OPINI
Kampus Merdeka, Menuju Indonesia Unggul
Apakah mungkin bisa memberi konstribusi signifikan untuk perubahan kualitas pendidikan Indonesia?
Oleh: Prof Husain Syam (Rektor Universitas Negeri Makassar)
DI awal kepemimpinan Mendikbud periode 2019-2024, muncul banyak spekulasi di masyarakat. Apa yang akan diperbuat oleh Menteri muda ini?
Dengan latarbelakang pengusaha yang sukses menjalankan start-up “Gojek” berbasis online. Apakah mungkin bisa memberi konstribusi signifikan untuk perubahan kualitas pendidikan Indonesia?
Pertanyaan ini muncul karena asumsi di masyarakat berkembang pernyataan “berbeda mengelola bisnis dengan pendidikan”.
Rasa penasaran masayarakat dijawab dengan konsep “merdeka belajar” dan “kampus merdeka” dan langsung menjadi trending topic di media-media.
Konsep ini merupakan terobosan dari Mas Menteri Nadiem Makariem untuk menjawab pertanyaan di masyarakat, yang awalnya ragu tentang kemampuannya menakhodai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Merdeka Belajar
Episode awal dicanangkan konsep “merdeka belajar” yang difokuskan untuk siswa dan guru. Implementasi dari konsep tersebut untuk pendidikan dasar dan menengah antara lain.
Pertama, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diganti ujian (asesmen). Kedua, 2021 Ujian Nasional (UN) diganti.
Ketiga, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dipersingkat. Keempat, Zonasi Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) lebih fleksibel.
Empat program “merdeka belajar” dalam proses realisasi.
Poin (1), (3), dan (4) akan dilaksanakan pada tahun 2020. Namun untuk poin (2) masih butuh waktu dan akan terealisasi tahun 20-an berargumen bahwa UN tetap dibutuhkan untuk memetakan kualitas pendidikan 21.
Kebijakan penggantian UN masih menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada yang secara nasional.
Di lain sisi, kemendikbud ingin mengembalikan secara utuh evaluasi pembelajaran siswa kepada guru termasuk UN.
Diskursus tentang UN diperlukan untuk bisa mengakomodir konsep “merdeka belajar”, namun juga dapat memberi kesempatan untuk mengevaluasi dan memetakan
potensi dan kualitas pendidikan di tanah air.
Kampus Merdeka
Episode kedua, untuk perguruan tinggi dicanangkan “kampus merdeka”.
Hal ini bukan berarti bahwa selama ini universitas “tidak merdeka” dalam menjalankan tugasnya sebagai pencetak sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.
Kampus diharapkan bisa berakselerasi untuk mengembangkan inovasi hingga mampu sejajar dengan kampus-kampus terbaik dunia.
Empat program pada episode kedua ini yaitu 1) pembukaan prodi baru, 2) sistem akreditasi, 3) Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), 4) Hak
belajar tiga semester di luar Prodi.
Pembukaan Prodi Baru
Kebijakan sebelumnya, pembukaan prodi baru melalui proses pengusulan dari Perguruan Tinggi, LLDIKTI setempat, dan kementerian.
Kebijakan baru, memberikan keluasan bagi perguruan tinggi yang terakreditasi A atau B, dengan catatan harus bermitra dengan perusahaan, organisasi nirlaba kelas dunia atau universitas top 100 ranking QS serta BUMN/BUMD.
Regulasi ini memberi kesempatan kepada kampus untuk membangun kemitraan strategis dengan keempat unsur di atas untuk memberi kepastian bahwa alumni yang
dihasilkan akan bisa berkolaborasi dalam pembelajaran dan penelitian pada universitas top dunia serta dapat terserap atau bekerja pada instansi tersebut.
Sistem Akreditasi
Perguruan tinggi biasanya akan disibukkan dengan akreditasi institusi dan program studi secara berkala (lima tahun) yang berdampak penyusunan administrasi
yang cukup menyita energi bagi dosen dan staf.
