Opini Dr Hasrullah
Juru Bicara
Dalam situasi krisis publik, informasi sebaiknya hanya keluar satu pintu melalui juru bicara sehingga tidak terjadi kekacauan informasi.
Oleh: Hasrullah
Dosen Komunikasi Fisip Universitas Hasanuddin
DALAM situasi Covid-19 penuh ketidakpastian dan kapan berakhirnya wabah yang menyita perhatian kita semua, maka informasi dan komunikasi publik perlu dibangun dengan sehat dan dikendalikan.
Informasi dan komunikasi publik yang terukur agar tercipta ketenangan di masyarakat.
Meta-komunikasi dikemukan Dr Iqbal Sultan dalam akun facebooknya: “Dalam situasi krisis publik, informasi sebaiknya hanya keluar satu pintu melalui juru bicara sehingga tidak terjadi kekacauan informasi”.
Narasi cerdas yang disampaikan Iqbal Sultan, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fisip Unhas, dalam situasi komunikasi krisis maka perlu ada sosok yang harus tampil di depan publik bertindak sebagai 'vokalis komunikator' untuk memberi penjelasan secara responsive, jelas, sesuai fakta dan terkendali agar khalayat mendapat informasi yang akurat dan terpercaya.
• Nasib Guru Ngaji di Tengah Pandemi Corona
Urgensi 'vokalis komunikator' ini ada baiknya kita simak pendapat sahabat penulis, Ibnu Hamad, beliau memaparkan pikiran bahwa salah satu figur penting dalam kondisi krisis adalah perlunya peran sang juru bicara.
Menurut Hamad, juru bicara tunggal akan mengurangi potensi munculnya pernyataan beragam dan bertentangan.
Juru bicara akan mencerminkan kesatuan visi, serta menjaga konsisten komunikasi di depan publik.
Baik Iqbal dan Hamad, keduanya sangat kental tentang kajian public relations. Sosoknya mempunyai pengalaman yang tajir.
Sosok Iqbal pernah menjadi kepala Humas Unhas pada masa Rektor Idrus Paturusi dan Hamad sebagai Humas Mendikbub era Menteri Moh Nuh.
Bukan saja kedua maha terpelajar telah menggeluti ilmu komunikasi dan mempunyai pengalaman yang andal.
Tengok saja apa dilakukan pemerintahan Jokowi, begitu tepat diawal mewabahnya Covid-19 melanda negeri ini menunjuk Juru Bicara Achmad Yurianto menjadi 'komunikator publik'.
Bahkan, setiap hari tepatnya sore hari menggelar konferensi pers untuk meng-update data terakhir apa terjadi wabah melanda 34 provinsi mulai dari ODP, PDP, korban yang sembuh, hingga korban yang meninggal.
Termasuk imbauan #dirumahaja dan pesan yang sifatnya aktual.
Pentingnya juru bicara, pada saat situasi panasnya pertarungan Pilpres 2019 lalu, sekaliber Prabowo Subianto maju sebagai calon presiden telah membentuk Tim Juru Bicara sebanyak 5 orang yang dikomandai Dahnil Anzar.
Kehadiran juru bicara itu bertujuan : (1) Juru bicara berfungsi wakil Partai Gerindra untuk menyampaikan kebijakan partai, dan (2) Juru bicara mempresentasikan sikap politik.
Tentu, kehadiran juru bicara politik akan menjadi corong partai yang resmi dan dapat dipertanggujawabkan setiap narasi yang dipresentasikan.
Ditunjuknya juru bicara partai, tentu mempunyai agar informasi yang disampaikan ke publik tidak berbeda dan menghindari kesalahapahaman dan miskomunikasi.
Contoh lain, juru Bicara KPK di era Febri Diansyah, kehadirannya sebagai “penyambung lidah antirasuah” adalah sarana pertanggungjawaban kerja KPK kepada masyarakat, dan itu menjadi frame (bingkai) bagi tata kerja komunikasi publik (Kompas.com, 26/12/2019).
Apa disampaikan Febri menunjukkan bahwa transparansi instansi menjadi menculnya kepercayaan masyarakat.
Namun, juru bicara andal selalu menyiapkan data dan fakta informasi sebelum diluncurkan ke publik.
