Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Asap Riau vs Asap Antang

Kabut asap tidak hanya terjadi di Riau. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar, juga terjadi kabut asap

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Asap Riau vs Asap Antang
DOK
Khalil Nurul Islam, Mahasiswa UIN Alauddin Makassar

Oleh: Khalil Nurul Islam
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar

Riau menjadi trending topik Google beberapa hari terakhir sebagaimana dilansir Tribun Timur. Gegaranya kabar yang banyak diberitakan perihal Riau yang sedang memburuk akibat dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Selasa (10/9/2019) lalu. Ini menyebabkan kualitas udara di Pekanbaru, Riau, memburuk.

Kabut asap tidak hanya terjadi di Riau. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar, juga terjadi kabut asap yang disebabkan kebakaran pada Minggu (15/9/2019) hingga Senin (16/9/2019) subuh. Bahkan kadar asap dari TPA Antang bisa lebih parah dari Riau. Ini karena jenis bahan yang terbakar di TPA Antang adalah sampah.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Prof Dr Idrus Paturusi menyebut ada beberapa gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan setelah menghirup asap pembakaran sampah.

“Apalagi sampah yang terbakar dari bahan seperti karet, bahan cat, hingga bahan yang terbuat dari asbes. Masalah lebih serius jika menghirup asap ini gangguan pada paruparu,” ucap Prof Idrus yang juga dilansir tribun-timur.com.

Topik lainnya terkait dengan kebakaran di Riau adalah beredarnya foto hoax dengan fakta yang diungkapkan dari jawapos bahwa foto tersebut diambil pada saat kebakaran hutan di Kalimantan pada tahun 2015, 2016, dan 2019.

Di antara foto tersebut adalah foto ular anakonda yang mati terbakar dan orang utan yang terlihat kelelahan dan dehidrasi,
terlepas dari hal itu, bukan berarti tidak terjadi apa-apa yang berdampak pada satwa-satwa di Riau.

Dilansir dari Tempo bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih menghitung besaran kerugian yang dialami akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Rifai mengatakan perhitungan kerugian ini akan menggunakan metode Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Jitu Pasna.

“Jitu Pasna darurat karhutla bersifat dua asumsi,” kata Rifai. Pertama, asumsi kerusakan ekologi atau ekosistem. Di dalamnya termasuk kerusakan pada sumber daya fauna dan flora yang ada di wilayah yang terbakar. Kedua, asumsi gangguan pada kesehatan di masyarakat.

BNPB sendiri sebelumnya telah menghitung jumlah luas lahan yang terbakar dalam kurun waktu Januari hingga Agustus 2019, yaitu mencapai 328.724 hektar. Dengan kebakaran terbanyak di Riau dengan luas mencapai 49.466 hektar atau 14,9 persen dari
luas lahan yang terbakar di Indonesia. (Rabu, 18/09/2019).

Kabut asap tidak hanya berdampak pada wilayah Riau akan tetapi asap tersebut juga berdampak pada Negara tetangga, bahkan berita internasional menyebutkan bahwa kualitas udara yang kian buruk, sejumlah warga Malaysia menggaungkan desakan agar pemerintah Jiran menggugat Indonesia atas kerugian akibat kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan. Dengan nilai simbolis gugatan 1 ringgit atau setara Rp. 3.300, dengan tidak bermaksud mementingkan keuntungan.

Dalam surat desakan yang diteken oleh Guru Besar Universitas Malaya, Khor Swee Kheng, itu mereka mengklaim hanya ingin pemerintah Indonesia bertanggung jawab dan menjamin agar kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak terjadi lagi. (Rabu, 18/09/2019).

Dampak lain dari kabut asap yang merugikan masyarakat Indonesia dan negara tetangga, yang tidak kalah pentingnya adalah kabut asap yang terjadi juga bisa berdampak pada lapisan ozon. Salah satu yang menyebabkan pengrusakan lapisan ozon menurut ilmuan adalah asap kebakaran. Karena awan raksasa yang terbentuk pyrocumulonimbus yang bisa bertahan selama berbulan-bulan kemudian merusak lapisan ozon.

Fungsi lapisan ozon sendiri yang umum diketahui adalah untuk melindungi diri dari sinar ultraviolet matahari yang dapat menyebabkan kanker yaitu sebagai tabir surya bagi bumi dan menyerap sekitar 98 % sinar UV. Oleh karena itu salah satu kekhawatirannya ketika lapisan ozon menipis adalah meningkatnya jumlah penderita kanker kulit dan katarak.

Dampak lainnya adalah perubahan iklim cuaca yang tidak beraturan. Karhutla yang menyebabkan kabut asap tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem di alam akan tetapi juga berdampak pada akitvitas manusia. Terkadang juga menyasar pada aktivitas penerbangan yang diberhentikan karena kabut asap yang tebal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved