Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bantaeng

Curhat Perjuangan Ade Sulmi Satpol PP Bantaeng Lawan Bully Covid-19 Sepulang dari Amerika

Curhat Perjuangan Ade Sulmi Satpol PP Bantaeng Lawan Bully Covid-19 Sepulang dari Amerika

Ade Sulmi Sudrajat
Ade Sulmi Indrajat Satpol PP Kabupaten Bantaeng saat berada di Amerika Serikat 

Curhat Perjuangan Ade Sulmi Satpol PP Bantaeng Lawan Bully Covid-19 Sepulang dari Amerika

TRIBUN-TIMUR.COM,- Ade Sulmi Indrajat (28) sudah tiba di Indonesia.

Selama setahun Ade Sulmi Indrajat menjalani program beasiswa di Amerika

Bukan jalan mudah bagi Ade pulang di tengah wabah Covid-19 atau Virus Corona. 

Belum lagi bully verbal yang dialaminya dari rekan kerjanya di Satpol PP Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. 

Namun Ade tetap kuat dan melawan bully dengan tindakan nyatanya dengan melakukan karantina mandiri di rumahnya. 

Berikut ceritanya yang viral di facebook. 

Banyak yang bertanya saya dimana sekarang.

Sekarang, lebih tepatnya dua hari yang lalu, saya sudah tiba di Bantaeng setelah menyelesaikan studi di Amerika.

Kepulangan dan status alumni saya dipercepat sekitar satu setengah bulan karena pandemi ini.

Sekarang saya sedang menjalani hari kedua karantina mandiri di rumah saya.

Di Amrik, jauh sebelum kembali kesini, saya sudah melaksanakan self quarantine dan social distancing lebih dari 2 minggu.

Karena hal-hal tersebut belum populer saat itu, banyak teman-teman saya yang mengeluh dan memprotes karena saya lebih sering menghabiskan waktu di kamar, tidak mau berjabat tangan apalagi berpelukan, mencuci ulang semua peralatan makan sebelum saya pakai, dan selalu menjaga jarak saat duduk bersama.

Saya juga membatalkan semua rencana traveling saya ke daerah lain termasuk New York yang saat itu belum di lockdown tapi sudah memiliki lebih dari 100 kasus positif corona (saat ini sudah lebih dari 37 ribu kasus).

Saya menyadari bahwa apa yang saya lakukan ini sangat tipis bedanya antara parno dan social distancing, tapi ya itulah jalan ikhtiar yang saya pilih.

Bagaimana penerbangan saya kesini?

Penerbangan saya dimulai dari Washington DC, lalu transit di Jepang dan kemudian terus ke Jakarta.

Di semua bandara yang saya singgahi ini seperti bandara mati. L

ebih dari 50% penerbangaan tercancel.

Pesawat saya di Washington pun tercancel dan harus berpindah ke bandara dan maskapai lain.

Sesaat setelah tiba di Soetta, saat keluar dari pesawat, beberapa petugas Kemenkes sudah bersiaga di Bandara dengan thermal gun dan sedikit wawancara singkat mengenai riwayat perjalanan dan keluhan kesehatan kita.

Selama penerbangan saya yang panjang tersebut, saya sekuat tenaga menerapkan social distancing.

Mencari tempat duduk di ruang tunggu yang lowong, sebisa mungkin tidak berkomunikasi dengan siapapun dan menjaga jarak aman.

Selama di pesawat, pihak maskapai juga telah melaksanakan social distancing dengan mengosongkan tempat duduk diantara kita dan penumpang yang lain.

Satu yang betul-betul berbekas dari badan saya akibat perjalanan panjang ini adalah tangan saya yang terluka.

Bukan terluka karena teriris atau apa, tapi luka karena iritasi akibat kebanyakan memakai hand sanitizer dan mencuci tangan.

Tangan saya seperti menghitam dan berdarah pada beberapa bagian.

Perjalanan yang sungguh sangat menyiksa.

Kadang selama di pesawat saya harus meringis kesakitan akibat saya harus mencuci tangan setelah menyentuh gagang pada toilet pesawat.

Sesaat setelah sampai di depan rumah, mobil yang saya pakai dan teman saya yang menjadi drivernya langsung saya semprot dengan desinfektan.

Saya juga memandikan diri saya dengan semprotan desinfektan.

Sesaat setelah masuk rumah, saya langsung mandi, pakaian yang saya pakai selama perjalanan dari Amrik juga langsung saya cuci.

Ibu saya yang rindunya sudah meluap-luap pun harus saya larang untuk memeluk atau bahkan menyentuh saya.

Saya juga sudah meminta untuk dibuatkan kamar sendiri, memakai WC sendiri, dan peralatan makan sendiri.

Barang-barang dan ole-ole yang saya bawa dari amrik pun tak luput dari semprotan desinfektan.

Semua barang itu kini saya simpan di kamar sendiri.

Saat saya ingin berbincang-bincang dengan ibu saya, saya mengambil jarak sekitar 3 meter dan tidak duduk di sembarang tempat.

Saya menyediakan tempat duduk khusus yang saya bawa di dalam rumah.

Yang paling unik adalah, bahkan semua bekas jejak dan tempat saya duduk di dalam rumah juga saya semprot desinfektan.

Satu hal terpenting yang saya juga lakukan saat pertama kali tiba di Bantaeng adalah melaporkan kedatangan saya kepada orang-orang yang saya kenal di Dinas kesehatan Bantaeng.

Tanpa harus dicari dan didata pun, saya sendiri yang melaporkan dan menetapkan diri saya sebagai ODP lalu secara sukarela melakukan karantina mandiri.

Itulah semua ikhtiar yang saya lakukan di tengah pandemi ini.

Terkait takdir saya kedepannya, apapun itu, saya bertawakkal pada Allah.

Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved