Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Kota Konya dan Jejak Cinta Jalaluddin Rumi

Kami (tim peneliti “Moderasi Beragama” Program Litbang Kemenag Pusat) berjalan menuju stasiun tramvay untuk kembali mengunjungi area sekitar Museum Ja

Penulis: CitizenReporter | Editor: Ansar
Citizen Reporter
Foto bersama dengan Esin Celebi Bayru, generasi ke 22 Rumi, di International Mevlana Foundation, Kota Kenya, Turki. 

Karena terhanyut dengan suasana bahagia dan begitu ingin terlibat lebih jauh, saya pun ikut menyebutkan bahwa saya sendiri pernah menerjemahkan salah satu syarah orang atas berapa bagian kecil dari karya Rumi.

Beliau tampak senang, sebuah ucapan ‘subhanallah’ keluar dari bibirnya.

Lalu beliau bercerita tentang bagaimana orang dari berbagai penjuru dunia datang dan mempelajari Jalaluddin Rumi, yang ajaran intinya sebenarnya tidak lain dari penjabaran ajaran Alquran.

Secara spesifik beliau menyebutkan keadiran peziarah dari Cina dan Rusia, dan bahwa di sana juga ada Institusi Rumi yang ikut menyebarkan ajaran cinta Jalaluddin Rumi.

Dengan senyum ramah beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa kebanyakan peziarah tersebut bertujuan mencari “asupan rohani.”

Karena manusia pada dasarnya terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani, dan kedua unsur ini memerlukan asupan yang berbeda.

Ketika secara material jasmani manusi sudah terpuaskan, unsur dahaga batinnya juga perlu dipenuhi agar dapat mencapai kebahagiaan.

Ajaran cinta (divine love) Jalaluddin Rumi menuntut penghargaan terhadap kemanusiaan secara universal tanpa memandang suku, bangsa dan agama.

Dengan cinta, hati manusia menjadi kokoh untuk mengalahkan ego pribadi yang berpotensi menyesatkan. Dengan cinta, hati menjadi luas untuk memahami perbedaan dan tidak menghakimi.

“Bukan hanya menghargai manusia, melainkan menghargai seluruh bagian dari alam, karena semua itu adalah bagian dari kehidupan manusia.

Dan semuanya mempunyai kehidupan yang perlu dihargai” Ini adalah kehidupan,” kata beliau sambil menunjuk sofa.

“Iniadalah kehidupan,"katanya lagi sambil menunjuk jendela.

Salah satu dari kami bertanya bahwa apakah penghargaan terhadap seluruh bagian alam itu merupakan penjabaran dari konsep, bahwa kemanusiaan adalah rahmat bagi seluruh alam. Dan beliau membenarkan.

Saya sempat mengungkapkan tentang kesedihan saya karena tidak dapat mengakses langsung tulisan Rumi yang berbahasa Persia karena ketebatasan bahasa.

Saya sedih karena hanya bisa membaca buku-buku tejemahan.

Beliau tampak berempati namun dengan bijak menjelaskan bahwa “Intinya bukan persoalan bahasa, tetapi bagaimana kita bisa ‘terhubung’ dengan Mawlana (sebutan Kehormatan untuk Jalaluddin Rumi) untuk bisa memahami pemikirannya.”

Rasanya ini baru awal tanjakan untuk menuju puncak perbincangan, namun dari jauh asisten beliau sudah memberi isyarat bahwa waktu berkunjung sudah selesai.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved