Makassar Lawan Corona
Dr Hasrullah: Pemerintah di Sulsel Harus Evaluasi Penanganan Covid-19
Utamanya dalam mempersempit penyebaran Covid-19 (Virus Corona) yang kini menjadi perhatian global.
Penulis: Wahyu Susanto | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banyak aturan atau imbauan yang dikeluarkan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel).
Utamanya dalam mempersempit penyebaran Covid-19 (Virus Corona) yang kini menjadi perhatian global.
Hanya saja, aturan itu hanya sebatas seremoni dan berjalan tidak efektif.
Hal itu disampaikan Wakil Dekan III Fisip Unhas, Dr Hasrullah MA saat dikonfirmasi, Minggu (5/4/2020).
Menurutnya, semua kebijakan memang berjalan sejak beberapa bulan.
Akan tetapi, banyak diantaranya belum efektif.
"Harus dilakukan evaluasi utamanya pola komunikasi pemerintah daerah. Pemprov Sulsel sebagai induk pemerintahan di Sulsel juga harus evaluasi kebijakan yang diterapkan," ujar Dr Hasrullah.
Berikut penjelasannya;
1. Apakah pemerintah telah serius melakukan pembatasan bepergian ke luar daerah/ luar negeri dan pembatasan aktivitas keluar rumah?
Di luar negeri sudah ada yang Lockdown dan sudah jalan, tetapi kita pembatasan wilayah tapi pencegahannya kita tidak lihat di lapangan.
Misalnya tidak ada orang sweeping di lapangan seperti yang dilakukan di India dan Srilanka.
Kalau mau bagus, memang ada sweeping tertentu tetapi jangan meniru seperti India dan Srilanka yang memakai kekerasan.
Kemudian pembatasan wilayah pemerintah juga harus siapkan kebutuhan bahan pokok di Sulsel.
Tapi apakah itu sudah disediakan? Saya kira belum ada penjelasan dari pemerintah karena sampai sekarang belum ada yang disalurkan.
Saya juga sepakat kalau Pangdam dan Kodam ambil alih penanganan Covid-19.
Mengapa, dalam bidang logistik TNI paling tahu dan mereka tahu bagaimana petakan kondisi masyarakat seperti apa.
Mereka sudah biasa dengan hal seperti ini seperti saat terjadi peperangan.
Ini juga perang, tetapi perang dalam memperkecil penyebaran Covid-19.
Saya lihat sampai saat ini pemerintah dan para SKPD, penentu kebijakan, ini kita lihat di lapangan hanya berfikir dan rapat.
2. Apakah pemerintah daerah serius melakukan pembatasan jumlah penumpang transportasi umum di wilayahnya? Apa buktinya?
Sebenarnya sudah berjalan tetapi kita tidak seperti di Jawa yang memiliki posko-posko di setiap jalur keberangkatan.
Yang jadi masalah lagi, terlalu banyak terminal bayangan di setiap daerah jadi agak susah memprediksi.
Kalaupun memang harus diterapkan, minimal di setiap pintu masuk daerah harus ada posko pemberhentian.
Kemudian memeriksa kesehatan semua penumpang yang mau masuk dan keluar.
Kalaupun memang sudah diterapkan di setiap daerah di Sulsel, wajib diperketat lagi.
3. Apakah pemerintah telah serius membatasi pertemuan massal dan penutupan tempat keramaian di wilayahnya?
Ini sudah berjalan sejak beberapa pekan dengan menghentikan banyak kegiatan di beberapa tempat publik seperti tidak dilaksanakan shalat Jumat dan lain sebagainya.
4. Apakah PT Angkasa Pura dan pengelola pelabuhan serius dan lebih ketat melakukan skrining kesehatan di bandara dan pelabuhan?
Ini sudah berjalan, tapi kalau saya begini, selesai skrining ditanya tujuannya ke mana, berapa hari, alamat yang dituju seperti apa, kesiapan logistik.
Kemarin Gubernur bilang mau dikarantina orang yang datang tapi di mana itu tempat karantina, kesiapan lokasi tempat dan medis seperti apa.
Mestinya itu harus dijelaskan secara terbuka agar publik bisa tahu dan ada edukasi di dalamnya.
5. Apakah pemerintah serius memudahkan penyediaan wadah cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir di tempat-tempat umum. Seperti terminal, bandara, halte busway, pelabuhan, pasar, pertokoan dan lain-lain.
Sudah banyak disediakan wadah cuci tangan di beberapa tempat seperti di Makassar.
Mulai Mesjid, pasar tradisional, supermaket, RS dan lain sebagainya.
Tetapi tidak optimal karena masalahnya tidak ada petanya disetiap kelurahan berapa disediakan, atau setiap RT.
Saya pikir tidak hanya disediakan tapi tetap ada petugas komunikasi publik memberi imbauan atau minimal spanduk. Inilah saya tidak lihat di beberapa tempat.
Di Karebosi saja saat saya joging, tidak ada tempat cuci tangan padahal itu fasilitas publik.
6. Apakah pemerintah telah serius mengupayakan ketersediaan produk-produk yang dapat mencegah transmisi COVID-19 (masker, handsanitizer, alkohol) di daerahnya dengan harga terjangkau bagi masyarakat? Apa buktinya?
Kalau efektif barangnya tidak langkah, ini saja saya cari masker setengah mati baik di swalayan atau apotek.
Jadi pemerintah kabarnya siapkan anggaran 500 miliar sudah ada dikucurkan anggaran.
Itu harus jelas diberikan ke mana karena ini bukan dalam keadaan damai, tapi dalam keadaan gawat.
Contoh kecilnya saja selain APD susah didapat mestinya di jalan sudah ada seperti ambulance di beberapa tempat tapi apakah ini sudah disiapkan pemerintah?
7. Apakah pemerintah daerah telah serius memberi perlindungan pada tenaga medis sebagai garda terdepan dalam pelayanan pasien berisiko dengan memberikan sarana APD yang layak dan efektif serta sarana perawatan yang memadai?
Kalau masalah ini, harus ada data, berapa rumah sakit, berapa tenaga medis dan lain sebagainya.
Tapi kalau saya lihat alat-alat sudah okey, tapi kualitas APD harus dicek kembali bahannya apakah aman untuk digunakan.
8. Apakah pemerintah telah serius menyediakan sarana untuk melakukan pemeriksaan swab di daerahnya secara mudah, gratis, dan massal?
Minimal ada upaya, seperti meminta bantuan ke pusat, menyurat ke Jepang mitra kerja kita yang selalu diumbar pak Gubernur.
Mungkin sudah ada tapi tidak terkonformasi dengan baik jari jalau memang ada tolong dipublikasikan agar yang sehat bisa sedikit tenang.
9. Apakah pemerintah telah serius memberi dukungan moral dan sosial kepada orang yang terpapar COVID-19 (publik dan pekerja medis) baik yang merupakan orang/pasien dalam pemantauan ataupun penderita itu sendiri?
Belum, karena pola komunikasi publik Pemprov Sulsel tidak berjalan begitu bagus.
Orang sehat butuh informasi, butuh ketenangan yang bisa jawab komunikasi publik.
Kan ada banyak media, ada penataan daerah hijau, komunikasi harus ada untuk memberi ketenangan kepada masyarakat.
Contohnya seperti tidak adanya edukasi pemerintah tentang bagaimana cara menguburkan orang-orang yang meninggal karena positif.
Makanya orang panik, dan terjadi penolakan penguburan mayat di beberapa daerah termasuk Makassar.
Saya harap Pemprov memperbaiki Komunikasi publik dan memiliki tenaga humas profesional untuk menggunakan metode agenda setting, framing, content analysis, dan analisis jaringan media sosial.
Kemudian strategi komukasi yang jitu dengan persiapan data yang akurat dan paling pantinh menunjuk juru bicara yang paham agenda media dan agenda publik.
Terkhir adalah evaluasi dan monitoring informasi.