Kilas Tokyo
Gaya Orang Jepang Saat Meeting, Bandingkan Style Kita
Ditulis Muh. Zulkifli Mochtar. Doktor alumni Jepang asal Makassar. Kini bermukim di Tokyo.
Oleh: Muh. Zulkifli Mochtar
Doktor alumni Jepang asal Makassar. Bermukim di Tokyo
Sebuah foto diforward rekan di sebuah grup Whatsapp Indonesia saya. Tidak ada yang istimewa dalam foto.
Foto meeting di sebuah ruangan bagus, terlihat seorang pejabat duduk ditengah. Sisi kiri meja duduk 5 orang, berpakaian dinas kelihatannya staf penting juga.
Disisi kanan duduk rombongan tamu luar negeri. Kelihatannya meeting resmi dan penting.
Ada sesuatu membuat saya tertarik membahas foto ini. Meja kanan terlihat penuh dokumen.
Jajaran tamu terlihat menulis di Ipad, ada juga mengetik di laptop. Selebihnya menulis di notes.
Sementara disisi kiri meja hampir kosong, tidak terlihat notes atau dokumen apapun didepan mereka.
Hanya seorang yang duduk persis samping pejabat terlihat menulis. Dua orang menggenggam handphone, seorang menulis di selembarkertas alakadarnya A4 dilipat dua.
Apakah pihak kiri terlihat tidak serius meeting? Tidak juga, toh ekpresi mereka cukup serius.
Hanya, bisa timbul kesan seolah hadir, duduk dan mendengar saja. Seakan tidak mengambil peran penting apapun.
Seakan tidak siap ‘amunisi’ sebelum meeting. Jangan coba berargumen bahwa mereka mampu hafal semua detail isi meeting.
Karena otak manusia punya keterbatasan memorize, apalagi selevel mereka hampir pasti setiap saat ada meeting.
Sebaiknya kita punya pemahaman bahwa pencatatanmeeting itu penting. Saya juga bukan seorang pencatat serius dan detail.
Makanya jadi terpesona melihat bagaimana serius dan konsentrasinya pekerja Jepang menyiapkan sebuah meeting.
File pendukung selalu siap. Dan tentu saja, setiap peserta punya dokumen masing masing tergantung peranannnya.
Jadi tidak blank error sendiri. Jika pertanyaan muncul, segera terjawab oleh dokumen valid.
Tidak heran jika ada rapat penting, tas mereka terlihat penuh dan berat oleh dokumen.
Meski ada yang ditugaskan merangkum Minute of Meeting, semuanya berusaha memahami isi rapat.
Meskipun bukan decision maker. Jika ada interview atau rapat bisnis dengan mereka, sebaiknya siapkan ‘amunisi’ anda dengan cermat dan tidak mencoba rapat dengan meja kosong atau bermodal kertas A4 dilipat dua saja.
Untuk filing dan dokumentasi, mereka jawara dan luar biasa detail. Segala sesuatu akan dibukukan secara maksimal hingga hal kecil pun.
Di restoran tua kecil di Osaka tempat part timer semasa mahasiswa pun, saya menemukan sistem pencatatan detail ala standarisasi ISO, berurutan tentang resep dan kandungan bahan perhari.
Jadi sangat mudah melakukan treasibility jika ada kesalahan.
Saya berusaha tidak‘over-rated’ menilai Jepang, tapi jikalama berinteraksi di komunitas mereka, perbedaanatmosfer ini bisa terasa.
Tapi kemudian saya terpikir lagi, ini bukan hanya budaya Jepang saja. Ini bentuk profesionalisme kerja.
Penting untuk mempersiapkan dan mencatathasil rapat secara serius, agar jadi pegangan arah aksi dan tindak lanjut kedepan.
Agar yang dibicarakan tidak terbang menguap begitu saja. Juga agar peserta lebih bertanggung jawab terhadap posisi dan perannya.
Ini bukan efek DNA atau ras seseorang, tapi soal tanggung jawab, kebiasaan dan sense of belonging saja. (*)
Catatan: Tulisan inii telah terbit di koran Tribun Timur edisi Sabtu, 1 Februari 2020 dengan judul Memahami Arti Meeting