Pemkab Wajo
Nurdin Abdullah Diajak Nonton Film Sejarah Bumi Lamaddukelleng di Wisata Ilegal Wajo
Sejumlah kegiatan dilakukan Nurdin Abdullah, seperti meninjau lokasi pertanaman jagung jibrida terluas di Kabupaten Wajo, yang terletak di Desa Lapauk
Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Ansar
TRIBUN-WAJO.COM, SENGKANG - Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Wajo, selama dua hari, Selasa (21/1/2020) hingga Rabu (22/1/2020).
Sejumlah kegiatan dilakukan Nurdin Abdullah, seperti meninjau lokasi pertanaman jagung jibrida terluas di Kabupaten Wajo, yang terletak di Desa Lapaukke, Kecamatan Pammana.
Meninjau pembangunan jalan beton yang menggunakan APBD Provinsi Sulsel 2019, serta menghadiri acara syukuran rakyat.
Selain itu, Nurdin Abdullah juga diajak oleh Bupati Wajo, Amran Mahmud untuk melihat kampung kuliner di kawasan Taman Paduppa.
Di kawasan jajanan yang ada di bantaran Sungai Cenranae tersebut, Nurdin Abdullah bersama unsur Forkopimda Wajo menyaksikan film sejarah Bumi Lamaddukelleng, sebutan Kabupaten Wajo.
Di bawah kerlap-kerlip lampu berwarna-warni yang menghiasi Taman Paduppa, Amran Mahmud menjelaskan kepada Nurdin Abdullah tentang rencana pengembangan kawasan Padduppa tersebut.
"Ini akan dijadikan tempat wisata, nanti akan di bangun jembatan di sini dan di seberang akan dibangun masjid cantik sebagai ikon pariwisata Wajo," kata Amran Mahmud.
Di balik gemerlap lampu-lampu, dan penjelasan Bupati Wajo, tersimpan satu hal.
Bahwa, kawasan kukiner di Taman Paduppa sesungguhnya adalah ilegal dan tak berizin.
Sebagaimana siketahui, Taman Padduppa sesungguhnya adalah Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di bantaran Sungai Cenranae yang disulap menjadi kawasan kuliner di awal pemerintahan Bupati Wajo, Amran Mahmud.
Salah satu anggota DPRD Wajo, Mustafa mempertanyakan 'kebijakan' Pemerintah Kabupaten Wajo yang mengomersialisasikan kawasan RTH tersebut.
"Apakah itu ada izinnya? Adakah rekomendasi dari Balai untuk pemanfaatan area tersebut," katanya kepada Tribun Timur, beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi III DPRD Wajo tersebut menambahkan, Amran Mahmud sebaiknya meninjau ulang kebijakan tersebut.
Terlebih, keberadaan kedai-kedai di pinggir sungai tersebut melanggar Perda nomor 16 tahun 2014 tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Pada pasal 19 disebutkan, setiap orang dilarang, a. menguasai dan memanfaatkan tanah milik negara tanpa izin pemerintah, pemerintah daerah, atau pejabat yang berwenang.
Dan b. mendirikan bangunan dan sarana apapun pada fasilitas umum pemerintah daerah kecuali atas izin pejabat yang berwenang.
"Itu baru soal regulasi yang dilanggar, belum melihat dampak lingkungan yang diakibatkan, hal ini perlu sejumlah kajian teknis," kata anggota Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Dirinya berharap, agar soalan tersebut tak berlarut-larut, mengingat kian hari kawasan tersebut kian dipadati kedai, sebaiknya Pemda Wajo mengambil langkah taktis.
"Mengingat sudah banyak di situ bangunan semi permanen, maka antisipasi pemerintah, yakni mempertegas Perda nomor 16 itu, atau mempertegas dengan Perbup soal izin tersebut. Iti pun perlu ditata, mesti melibatkan dewan," katanya.
Diketahui, ada puluhan kedai kuliner di kawasan pinggiran Sungai Cenranae di Padduppa.
Bahkan, kedai-kedai tersebut dipoles dan dipercantik sedemikian rupa, dilakukan penyemenan di dan pondasi di bantaran sungai untuk menunjang keindahan kedai tersebut. (*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)