Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Menangani Demonstran

Tanggung jawab siapa untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam aksi demonstrasi?

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Menangani Demonstran
DOK
Dr Sakka Pati SH MH, Kapuslitbang Konflik, Demokrasi, Hukum, dan Humaniora LPPM Unhas

Oleh: Dr Sakka Pati SH MH
Kapuslitbang Konflik, Demokrasi, Hukum dan Humaniora Unhas

Kebebasan berpendapat dan mengekspresikan diri bagi setiap warga negara Indonesia dilindungi oleh konstitusi karena merupakan salah satu hak asasi yang wajib dipenuhi oleh negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945. Ketentuan ini kemudian diturunkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Kebebasan berpendapat tersebut seringkali diekspresikan melalui demontrasi, baik kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum.

Tentu saja aksi demontrasi bukan merupakan hal yang tabu bagi negara yang menjunjung tinggi demokrasi seperti Indonesia. Ini karena tingkatan tertinggi bagi demokrasi yaitu ketika masyarakat ikut terlibat dalam segala pengambilan kebijakan.

Muaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Namun demikian, aksi demontrasi yang sebenarnya memiliki tujuan mulia seringkali ternodai dengan aksi-aksi ‘brutal’ baik dari pihak pendemo sendiri, maupun bagi aparat dalam rangka mengamankan aksi.

Tindakan-tindakan anarkis tersebut seringkali mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang berujung pada masalah baru, baik bagi pendemo maupun bagi institusi kepolisian sebagai pihak yang selalu dituntut untuk bertanggung jawab.

Dalam beberapa kasus terakhir menunjukkan bahwa adanya korban dari pihak pendemo diduga sebagai akibat tindakan penanganan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Tindakan represif mengacu pada pendekatan yang mengedepankan kekuasaan dengan mengancam, dengan melakukan penekanan untuk menangani secara cepat. Namun terkadang tindakan represif ini mengakibatkan kekerasan bahkan bisa melukai.

Pendekatan ini seringkali dipilih oleh otoritas dalam menghentikan berbagai aksi protes atau demonstrasi. Munculnya narasi-narasi represif maupun tindak kekerasan fisik aparat negara dapat meningkatkan persepsi atas risiko bagi para peserta aksi.

Situasi represif yang mengarahkan pada meningkatnya persepsi atas risiko ini juga diikuti dengan meningkatnya rasa tertindas dan juga perasaan takut. Dari sudut pandang aparat, rasa takut inilah yang diharapkan mampu menghentikan intensi untuk berpartisipasi dalam aksi protes berikutnya. Namun, tindakan represif juga mampu menguatkan bangunan identitas para demonstran. Pengalaman bersama mengalami penindasan akan meningkatkan ikatan kekeluargaan antarpeserta protes. Ikatan antarsesama peserta aksi yang sebelumnya tidak terbangun secara kuat akan semakin menguat seiring dengan meningkatnya pengalaman tertindas yang dirasakan bersama-sama sebagai akibat pendekatan represif aparat.

Pengalaman ini juga mampu meningkatkan perasaan melebur terhadap sesama pelaku aksi. Sederhananya, ikatan yang sebelumnya hanya didasari oleh kesamaan tuntutan misalnya, berubah menjadi ikatan yang dapat digambarkan melalui ikatan keluarga yang justru akan menimbulkan konflik berkepanjangan antara pendemo dan aparat kepolisian.

Atas dasar hal tersebut di atas, beberapa organisasi kemudian terbentuk sebagai wujud solidaritas pendemo terhadap rekan-rekannya yang menjadi korban yang meminta pertangggungjawaban pimpinan kepolisian yang dianggap gagal dan harus bertanggung jawab.

Namun hal yang menjadi perhatian adalah tanggung jawab siapa untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam aksi demonstrasi?
Tentunya ini bukan sekadar tanggung jawab aparat kepolisian, melainkan menjadi tanggung jawab bersama antara aparat dan demonstran. Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum bahwa Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Selain itu, pada Pasal 7 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan.

Apabila masing-masing pihak paham kewajiban dan tanggung jawabnya, tentu aksi demonstrasi akan berjalan lancar dan damai.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved