anggaran yang telah ditetapkan untuk membantu rakyat akibat dampak covod-19 harus segera direalisasikan di tengah masyarakat.
Hal itu sudah menjadi kewajiban pemerintah yang terpilih atas nama rakyat.
Sekaranglah saatnya pemerintah yang sedang berkuasa itu membuktikan bahwa mereka memang berkuasa untuk rakyat.
Di sejumlah daerah, usulan pembatasan skala besar-besar (PSBB) telah disetujui. Pertanyaannya, apakah pemda bersangkutan telah siap mengantisipasi segala kemungkinan yang bakal terjadi?
Paradigma PSBB haruslah dipahami dan dilaksanakan secara komprehensif dan terkoordinasi serta terkoneksi secara tuntas.
Jangan sampai yang ditonjolkan hanya persoalan aspek social dan physical distancing-nya saja secara tegas tanpa kompromi, sementara aspek kehidupan ekonomi masyarakat yang terdampak tidak menjadi prioritas.
Pengangguran bertambah. Kecemasan sosial meningkat. 5ementara kepercayaan masyarakat kepada pemerintahnya menurun.
Ini berbahaya, kalau dibiarkan berlarut. Sebab bisa menumbuhkan rasa frustasi sosial yang berujung pada kegaduhan sosial.
Saat ini, situasi psikologis masyarakat kita lagi sensitif emosional dan cendrung mengabaikan aspek rasionalitas secara proporsional.
Hoaks menyebar kemana-mana. Sementara kepemimpinan di level nasional hingga daerah, belum menunjukkan harapan bahwa melalui mereka, rakyat akan di bawah keluar sebagai pemenang.
Adakah situasi tersebut merupakan potret kualitas para pemimpin kita?
Jangan sampai mereka terpilih dan dipilih bukan karena kualitas dan komitmennya yang sebenarnya, tetapi karena faktor lainnya yang masih banyak terselubung kemunafikan sehingga ujung-ujungnya rakyatlah yang jadi korban.
Wallahu A'lam Bishawwabe. (*)
Tulisan Aswar Hasan yang lain:
• Nasib Guru Ngaji di Tengah Pandemi Corona