Berdasarkan analisis kebutuhan sosok juru bicara untuk tampil dan mewakili instansi pemerintah dan Lembaga-lembaga publik, maka diberbagai referensi merujuk kriteria sebagai berikut:
Pertama, kredibel dan terpercaya. Untuk menjadi seorang juru bicara wajib paham komunikasi publik dan komunikasi politik.
Kenapa ini menjadi penting, kapasitas mumpuni dalam bidang tersebut akan mampu menganalisis dan memetakan informasi yang akan disampaikan.
Jangan terjadi selama ini, pesan disampaikan melalui media massa dan media sosial sangat tidak komunitatif, apalagi pembicaranya tidak kredibel.
Kedua, mempunyai banyak informasi. Juru bicara pemerintah seperti Mike McCurry mantan juru bicara Bill Clinton.
“Juru bicara layak seperti reporter yang bekerja dalam satu institusi pemerintah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk disampaikan ke masyarakat (Sullivan 2002 dalam subiakto 2014).
Ini artinya, wahai orang yang berada di sekeliling 'penguasa', janganlah berbicara asal-asalan jika tidak mempunyai kecukupan informasi tentang susuatu yang sensitif.
Apalagi disebarkan di medsos tanpa manajemen informasi yang tepat. Ketika pesan itu disampaikan atas nama pemimpin kita pesan itu tidak dapat di delete lagi.
Kasihan wajah pemimpin kita, ketika menyampaikan informasi itu kualitas pesan tidak memenuhi standard dan tidak subtantif.
Berhentilah menjadi 'juru bicara gadungan' yang pada akhir merusak citra pemimpin.
Ketiga, Kepribadian matang. Kematangan dalam mengelola diksi yang akan disampaikan ke publik sebaik di frame dengan baik.
Sebenarnya tokohnya tidak perlu bergelar maha terpelajar. Yang penting matang dalam mengelola informasi dan menguasai masalah disampaikan.
Sosok juru bicara seperti ini pernah kita punyai diera Gubernur Amin Syam dengan mengangkat Hidayat Nawi Rasul (beliau sudah meninggalkan kita semua).
Sosoknya sangat lugas, tenang, santun, dan sabar menghadapi kritik.
Kepiawaian me-manage informasi sehingga beliau tidak saja melindungi Pak Gubernur namun dapat membentuk citra positif.
Makanya, kritikan setajam apapun harus dijawab.
Karena dari perspektif umpan balik, jika kritik dan polemik itu tidak dijawab, publik otomatis berpikir, apa yang dipersoalkan dalam kritik itu membenarkan narasi yang dipersoalkan.
Keempat, Integritas Narasi. Sebagai Juru bicara dituntut mempunyai integritas dan jujur.
Artinya, paparkan naskah ke publik apa adanya dengan gaya diplomasi yang santun dan bahasa halus (eufimisme).
Katakan sesuai kenyataan yang ada sesuai informasi berlandaskan akurasi informasi.
Akhirnya, dalam situasi wabah Covid-19 yang bisa memunculkan beragam persepsi.
Maka ada baiknya, kita perlukan juru bicara ditingkat kota Makassar yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sangat perlu menetapkan juru bicara.
Begitu pula sebaiknya di tingkat provinsi, yang selama ini tidak mempunyai Juru bicara sehingga terkesan pengelolaan komunikasi publik dianggap menimbulkan miskomunikasi antara pemimpinnya dengan masyarakat.
Maka postulat disampaikan Iqbal Sultan dan Ibnu Hamad perlu segera direspon pemangku kebijakan.
Realitas social menunjukkan situasi masyarakat membutuhkan informasi yang akurat, akuntabel dan terpercaya baik itu informasi wabah Covid dan dampak sosial ekonomi.
Maka dalam siatusi krisis, maka pengelolaan informasi (baca : Sosialisasi dan Kampanye) satu pintu dengan menunjuk juru bicara.
Mudah-mudahan pemikiran cerdas yang berasal dari kampus tercinta Universitas Hasanuddin dan Universitas Indonesia dapat dipertimbangan untuk diambil tindakan nyata.
Mengapa tidak? (*)
Tamalanrea, 17 April 2020