Peran Sekolah di Era Millenial
Suatu hal yang mungkin sangat diimpikan oleh sebagian besar siswa bahwa sekolah yang mereka tempati mencari ilmu dapat dijadikan sebagai rumah kedua.

Oleh: Yauri M Idrus
(Kepala Departemen Assessment & Learning Center SIA - Pemerhati Pendidikan)
Akhir-akhir, kita marak mendengar, membaca, dan melihat berbagai kasus di dunia pendidikan tanah air ini. Mulai dari bullying yang berakhir pada kecacatan seorang siswa karena ulah beberapa temannya yang mengaku melakukan perbuatan tersebut hanya karena ‘iseng’. Peristiwa tawuran antar siswa yang masih terus terjadi dan seakan-akan tak pernah selesai.
Hingga peristiwa pembunuhan seorang guru oleh salah seorang siswanya yang merasa tersinggung karena mendapat teguran dari gurunya saat kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
Belum hilang juga di ingatan kita peristiwa tentang seorang guru SMK yang mengajak salah seorang siswinya melakukan perbuatan asusila dengan pacar guru tersebut. Lalu tiba-tiba muncul lagi sebuah kasus yang tak kalah hebohnya yakni seorang wakil kepala sekolah di salah satu SMA yang melakukan pemukulan terhadap salah satu siswanya di hadapan puluhan bahkan ratusan siswa lainnya.
Berbagai peristiwa tersebut di atas adalah hanya sebagian contoh kecil potret buram wajah pendidikan di negeri kita yang dikenal dengan adat ketimuran dan keramahtamahannya.
Bangsa yang memiliki budaya sopan santun, dan bersahabat? Namun mengapa fenomena ini bisa terjadi ? Adakah sesuatu yang hilang dalam dunia pendidikan kita? Jika kita flashback kebelakang, bagaimana pendidikan dibangun oleh para pahlawan bangsa dengan tujuan dan cita-cita yang sangat mulia yakni agar masyarakat bisa menjadi pintar dan paham akan situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat itu serta tidak terus dibodohi oleh kaum penjajah.
Dengan pemahaman kondisi itulah maka timbul kesadaran masyarakat untuk melepaskan diri dari penjajahan yang dialami. Pada periode-periode terdahulu seseorang yang menjadi guru terkadang disebut masyarakat sebagai ‘Tuan Guru’. Hal ini sebagai salah satu bukti bahwa begitu dihargainya seseorang yang berprofesi guru pada masa itu.
Guru dianggap sebagai seseorang yang memiliki kepandaian dan kewibawaan yang cukup tinggi, hingga orang tua dan siswa menganggap perkataan seorang guru adalah sebuah kebenaran yang tidak perlu dibantah.
Siswapun merasa segan kepada guru mereka, dan hal ini bisa terlihat ketika mereka berjalan dan kebetulan berpapasan dengan salah seorang guru, maka siswapun berupaya untuk menghindar ataupun bersembunyi agar tidak terlihat oleh guru tersebut.
Mari kita bandingkan dengan kondisi sekarang, salah satu contohnya ada ketika siswa berpapasan dengan guru saat di jalan, maka siswa hanya lewat begitu saja tanpa ada rasa sungkan tanpa ada rasa segan. Lebih fenomenal lagi adalah dimana kondisi sekarang ini para siswa dapat memberi komentar kepada gurunya bahkan terkadang komentar yang lebih pedas dan menyinggung perasaan guru.
Tidak jarang kita melihat dan mendengar seorang siswa menghina bahkan lebih parah lagi seorang dengan tega menghajar gurunya seperti contoh di awal tulisan ini. Semua gambaran di atas adalah suatu fenomena di zaman pendidikan modern ini. Kita telah mengklaim bahwa pendidikan saat ini jauh lebih maju dan bermutu dibanding dengan kualitas pendidikan di zaman dahulu.
Kurikulum yang dibangun telah disesuaikan dengan kecanggihan zaman dan telah dianggap lebih baik dibanding dengan kurikulum sebelumnya. Namun sayang beribu sayang perbaikan dan peningkatan mutu kurikulum tersebut belum mampu mengubah karakter sebagian dari para siswa untuk menjadi lebih baik sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Masih banyak kejadian-kejadian yang membuat kita menjadi ternganga-nganga dan hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala sambil mengusap dada menyaksian kejadian demi kejadian yang terjadi di depan kita yang dilakukan oleh anak-anak yang kita kenal sebagai siswa ‘siswa’.
Ibarat sebuah puzzle, pendidikan di negeri ini terasa seperti ada bagian yang hilang dan entah apa itu? Dengan kondisi seperti ini tentunya dunia pendidikan kita harus terus menerus berbenah agar tidak tertinggal dengan bangsa laintidak hanya dari segi mutu, akan tetapi juga mampu membentuk generasi yang memiliki karakter sebagai “orang Indonesia sejati ” yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi dan tetap memegang teguh adat budaya bangsa serta memiliki rasa bangga sebagai anak Indonesia.
Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan yang ada sekarang, seyogyanya melakukan inovasi atau terobosan-terobosan baru sehingga mampu mewujudkan kondisi tersebut. Banyak hal yang tentu perlu dibenahi, diubah, diperbaiki, bahkan bila perlu menciptakan hal-hal yang terbarukan.