Membebaskan 30 Ribu Narapidana
Pandemi covid-19 telah menjadi perhatian seluruh dunia. Tak kurang dari 800 ribu orang di seluruh dunia dan lebih dari 2000 orang di Indonesia positif
Oleh: Andi Haidir Indar SH
Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Bapas Kelas I Makassar
Pandemi covid-19 telah menjadi perhatian seluruh dunia. Tak kurang dari 800 ribu orang di seluruh dunia dan lebih dari 2.000 orang di Indonesia positif terjangkit virus yang bermula mewabah di Wuhan-China. Hal ini tentunya menjadi perhatian serius pemerintah dalam meramu langkah-langkah pencegahan guna meredam sebaran penularan di negeri tercinta.
Physical distancing yang dikampanyekan pemerintah nampaknya masih menjadi solusi terbaik dalam memutus mata rantai penularan virus yang gejalanya mirip dengan influenza ini. Namun bagaimana kabar mereka yang mendekam di balik jeruji?
Populasi kepenjaraan merupakan populasi yang paling rentan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Over kapasitas merupakan narasi yang tak berkesudahan sedari dulu. Tak ayal kerusuhan yang terjadi di penjara beberapa negara di seluruh dunia haruslah menjadi perhatian yang disegerakan penanganan dan pencegahannya agar tak terjadi pada instansi pemasyarakatan yang genap berusia 56 ahun pada 27 April nanti.
Melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 10 Tahun 2020, pemerintah memberikan program pengeluaran dan pembebasan bagi 30.000 marapidana/anak di seluruh Indonesia. Pengecualian bagi kasus yang terkait dengan PP99 seperti narkotika, korupsi, dan terorisme.
Asimilasi dan Reintegrasi
Ada dua hal mendasar yang berbeda yang mungkin masih terasa awam bagi beberapa pihak perihal adanya pengeluaran dan pembebasan bagi warga binaan pemasyarakatan. Terlepas dari pro kontra yang mungkin timbul akan kebijakan tersebut, namun langkah Menteri Hukum dan HAM RI mendapatkan apresiasi dari sejumlah pengamat pemasyarakatan yang dinilai sigap dalam mengurangi over kapasitas dan mencegah penularan sebaran virus Covid-19.
Pengeluaran (asimilasi) adalah program bagi warga binaan pemasyarakatan yang memasuki pentahapan pembinaan 1/2 (setengah) dari masa pidana yang telah incracht berdasarkan putusan pengadilan.
Secara garis besar asimilasi menitikberatikan dalam proses pembauran seorang warga binaan dengan memberikan program pemberdayaan kepada warga binaan guna menyiapkan mereka saat mendapatkan pembebasan (Reintegrasi) saat memasuki 2/3 masa pidana.
Pemberian pengeluaran dan pembebasan tidak dengan mudah didapatkan oleh seorang warga binaan, diperlukan konsistensi keseriusan dalam menjalani program pembinaan. Hal ini dibuktikan dengan laporan perkembangan pembinaan oleh wali pemasyarakatan dan sidang tim pengamat pemasyarakatan dalam memantau progres perubahan perilaku saat menjalani pidana.
Peranan Bapas
Pengeluaran dan Pembebasan bukan merupakan hal baru di lingkup Pemasyarakatan karena sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.3 Tahun 2018 tentang tata cara syarat pemberiannya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan.
Perbedaannya terletak pada kebijakan melaksanakan asimilasi (pengeluaran) rumah, di mana mereka yang telah melewati 1/2 masa pidana serta masa 2/3 pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020 diberikan kebijakan pembauran yang dilaksanakan di luar lapas (rumah) bukan di dalam lapas berdasarkan Surat Keputusan di diterbitkan oleh kepala rutan/lapas/LPKA.
Apakah mereka bebas beraktivitas sepenuhnya? Tidak, pengeluaran ini erat kaitannya dengan pencegahan sebaran virus Covid-19 sehingga mereka yang diberikan pengeluaran maupun Pembebasan harus tetap melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing yang data penjamin atau alamat mereka telah terekam melalui Sistem Database Pemasyarakatan.
Proses Pengawasan dan Pembimbingan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan yang mengampuh wilayah Rutan/Lapas/LPKA tempat warga binaan tersebut menjalani pidana sebelumnya.