Bahkan bagi yang terlambat memperbaharui akreditasinya berdampak tidak boleh menamatkan alumni sebelum dinyatakan terakreditasi kembali.
Reakreditasi bersifat sukarela bagi institusi atau prodi yang ingin meningkatkan nilai akreditasinya.
Bagi yang telah mendapatkan akreditasi A atau telah merasa puas dengan B, cukup dengan memperpanjang kembali akreditasinya.
Bagi prodi yang mendapatkan akreditasi internasional dari Lembaga atau asosiasi keilmuan yang diakui oleh kementerian dan melalui proses verifikasi secara
otomatis akan mendapatkan nilai akreditasi A.
PTNBH
Terdapat tiga status perguruan tinggi negeri yaitu Satuan Kerja (Satker), Badan Layanan Umum (BLU), dan Perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH).
Masing-masing status tentunya memiliki kewenangan yang berbeda dengan tingkat otonomi pengelolaan kampus dari rendah ke tinggi.
Kebijakan kemendikbud mendorong perguruan tinggi negeri untuk mempersiapkan diri dan dapat mengubah statusnya menjadi PTNBH agar memiliki kemandirian dalam pengelolaan institusi yang luas dalam bidang keuangan, aset, dan sumber daya manusia.
Hak Belajar di Luar Prodi
Kedepannya mahasiswa akan diberi kebebasan tidak hanya kuliah pada program studinya, namun juga dapat mengambil mata kuliah lintas program studi atau kampus.
Kesempatan ini diberikan selama tiga semester dan penentuan mata kuliah disesuaikan dengan minat dari mahasiswa untuk mengembangkan pengetahuan atau keterampilan untuk mem-back up keilmuan yang telah didapatkan pada program studinya.
Konsep ini pernah diberlakukan puluhan tahun silam dengan program “mayor” dan “minor”.
Mahasiswa memprogramkan mata kuliah “mayor” yang disyaratkan jumlahnya pada program studinya dan mata kuliah “minor” dapat diprogramkan pada
program studi yang lain.
Dengan konsep ini diharapkan akan terjadi interaksi lintas prodi/fakultas bahkan kampus atau biasa disebut dengan student exchange.
Hal ini akan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berinteraksi dengan dosen dan mahasiswa lintas prodi sehingga dapat membuka wawasan multi disiplin.
Konsep ini merupakan pilihan, bagi mahasiswa yang tetap ingin mengambil mata kuliah 100% pada program studinya pun tidak masalah.
Evaluasi Episode “Merdeka”
Dua episode “merdeka” telah dicanangkan Mas Menteri, masing-masing terdiri dari empat program.
Enam program yang dicanangkan akan bisa berproses. Namun terdapat dua program yang akan menjadi diskursus tentang penghapusan UN dan PTNBH.
Perlu melibatkan stakeholder dunia pendidikan untuk duduk bersama dengan mempertimbangkan aspek pemetaan dan pemerataan pendidikan di tanah air, agar
mendapatkan formulasi yang tepat bila penghapusan UN akan diberlakukan.
Selanjutnya, mendorong perubahan status perguruan tinggi menjadi PTNBH membutuhkan perhatian yang cukup dengan mempertimbangkan kesiapan sumber
daya yang dimiliki oleh masing-masing perguruan tinggi.
“Merdeka” menjadi harapan semua elemen anak bangsa dalam mengelola Pendidikan Indonesia.
Program yang dicanangkan Mas Menteri perlu diberi apresiasi dan dukungan, namun kita tetap memberikan kritikan dan masukan yang konstruktif bila ada yang perlu dibenahi.
Tentunya sebagai anak bangsa yang merindukan Indonesia yang unggul. (*)
Catatan ini telah terbit di halaman 1 Tribun Timur edisi Rabu, 12 Februari 2020