Prabowo Subianto
Dikenal Tegas, Kok Prabowo Subianto Jadi Melempem Tangani Polemik China-Natuna, Pilih Langkah Damai
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tampak lebih tenang menghadapi polemik China yang mengklaim Natuna sebagai wilayah mereka.
TRIBUN-TIMUR.COM-Sebagai seorang mantan Komandan Jenderal Kopassus, Prabowo Subianto dikenal sosok tegas
Terlebih saat ini memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Jokowi-Maruf Amin.
Namun, Prabowo Subianto tampak lebih tenang menghadapi polemik China yang mengklaim Natuna sebagai wilayah mereka.
Kapal berbendera China sudah masuk di perairan Natuna tanpa izin.
Bahkan kapal itu sempat tak mematuhi permintaan aparat Indonesia untuk meninggalkan Perairan Natuna yang merupakan teritori Indonesia.

Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, Dahnil Anzar, menyampaikan sejumlah hal terkait sikap Prabowo merespons persoalan dengan China di Laut Natuna.
Menurut Dahnil, Prabowo memilih menyelesaikan permasalahan di Laut Natuna secara damai.
Dahnil mengatakan, langkah damai tersebut bukan bermaksud tidak tegas dan inferior.
"Kita memilih cara bersahabat dan damai terkait dengan "konflik" di laut Natuna," kata Dahnil dikutip dari Kompas.com, Sabtu (4/1/2020).
Diplomasi damai Adapun langkah damai yang ditempuh yakni dengan menggunakan jalur dipolomasi sesuai ketentuan.
Langkah itu juga dianggap sesuai dengan prinsip diplomasi "Seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak".
"Dan prinsip pertahanan kita yang defensive, bukan offensive," kata Dahnil.
Oleh sebab itu, penyelesaian masalah selalu mengedepankan upaya kedua prinsip tersebut.
"Langkah damai harus selalu diprioritaskan," ujar dia.
Empat Sikap Dahnil menyebutkan, Menhan Prabowo telah menyepakati 4 sikap dan langkah yang telah dibahas saat rapat bersama di Kemenko Polhukam pada Jumat (3/1/2020) siang.
Keempat sikap dan langkah ini merupakan upaya damai untuk tetap mempertahankan hak kedaulatan Indonesia.
Sikap pertama, menyatakan bahwa China telah melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
"Indonesia juga menolak klaim dari China terkait traditional fishing ground, yang tidak memiliki landasan hukum," jelas Dahnil.
Sikap kedua, Indonesia menolak klaim penguasaan Laut Natuna Utara atas dasar Nine Dash Line.
Ketiga, akan dilakukan operasi di Laut Natuna oleh Tentara Nasioanl Indonesia (TNI) secara intensif.
Keempat, peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar wilayah ZEE atau Laut Natuna.
Namun, Dahnil menyebutkan, sebelum empat sikap tersebut disampaikan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah melakukan penyelesaian secara damai melalui nota protes kepada pihak China.
Seperti diberitakan, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal tersebut masuk perairan Indonesia pada 19 Desember 2019.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Respon Susi Pudjiastuti
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari masuknya kapal China ke Natuna untuk menangkap ikan secara ilegal.
Menurutnya, jika mengacu pada aturan yang sama saat dirinya masih memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harusnya ada tindakan tegas pada kapal-kapal China yang menggarong ikan di EEZ.
"Tangkap dan tenggelamkan kapal yg melakukan IUUF. Tidak ada cara lain. Wilayah EEZ kita diakui UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Bila dari tahun 2015 sampai dengan pertengahan 2019 bisa membuat mereka tidak berani masuk ke wilayah ZEE kita. Kenapa hal yang sama tidak bisa kita lakukan sekarang," tulis Susi Pudjiastuti seperti dilihat dari akun Twitter resminya, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sebagaimana yang sering diucapkannya saat menjabat Menteri KKP, klaim China atas perairan Natuna berdasarkan Traditional Fishing Zone juga tak berdasar.
"Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," kata Susi Pudjiastuti.
Dalam cuitan lainnya, pemilik maskapai Susi Air ini menyebut tak ada cara lain selain penenggalaman kapal maling yang masuk ke perairan Indonesia agar ada efek jera, tak terkecuali kapal China.
"KKP bisa minta & perintahkan untuk tangkap dan tenggelamkan dengan UU Perikanan no 45 tahun 2009. Jangan beri opsi lain, Laut Natuna diklaim China, TNI tingkatkan kesiagaan," ujarnya dalam kicauan.
Nota Protes
Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Kemenlu memanggil Duta Besar China di Jakarta dan menyampaikan protes kerasnya.
"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Kemenlu.
Kemenlu menyebutkan, Dubes China mencatat protes yang dilayangkan untuk segera diteruskan ke Beijing.
"Dalam pertemuan kemarin, Dubes RRT akan menyampaikannya ke Beijing," kata Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, saat dikonfirmasi Kompas.com.
Hal ini dinilai penting agar hubungan bilateral kedua negara tetap berjalan dengan baik dan saling memberikan keuntungan.
Wilayah ZEE ditetapkan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Baik Indonesia maupun China merupakan bagian dari itu sehingga harus saling menghormati wilayah kedaulatan satu sama lain.
"Menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan RRT (China). Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT, karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian disampaikan Kemenlu.
Menyikapi hal ini, Kemenlu akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Upaya ini dilakukan untuk menegakkan hukum di ZEE Indonesia.
Dugaan masuknya kapal China ke wilayah Perairan Natuna juga ramai menjadi perbincangan di media sosial.
Ada video yang diunggah terkait upaya yang dilakukan otoritas Indonesia meminta kapal tersebut untuk meninggalkan wilayah Indonesia.
Akan tetapi, perintah ini tak diindahkan.
Edhy Prabowo: Sudah Diawasi Ketat
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menyebut pihaknya sedang mengawasi secara ketat kapal ikan asing yang wara-wiri masuk ke perairan Natuna, Kepulauan Riau.
"Terus kita jalan. Kita juga ikut dan kami dapat masukan dari masyarakat di beberapa laut kita khususnya di daerah Natuna (ada banyak kapal ikan asing) dan kita sudah lakukan pengawasan terus secara ketat," kata Edhy Prabowo di Jakarta, Senin (30/12/2019).
Edhy Prabowo menjelaskan pengawasan dan pemantauan tersebut dilakukan tidak hanya secara online saja.

Tapi juga secara patroli langsung yang dibantu Bakamla dan Angkatan Laut.
"Tidak hanya sekedar (pantauan) online, kami lakukan secara fisik. Sekarang tim kita sudah ada di sana dan kami lakukan sinergi dengan Angkatan Laut dan Bakamla," jelas Edhy Prabowo.
Selain itu Edhy Prabowo juga melakukan koordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri.
Hal ini karena masuk dalam ZEE dan mencakup teritori dengan negara lain.
"Kami bersinergi koordinasi dengan Menteri Luar Negeri karena kan, hubungan dengan teritori. Dan karena akan ada pihak-pihak yang akan mengklaim segala macam. Kita kita harus berbicara dari sisi urusan luar negerinya," kata Edhy Prabowo.
Sebelumnya, nasib pemberantasan illlegal fishing menjadi tanda tanya karena masa kerja keanggotaan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing) atau Satgas 115 berakhir.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Prabowo Ingin Diplomasi Damai Selesaikan Persoalan dengan China di Laut Natuna"