Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Memberantas Penyakit TBC

Untuk memperkuat komitmen stakeholders dan SKPD terkait, sangat diperlukan pula payung hukum di tingkat daerah berupa peraturan daerah.

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Memberantas Penyakit TBC
DOK
Syahridha Mked Trop, Alumni Magister Ilmu Kedokteran Tropis Unair/Kepala Comunity TB-HIV Care Aisyiyah Jeneponto

Oleh: Syahridha Mked Trop
(Alumni Magister Ilmu Kedokteran Tropis Unair/Kepala Comunity TB-HIV Care Aisyiyah Jeneponto)

Di tingkat global, penyakit TBC masih menjadi ancaman dan masalah utama dalam kesehatan yang perlu penanganan serius dari berbagai negara. Bahkan di forum sidang umum PBB ke-73 2019 di New York, isu TBC pernah dipaparkan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Penyakit TBC merupakan penyakit menular mematikan. Penyakit ini dapat membunuh 1/4 juta orang di dunia setiap hari.

Menurut laporan WHO tahun 2017, ditingkat global diperkirakan 10,4 juta kasus TBC baru dengan 3,7 juta kasus di antaranya adalah perempuan. Indonesia merupakan negara dengan beban TBC yang tinggi. Saat ini, Indonesia menempati urutan kedua setelah India sebagai negara penyumbang TBC terbesar di dunia.

Jumlah kasus TBC di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2017, diperkirakan ada 1,2 juta kasus TBC baru pertahun (391 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (42 per 100.000 penduduk).(Sumber. WHO 2017).

Dapat dikatakan bahwa jumlah kasus yang ditemukan dan telah tercatat (ternotifikasi) hanya sekitar 324.539 kasus. Artinya kasus TBC yang baru ditemukan di Indonesia hanya sekitar 35% dari 1,2 juta kasus yang diperkirakan. Masih ada sekitar 65% kasus yang belum ditemukan, diobati atau sudah diobati namun putus berobat dan belum tercata oleh program.

Tingkatkan Pencegahan

Jumlah penderita berpotensi bertambah jika tidak dilakukan dengan memutus mata rantai penularan, upaya pencegahan dan sosialisasi tentang bahaya TBC. TBC dapat menyerang siapa saja dan kapan pun. Bakteri yang ditularkan saat pasien TBC batuk, bersin, atau berbicara akan melayang-layang di udara dan dihirup oleh orang-orang di sekitar mereka.

Ketika menginfeksi tubuh, bakteri TBC akan ditahan oleh imunitas tubuh kita sehingga hidup dalam kondisi laten/dormant. Hanya 5-10% orang yang terinfeksi akan jatuh sakit, tetapi jika tidak diobati mereka dapat menularkan bakteri kepada 10-15 orang lainnya dalam setahun.

Saat ini masih sangat sedikit orang yang mengetahui bahwa TBC dapat diatasi sebelum seseorang jatuh sakit dengan pengobatan pencegahan. Pencegahan penyakit TBC dapat dilakukan sejak dini, melalui pemberian vaksin BCG yang diberikan pada bayi umur 2 bulan, vaksin ini dapat diperoleh secara gratis dipuskesmas.

Sedangkan untuk pencegahan penularannya dilakukan dengan mematikan kuman penderita dengan teratur berobat, batuk dan bersih bukan disembarang tempat tetapi saat batuk penderita TBC menutup mulut menggunakan sarung tangan agar bakteri tidak terlepas keluar ke udara. Ventilasi rumah yang cukup juga salah satu cara untuk menghindari penyebarannya.

Untuk meningkatkan pemahaman penderita, keluarga dan masyarakat tentu dengan aktif melakukan promosi, promosi bukan hanya dilakukan kepada para penderita semata tapi promosi kesehatan haruslah mencakup kesemua kalangan baik anak-anak sampai orang dewasa.

Dukungan Kebijakan

Pengendalian TBC secara global, nasional maupun skala lokal, sangat diperlukan upaya terpadu dan terkoordinasi untuk memantau dan menilai penyebaran TBC, surveilans resisten obat, dan populasi risiko.

Pendekatan terpadu berbasis laboratorium, program pengendalian TB, dan aplikasi teknik molekuler terbaru untuk mengedentifikasi dan melaporkan klon basil tuberculosis yang beredar dan muncul di seluruh dunia.

Begitupun pengendalian TBC di tingkat Nasional. Dalam upaya penanggulangan TB yang terpadu, komprehensif, dan berkesinambungan, diperlukan keterlibatan semua pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat dari tingkat nasional hingga individu. Masalah TBC bukan hanya pada aspek medisnya saja, tetapi aspek yang lain menjadi faktor menghambat penemuan, pengobatan dan kesembuhan pasien, yakni aspek pelayanan, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan dan lingkungan.

Saat ini, biaya pengobatan TBC ditanggung oleh Pemerintah. Obat TBC dapat diperoleh secara gratis di layanan kesehatan. Namun hal lain jadi penghambat pengobatan TBC masalah beban ekonomi. Sebagian besar nyatakan penderita TBC adalah dari golongan kurang mampu. Pasien perlu menanggung biaya hal non-medis seperti transportasi ke layanan dan biaya untuk makanan bernutrisi.

Secara nasional penanggulangan TBC telah diatur dalam Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Meskipun telah ada permenkes tersebut, namun implementasi di daerah belum menunjutkkan adanya dukungan kebijakan kuat secara politis. Nah, untuk memperkuat komitmen stakeholders dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, sangat diperlukan pula payung hukum di tingkat daerah berupa Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbup), atau Peraturan Walikota (Perwali).

Peraturan di tingkat daerah ini merupakan bentuk dari fungsi koordinasi dan pendelegasian wewenang dari kepala daerah kepada SKPD terkait. Selain itu, peraturan ini juga merupakan suatu bentuk komitmen politis yang sangat dibutuhkan untuk kesinambungan program pengendalian TBC secara bersama.

Adanya payung hukum di tingkat daerah, diharapkan juga akan dapat meningkatkan ketersediaan anggaran serta pengalokasian anggaran yang lebih baik untuk program TBC.

Masih tingginya presentasi kasus yang belum ditemukan dan tingginya kasus putus berobat, tentunya menjadi ancaman besar terhadap peningkatan penularan dari individu ke individu lain. Apalagi saat ini, sesuai hasil penelitian baru-baru ini yang saya lakukan, telah terjadi mutasi gen dari bakteri TBC yang dapat terjadi sebagai efek dari ketidakpatuhan pengobatan dan berdampak pada penularan bakteri dengan mutasi gen pula.

Saya yakin dengan komitmen bersama dari pihak-pihak pelaksana dengan adanya kebijakan daerah berupa Perda dan Perbup/perwakot serta ketersedian anggaran, maka eliminasi TBC 2030 dan Indonesia bebas TB 2050 akan terwujud. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved