Mengenal NH Dini yang Jadi Google Doodle Hari ini, Novelis Termahsyur hingga Tewas secara Tragis
Google doodle kembali merayakan ulang tahun novelis kenamaan Indonesia, NH Dini.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan.
Di tilik dari silsilah keluarganya, Nh. Dini masih berdarah Bugis.
Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD.
Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri.
Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.
Ibu Dini, yang harus bekerja keras sebagai buruh batik setelah kematian suaminya, selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Panjebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya.
Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita.
la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis.
Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.
Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya.
Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya.
Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap.
Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah.