Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bijak Menjalani Kehidupan

Wabah ini telah mengajarkan akan pentingnya cinta kasih universal (metta) dan rasa welas asih (karuna) dalam menjalin komunikasi dan kerjasama

Editor: syakin
DOK
Miguel Dharmadjie ST CPS®, Penyuluh Agama Buddha Non PNS Provinsi Sulsel dan Member of IPSA (Indonesian Professional Speakers Association) 

oleh : Miguel Dharmadjie ST CPS®
Penyuluh Agama Buddha Non PNS Provinsi Sulsel dan Member of IPSA (Indonesian Professional Speakers Association)

BEBERAPA hari lalu saya membaca artikel berjudul Numerologi, Memaknai (Kembali) Kemunculan Dua Angka 2 dan Angka 4 di Tahun 2020. Ditulis pemegang rekor MURI sebagai Numerolog pertama di Indonesia, Rudy Gunawan BA CPS®.

Menurutnya, tahun 2020 digambarkan dengan kata ‘keseimbangan’. Kata ini berasal dari energi 2020 (dalam penerjemahan angka Numerologi 22.4) yang berarti “Dengan menjaga keseimbangan, maka diharapkan agar semuanya akan kembali kepada hakikatnya (back to basic)”.

Numerologi adalah ilmu filsafat angka yang melihat bahwa segala sesuatu di kehidupan terukur dari getaran angka. Angka memengaruhi kehidupan dari sisi kuantitas (matematika) dan juga kualitas (numerologi).

Dari analisa tersebut pada tulisan ini saya akan mengulasnya menurut kebenaran universal. Apa yang dimaksud ‘keseimbangan’? Mengapa keseimbangan penting dalam kehidupan umat manusia? Apakah dalam kehidupan ini telah terjadi ‘ketidakseimbangan’?

Bagaimanakah cara agar ‘keseimbangan’ kembali tercipta?

Keseimbangan kata yang mungkin sederhana namun jika direnungkan mendalam bermakna umat manusia diingatkan kembali untuk menjaga harmonisasi kehidupan ini. Keseimbangan ibarat sebuah pesan penting yang seharusnya menjadi perhatian umat manusia, khususnya bila dikaitkan dengan kondisi kekinian dimana wabah Corona Virus Disease (Covid-19) menjadi pandemi global yang telah menyebar ke 210 negara dan wilayah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Penyebaran wabah yang sangat cepat ini membuat dunia internasional kaget dan terhenyak karena sebelumnya tidak pernah membayangkan akibat yang akan ditimbulkannya. Tenyata bukan hanya mengakibatkan permasalahan kesehatan global, namun juga berakibat pada krisis sosial dan krisis ekonomi yang sangat parah.

Segala sesuatu di alam semesta ini tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses hukum sebab-akibat yang saling berkaitan erat antara kondisi satu dengan kondisi lainnya.

Kehidupan ini pun bersifat tidak kekal dan mengalami proses perubahan secara terus menerus dan silih berganti, antara kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha). Tidak ada sukha dan dukkha yang bersifat kekal dan tidak berubah. Karena perubahan adalah hakikat kehidupan.

Manusia dikatakan makhluk berbudi pekerti luhur, namun sayangnya terkadang pikiran, ucapan, dan perilakunya tidak menggambarkan makhluk yang berbudi pekerti luhur. Hal ini karena manusia terbelenggu oleh tiga akar kejahatan yaitu keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.

Ketika manusia tidak menyadari akan bahaya belenggu ini, maka mereka akan menggunakan segala macam cara untuk memuaskan nafsu keinginannya.

Beberapa contoh dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari di mana aturan dilanggar, yang dianggap saingan disingkirkan serta sumber daya alam dan sesama makhluk hidup dieksploitasi habis-habisan hanya karena demi uang, harta, kemasyuran dan kedudukan.

Inilah gambaran nyata manusia yang menuruti dan memuaskan nafsu keinginannya akan hal-hal bersifat duniawi yang tanpa sadar menjadi salah satu penyebab kondisi munculnya wabah Covid-19 karena tidak adanya harmonisasi kehidupan.

Ada dua hal ekstrem yang tidak patut dijalankan dan seharusnya dihindari dalam kehidupan ini. Pertama, menuruti kesenangan hawa nafsu terhadap hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu, yang rendah, duniawi, yang dilakukan oleh mereka yang bodoh, yang tidak luhur dan tidak berfaedah.

Kedua, melakukan penyiksaan diri, yang menyakitkan, yang tidak luhur, dan tidak berfaedah. Untuk terhindar dari dua jalan ekstrem ini dan agar dapat menjalani kehidupan dengan bijak, dikenal Jalan Tengah (Majjhima Patipada), yaitu Jalan Ariya Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga) yang terdiri dari: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.

Jalan tengah inilah yang dimaksud dengan keseimbangan pada artikel di atas. Jalan tengah ini menjadi penting karena jika dipraktikkan dengan penuh kesadaran oleh umat manusia akan tercipta harmonisasi kehidupan antara umat manusia dengan sesama makhluk hidup serta dengan alam semesta.

Covid-19 telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia yang selama ini selalu bersifat angkuh dan menyombongkan diri serta selalu merasa paling berkuasa, paling kuat dan paling hebat di antara sesamanya.

Wabah ini telah mengajarkan akan pentingnya cinta kasih universal (metta) dan rasa welas asih (karuna) dalam menjalin komunikasi dan kerjasama dengan semua pihak untuk bersatu padu, bergotong royong dan bahu membahu mengatasi penyebaran Covid-19.

Tidak ada lagi lawan. Yang kini ada adalah kawan dan sahabat untuk bersama-sama menanggulangi bencana kemanusiaan ini. Kini saatnya bagi kita menjadi bijak menjalani kehidupan ini dengan mempraktikkan Jalan Tengah dan memiliki keteguhan pikiran yang sadar setiap saat dalam setiap aspek kehidupan untuk melihat segala sesuatu apa adanya.

Pikiranpun harus dilatih untuk siap menerima perubahan setiap saat. Tidak ada yang bersifat kekal dalam kehidupan ini, termasuk Covid-19.

Semoga terbebas dari semua malapetaka, terhindar dari semua penyakit, terlepas dari semua rintangan dan semoga selalu bahagia dan berumur panjang. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved