Kronologi Pilunya Nasib Siswi SMK Usai Diumumkan Sebagai Lonte oleh Gurunya Lewat Pengeras Suara
Sungguh pilu nasib dialami seorang Siswi Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK) di Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau (Kepri) setelah diteriaki sebagai 'lont
‘’Di atas roro anak saya duduk berboncengan di atas sepeda motor dengan temannya.
Motor tersebut punya anak saya, yang bawa teman laki-laki satu sekolah dan dekat tempat tinggal.
Saat bercerita tersebut, gurunya yang juga ada di kapal roro tersebut langsung meneriaki AR,’’ tutur RM, ibunda AR, Jumat (17/1/2020).
• BNNK Tana Toraja Tes Urine Siswa di 2 SMA Toraja Utara, Hasilnya?
• Ini Isi Surat Pengunduran Diri dr Rudi Andi Lolo Sebagai Plt Kadinkes Tator
• Bunuh Begal Demi Lindungi Pacar, Pelajar Ini Terancam Penjara Seumur Hidup? Penjelasan Jaksa!
‘’Kamu macam lonte,’’ tutur RM menirukan ujaran gurunya itu kepada AR.
Dua hari kemudian, RM mendatangi SMKN 1 Anambas. Kedatangan RM atas panggilan pihak sekolah.
Saat RM menanyakan kenapa anaknya diteriaki lonte oleh salah seorang guru di sekolah tersebut, guru yang bersangkutan justru memarahi RM.
Guru tersebut mengakui bahwa dirinya yang melakukan hal itu kepada anak AR.
‘’Ia (Sk) juga memukul meja berkali-kali dan tepuk dadanya. Mengusir saya dari ruangan, mau robohkan sekolah, sumpah serapah dengan menyebut nama binatang.
Ia juga ancam lapor polisi serta mengancam anak saya dikeluarkan dari sekolah,’’ tutur RM.
Usia kejadian tersebut, AR kemudian mendapat bullyan di sekolah dan teman-temannya.
Bahkan penyebutan sebagai lonte terhadap AR tersebut, menurut RM, diumumkan lagi di mic SMKN 1 Anambas.
RM, ibu kandung AR saat ini masih tidak bisa terima anaknya dibilang lonte, meskipun kejadian tersebut sudah berlangsung bulan Oktober 2019 lalu.
Trauma anaknya masih belum hilang, sementara semangatnya untuk mengecap pendidikan menjadi berkurang.
Apa yang menimpa anaknya dan ancaman dikeluarkan dari sekolah membuat RM meminta bantuan ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Anambas agar anaknya tetap bisa sekolah.
Kasus tersebut kemudian didampingi oleh konselor Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Anambas, Erda.