Opini Dr Hasrullah
Juru Bicara
Dalam situasi krisis publik, informasi sebaiknya hanya keluar satu pintu melalui juru bicara sehingga tidak terjadi kekacauan informasi.
Berhentilah menjadi 'juru bicara gadungan' yang pada akhir merusak citra pemimpin.
Ketiga, Kepribadian matang. Kematangan dalam mengelola diksi yang akan disampaikan ke publik sebaik di frame dengan baik.
Sebenarnya tokohnya tidak perlu bergelar maha terpelajar. Yang penting matang dalam mengelola informasi dan menguasai masalah disampaikan.
Sosok juru bicara seperti ini pernah kita punyai diera Gubernur Amin Syam dengan mengangkat Hidayat Nawi Rasul (beliau sudah meninggalkan kita semua).
Sosoknya sangat lugas, tenang, santun, dan sabar menghadapi kritik.
Kepiawaian me-manage informasi sehingga beliau tidak saja melindungi Pak Gubernur namun dapat membentuk citra positif.
Makanya, kritikan setajam apapun harus dijawab.
Karena dari perspektif umpan balik, jika kritik dan polemik itu tidak dijawab, publik otomatis berpikir, apa yang dipersoalkan dalam kritik itu membenarkan narasi yang dipersoalkan.
Keempat, Integritas Narasi. Sebagai Juru bicara dituntut mempunyai integritas dan jujur.
Artinya, paparkan naskah ke publik apa adanya dengan gaya diplomasi yang santun dan bahasa halus (eufimisme).
Katakan sesuai kenyataan yang ada sesuai informasi berlandaskan akurasi informasi.
Akhirnya, dalam situasi wabah Covid-19 yang bisa memunculkan beragam persepsi.
Maka ada baiknya, kita perlukan juru bicara ditingkat kota Makassar yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sangat perlu menetapkan juru bicara.
Begitu pula sebaiknya di tingkat provinsi, yang selama ini tidak mempunyai Juru bicara sehingga terkesan pengelolaan komunikasi publik dianggap menimbulkan miskomunikasi antara pemimpinnya dengan masyarakat.
Maka postulat disampaikan Iqbal Sultan dan Ibnu Hamad perlu segera direspon pemangku kebijakan.