Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Soal ‘Data Mafia Sawah’; Eks Mentan; Biar Saya Urus-Urus Sawah di Kampung

Saya bukan lagi menteri. Biar saya urus sawah dan kebun kampung di Bone. Saya doakan Pak Presiden dan Wapres sehat-sehat

Penulis: Ansar | Editor: Thamzil Thahir
Humas Kementan
Di Kediri, Mentan Amran Bangga Demontrasikan Teknologi Canggih Pertanian 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM — Menteri Pertanian Kabinet Kerja periode 2014-2019 Dr Ir H Andi Amran Sulaiman MP (51), cuma tertawa saat dikonfirmasi perihal data kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), yeng menyebut berkurangnya lahan baku sawah di Indonesia 2019/2020, sekitar 287,5 ribu Hektar dibanding enam tahun terakhir 2014-2020.

“Saya bukan lagi menteri. Biar saya urus sawah dan kebun kampung di Bone. Saya hanya mau doakan Pak Presiden dan Wapres sehat-sehat.” kata Amran kepada Tribun, Sabtu (8/2/2020).

Akhirnya, Eks Mentan Buktikan Data Mafia Luas Sawah Indonesia Benar

Saat dikonfirmasi, doktor ilmu pertanian dari Unhas ini mengaku masih berada di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, untuk kepentingan pengembangan usahanya.

Medio 2019 lalu, kala Andi Amran Sulaiman menjabat Menteri Pertanian (2014-2019), dia menyebut  luas sawan nasional merupakan data mafia, alias diblow up untuk kepentingan anggaran sektoral di sejumlah lembaga dan kementerian. 

Amran baru menyampaikan masalah tersebut saat serah terima jabatan lantaran khawatir membuat gaduh. "Selalu ada data pertanian dan data mafia. Aku sampaikan apa adanya," kata Amran.

data sawah_2019
data sawah_2019 (dok-BPN/atr)

Saat itu, Amran mengatakan data yang diambil BPS, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional telah menggunakan sampel yang salah. Bahkan menurut dia, tingkat kesalahannya mencapai 92% dari  data yang diambil berdasarkan komplain petani. Meski begitu, data yang salah tersebut tetap disahkan oleh berbagai lembaga seperti BPS, BIG, BPN, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Data luas sawah inilah yang jadi rujukan utama pemerintah menentukan besar anggaran APBN  sektor pertanian, seperti besaran subsidi pupuk, produksi bibit padi,  beras, perluasan areal sawah,  rujukan swasembada pangan, hingga keputusan apakah Indonsia perlu mengimpor beras atau tidak.

Sejak 2013 hingga 2018, pemerintah melansir luas sawah potensial Indonesia 7,71 juta Ha.  Data terbaru Desember 2019 ini, luas lahan baku sawah nasional menjadi 7,463 juta Ha.

Bupati Bone Dr A Fahsar Mahdin Padjalangi bersama Danrem 141 Toddoppulu Kolonel Inf Suwarno  menghadiri peresmian cetak sawah baru yang dirangkaikan tanam perdana  musim tanam pada bulan April-September di Kelurahan Ceppaga Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Kamis (26/09/2019).
Bupati Bone Dr A Fahsar Mahdin Padjalangi bersama Danrem 141 Toddoppulu Kolonel Inf Suwarno menghadiri peresmian cetak sawah baru yang dirangkaikan tanam perdana musim tanam pada bulan April-September di Kelurahan Ceppaga Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Kamis (26/09/2019). (TRIBUN TIMUR/JUSTANG MUHAMMAD)

 Sekadar diketahui, tiap lima pemerintah mengumumkan data luasan sawah nasional.

Data ini adalah kesepakatan bersama antara kementerian ATR/BPN, kementerian pertanian,  kementerian PUPR, dan empat lembaga negara lain, Badan Pusat Statiatik, Badan Informasi Geospasial, LAPAN, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 

Data inilah yang jadi rujukan Presiden, Wapres, Menteri Keuangan dan lembaga lain dalam mengambil keputusan strategis pangan nasional.

Data baru,  merujuk Keputusan Menteri ATR/ Kepala BPN nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 Tanggal 17 Desember 2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.

Mentan Amran, kala itu, menyebut data BPS keliru. Bukan hanya itu, Amran juga menuding lembaga itu menggunakan data mafia dalam meramal luas panen dengan skema Kerangka Sampel Area (KSA).

BPS, kala itu berkilah, ketidakakuratan data produksi padi di Indonesia diduga telah terjadi sejak lama. 

Bahkan, studi yang dilakukan instansi tersebut bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 1998 telah mengisyaratkan kelebihan perkiraan luas panen sekitar 17,07%.

Sofyan Djalil menyebut faktor yang berkurangnya lahan baku sawah ketika diverifikasi ulang.

"Macam-macam sebabnya, data dari 2018 itu citra satelite itu musim hujan kelihatannya air. Kalau musim kering ditanami, setelah melihat ke lapangan komplain-komplain itu kita akomodasi sehingga bertambah 300 ribu Ha," ungkap Sofyan.

Luas lahan baku yang bertambah ini sebagian besar terletak di Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Bangka Belitung.

areal sawah_Sanrego_bone-2020
areal sawah_Sanrego_bone-2020 (dok-tribun-timur)

Bendungan Baliase di Luwu Utara Dapat Mengairi 21 Ribu Hektare Sawah, Bisa Hasilkan 5 Ton/Hektar

"Karena lahan sawah yang belum terverifikasi sebelumnya jauh lebih besar dari sawah yang mengalami alih fungsi," ungkapnya.

Namun, terdapat daerah yang luas lahan baku sawahnya justru menurun yang diantaranya, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Jambi, dan Riau.

"Penurunan itu karena terjadi alih fungsi, jadi kawasan industri, perumahan, infrastruktur, sehingga terjadi penurunan," pungkasnya.

Sebelumnya, di awal masa jabatannya, Oktober 2019 lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berjanji fokus menyelesaikan masalah data pertanian dalam 100 hari pertama. 

Menurut dia, data pertanian yang jelas diperlukan untuk mengetahui kondisi sektor tersebut pada setiap daerah. "Data ini menjadi milik Kementerian Pertanian yanbhg harus disepakati oleh semuanya. Tidak boleh kementerian lain punya data pertanian," pungkasnyah

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved