Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

MA Batalkan Program Kerja Wajib Dokter Spesialis di Daerah Pelosok, Dosen FK UMI: Memang Simalakama

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) sudah tak berlaku lagi pasca MA me

Penulis: Alfian | Editor: Syamsul Bahri
Dok. Pribadi
Dokter Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, dr Wawan Susilo 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Mahkamah Agung (MA) menegaskan menghapus peraturan Presiden mengenai kewajiban dokter spesialis bekerja di wilayah pelosok selama setahun pascalulus dari program spesialis.

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) sudah tak berlaku lagi pasca MA membacakan utusan gugatan Judicial Review Nomor 62 P/HUM/2018.

Pendaftaran CPNS 2019 sscasn.bkn.go.id: Kisi-kisi Soal, Latihan Tes & Kunci Jawaban, Download Gratis

Mirda Tewas Setelah Jilbabnya Terlilit Rantai Sepeda Motor di Jl Poros Larea-rea Sinjai

Rekam Jejak Karier Pelatih Niko Kovac, Resmi Dipecat Manajemen Bayern Muenchen

VIDEO: Klaim Pengurus Sah Gerindra Maros, Simak Penjelasan Kubu Ilyas Cika

Ada Pungli di GOR Sudiang, Inspektorat dan Gubernur Bikin Apa?

MA mempertimbangkan bahwa WKSD adalah bagian dari kerja paksa dan dilarang oleh UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa.

Usai Perpres No 4 Tahun 2017 ini dihapuskan, Presiden Joko Widodo pun menerbitkan Perpres baru yakni Perpres Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis.

"Pemenuhan pelayanan kesehatan spesialistik dilakukan melalui pemerataan dokter spesialis di seluruh wilayah Indonesia dalam bentuk pendayagunaan dokter spesialis rumah sakit," demikian bunyi pertimbangan Perpres No 31 Tahun 2019 itu.

Salah satu dokter Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, dr Wawan Susilo, menyebut bahwa penghapusan program WKDS ini seperti buah simalakama.

Ia beralasan bahwa sudah sepatutnya pemerataan pelayanan kesehatan terjadi di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan program pemerataan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Hanya saja menurut dosen Fakultas Kedokteran UMI ini program WKDS juga sebetulnya terkesan dipaksakan.

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sinjai mengunjungi pengungsi warga Lombok di Pulau Burung Loe, Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Selasa (11/9/2018).
Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sinjai mengunjungi pengungsi warga Lombok di Pulau Burung Loe, Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Selasa (11/9/2018). (samsul bahri/tribun-timur.com)

Ada sejumlah alasan sehingga program tersebut terkesan dipaksakan menurut lulusan FK UMI tahun 2013 ini.

"Pertama dokter spesialis itu kewajibannya ditugaskan minimal Rumah Sakit Tipe D atau Tipe C yang hanya ada di ibukota Kabupaten, tentu tidak bisa bertempat di Puskesmas karena persoalan peralatan. Itupun di kabupaten terkadang dan pasti fasilitas yang dibutuhkan juga kurang makanya selalu hanya merujuk pasien ke tempat lain yang lebih lengkap," ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (4/11/2019).

Kedua yakni masalah tempat tinggal yang jauh dari sarana atau fasilitas publik.

"Dokter spesialis yang bertugas di kabupaten tentu jauh dari ibukota Provinsi bahkan terkadang tinggal di pelosok, mengakses bandara atau pelabuhan untuk pulang cukup jauh dan pastinya soal ini pasti dokternya jauh dari keluarga," terangnya.

Masalah ketiga yang menjadi persoalan soal pendapatan atau sallary yang dianggap tidak berkesesuaian dengan kerja yang dilakukan.

"Ini bukan soal hitungan pendapatan tapi seorang dokter spesialis dituntut kerja sempurna, mulai dari pemeriksaan awal istilahnya dari A sampai Zdan dibutuhkan waktu yang panjang serta dukungan fasilitas perlengkapan yang memadai. Sementara banyak ditemukan kasus tidak memadainya fasilitas beda kalau di kota pasti mudah," tambahnya.

Terakhir dr Wawan Susilo menyebut bahwa pemerintah melalui program WKDS seharusnya tak memberlakukan program ini secara umum baik dokter spesialis.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved