Dampak Corona bagi Perekonomian Indonesia
pemerintah perlu menjamin ketersediaan SDM dalam kaitannya dengan distribusi bahan logistik jika terjadi lockdown

Oleh: N Tri Suswanto Saptadi
Dosen Informatika Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM), Pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Sulsel
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri memprediksi telah terjadi perlambatan ekonomi Indonesia tahun 2020 sebesar 4,7 persen yang disebabkan Coronavirus Disease (Covid-19) sehingga pemerintah diharapkan mampu membangun kepercayaan publik.
Kehadiran COVID-19 membuat perekonomian Indonesia menjadi rentan sehingga menyebabkan krisis ekonomi seperti yang pernah dialami pada 1998.
Perkembangan Covid-19 hingga Kamis, (26/3), terdapat 893 kasus, 78 orang meninggal dunia dan 35 orang telah dinyatakan sembuh sehingga mengkhawatirkan bagi kehidupan perekonomian di Indonesia pada masa mendatang.
Dampak Covid-19 telah mengganggu mata rantai ekonomi dunia termasuk di Indonesia. Keadaan ini berpotensi menimbulkan krisis ekonomi di sejumlah negara jika tidak ditangani dengan cepat, tepat dan aman. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyatakan bahwa pandemi COVID-19 membawa kejutan ekonomi, keuangan, dan sosial ketiga terbesar pada abad ke-21 setelah serangan teror 9/11 dan krisis keuangan global 2008.
Kejutan ini menimbulkan penurunan tajam pada produksi, rantai pasokan, dan konsumsi dunia sehingga OECD mengingatkanberpotensi menimbulkan krisis ekonomi dunia.
Bahkan tahun 2008 pada saat krisis subprime mortgage di AS, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,1 persen. Baru setelahnya turun tajam ke 4,5 persen sehingga kondisi saat ini jauh lebih beresiko dibandingkan krisis tahun 2008. Beberapa indikasi yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat, aliran modal keluar selama enam bulan terakhir, terjadinya kepanikan pasar keuangan global, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga memungkinkan terjadinya PHK dihampir semua sektor mulai dari industri manufaktur, pariwisata, perbankan, dan startup.
COVID-19 menjadi topik terhangat sejak dua pekan terakhir Januari 2020. Virus ini mendadak menjadi teror mengerikan bagi masyarakat dunia, terutama setelah merenggut nyawa ratusan orang hanya dalam waktu dua pekan. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah virus ini terus mencari mangsa. Sementara obatnya hingga saat ini belum ditemukan. Virus Corona jenis baru mulai menjadi perhatian masyarakat dunia setelah pada 20 Januari 2020, otoritas kesehatan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, mengatakan tiga orang tewas di Wuhan setelah menderita pneumonia yang disebabkan virus tersebut.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa selama hampir sepuluh tahun terakhir, pengaruh China di kawasan Asia maupun Indonesia meningkat tajam. Untuk pertama kalinya pada 2019 pengaruh China melampaui Amerika Serikat. Mencermati perkembangan perekonomian dunia dan terjandinya kasus COVID-19 maka perlu kiranya pemerintah mempersiapkan segala kemungkinan dan ancaman yang terjadi terhadap pertumbuhan perekonomian.
Dampak Ekonomi Pandemi
Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Februari 2020 sebesar Rp. 279,41 triliun (11,0 persen dari pagu APBN 2020), secara nominal meningkat sebesar 2,79 persen (yoy) dari periode yang sama dibanding tahun sebelumnya yang meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 161,73 triliun (9,61 persen dari pagu APBN) dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp. 117,68 triliun (13,73 persen dari pagu APBN). Secara nominal, realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan Februari 2020 tumbuh sebesar 11,01 persen (yoy) dari tahun 2019 yang dipengaruhi oleh realisasi belanja modal yang mengalami peningkatan sebesar 51,30 persen (yoy) dan bantuan sosial yang mengalami peningkatan sebesar 35,21 persen (yoy) jika dibandingkan tahun 2019.
Dampak yang disebabkan oleh COVID-19 bukan hanya di Indonesia namun di beberapa negara di belahan dunia. Pada tanggal 22-23 Februari 2020 telah berlangsung pertemuan G20 di Arab Saudi.Wabah COVID-19 menjadi topik diskusi yang menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara yang terdampak. Terdapat berbagai tekanan global COVID-19 telah mendorong untuk meningkatkan kerja sama internasional, memperkuat pemantauan terhadap risiko global, meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko, serta mengimplementasikan kebijakan yang efektif baik dari sisi moneter, fiskal, maupun struktural.
Dampak ekonomi pandemi telah disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Pandemi COVID-19 akan menyebabkan terjadinya resesi global pada 2020 yang bisa lebih buruk dari krisis keuangan global 2008. Investor mulai bersiap menarik aliran modal, terutama modal investasi di negara berkembang. Di berbagai negara, dampak korona mulai terasa. Secara umum, pertumbuhan bisnis merosot karena kebijakan karantina, pembatasan perjalanan, dan pembatasan sosial yang diterapkan. Konsumen yang tetap berada di rumah menekan aktivitas ekonomi suatu negara sehingga berbagai sektor ekonomi terdampak, seperti transportasi, jasa, perdagangan, dan keuangan.
Indonesia perlu mewaspadai ancaman terjadinya resesi. Perkembangan Geopolitik di tengah resesi dan perubahan postur kekuatan ekonomi di beberapa negara telah berpengaruh terhadap situasi regional dan global. Gangguan rantai suplai global, melemahnya permintaan dan layanan ekspor-impor, serta menurunnya aktivitas bisnis di berbagai negara, yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran COVID-19), menjadi faktor yang berkontribusi pada terjadinya resesi. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang sebesar 5,3% untuk tahun ini rasanya akan sulit tercapai mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2019 hanya berada pada level 5,02%. Angka ini turun dari capaian pertumbuhan ekonomi pada 2018 yang menyentuh level 5,17%.
Upaya Pertumbuhan