Tribun Wiki
Ngamuk di Warung, Anak Elvy Sukaesih Idap Skizofrenia, 4 Kali Dirawat di RSJ, Ini Penjelasannya
skizofrenia mengganggu cara berpikir dan perilaku penderitanya. Sebagian besar penderita mengalami waham dan/atau halusinasi.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Kabar tidak mengenakkan kembali menghampiri keluarga ratu dangdut Elvy Sukaesih.
Belum usai permasalahan bersama sang anak Dhawiya, kini harus ditimpa dengan kabar kondisi sang anak lelakinya yang mengamuk di warung.
Dilansir dari Tribun Style, baik Elvy Sukaesih maupun Dhawiya sama-sama menegaskan bahwa HR tidaklah gila.
Elvy Sukaesih dan putrinya Dhawiya mengaku bahwa sang putra memang mengidap skizofrenia.
Penyakit skizofrenia sendiri sudah diderita putra Elvy Sukaesih ini sejak tahun 2015.
Rupanya ada peristiwa menyedihkan yang membuat kejiwaan anak Elvy Sukaesih ini tergoncang.
Hal ini diketahui saat keluarga melakukan klarifikasi atas kabar putra Elvy Sukaesih yang ngamuk di warung.
Tak hanya itu pihak keluarga pun mengakui bahwa HR sudah keempat kalinya dirawat di RSJ.
Pertama, Haedar dirawat di RSJ tahun 2015 lantaran terguncang usai anak perempuannya Zakiah meninggal di usia 22 tahun.
"Heidar saat itu amat sangat terpukul. Dari situ terlihat agak kurang bicara, enggak nyambung," imbuhnya.
Kemudian Syechans, adik Haedar menjelaskan, setelah momen itu kakaknya jadi rutin dirawat di RSJ.
Hampir setiap tahun Haedar dirawat di RSJ.
"Tahun 2017 dan 2018 di RSJ Duren Sawit, lalu sekarang 2019," jelas Syechans, seperti dikutip TribunStyle.com dari Grid.ID.
Apa Itu Skizofrenia
Melansir dari laman alodokter.com, skizofrenia sendiri adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang.
Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku.
Gejala tersebut merupakan gejala dari psikosis, yaitu kondisi di mana penderitanya kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri.
Berdasarkan WHO, kelainan skizofrenia juga bisa menyebabkan kematian di usia muda.
Sedangkan dikutip dari laman hellosehat, skizofrenia seperti yang idap putra Elvy Sukaesih ini memiliki beberapa gejala.
Gejala skizofrenia pada dasarnya bervariasi berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya.
Sejarah
Dilansir dari wikipedia, catatan sejarah mengenai sindrom yang mirip seperti skizofrenia jarang ditemukan sebelum abad 19, walaupun laporan mengenai tingkah laku yang tidak rasional, tidak bisa dimengerti atau tidak terkendali biasa ditemukan.
Sebuah laporan kasus mendetail dalam tahun 1797 mengenai James Tilly Matthews, dan catatan oleh Phillipe Pinel yang dipublikasikan tahun 1809, sering dianggap sebagai kasus-kasus terawal dari penyakit ini dalam literatur medis dan psikiatrik.
Skizofrenia pertama kali dideskripsikan sebagai sindrom berbeda yang mempengaruhi remaja dan kaum muda dewasa oleh Bénédict Morel pada tahun 1853, yang disebut démence précoce (secara harafiah berarti 'demensia awal').
Istilah demensia praekoks digunakan pada tahun 1891 oleh Arnold Pick dalam sebuah laporan kasus mengenai gangguan psikotik.
Pada tahun 1893 Emil Kraepelin memperkenalkan perbedaan baru yang luas dalam klasifikasi gangguan jiwa antara demensia praekoks dan gangguan suasana hati (yang disebut depresi manik dan termasuk juga depresi unipolar dan bipolar).
Kraepelin percaya bahwa pada mulanya demensia praekoks adalah penyakit otak, dan sejenis demensia yang khusus, yang dibedakan dari jenis demensia lain seperti penyakit Alzheimer yang biasanya muncul di kemudian hari dalam hidup.
Molekul dari klorpromazin (nama dagangnya Thorazine) yang mengubah secara radikal pengobatan skizofrenia dalam tahun 1950-an.
Kata skizofrenia yang diterjemahkan secara kasar menjadi “pembelahan pikiran” dan berasal dari kata dasar Yunani schizein (σχίζειν, "membelah") dan phrēn, phren- (φρήν, φρεν-, "pikiran")—dipopulerkan oleh Eugen Bleuler dalam tahun 1908 dan dimaksudkan untuk mendeskripsikan pemisahan fungsi antara kepribadian, berpikir, ingatan, dan persepsi.
Bleuler mendeskripsikan gejala utamanya sebagai 4 A: “Afeksi” yang datar, Autisme, gangguan “Asosiasi Ide” dan Ambivalensi.
Bleuler menyadari bahwa penyakit ini bukanlah demensia, karena beberapa dari pasiennya membaik keadaannya, bukannya memburuk, sehingga ia mengajukan istilah skizofrenia untuk penyakit itu.
Pengobatan diubah secara radikal pada pertengahan 1950-an dengan adanya perkembangan dan pengenalan klorpromazin.
Pada awal tahun 1970-an, kriteria diagnostik untuk skizofrenia menimbulkan sejumlah kontroversi yang akhirnya menghasilkan kriteria operasional yang digunakan sekarang.
Setelah dilakukannya Studi Diagnostik AS-Inggris 1971, menjadi jelas bahwa skizofrenia didiagnosis jauh lebih banyak di Amerika dibandingkan di Eropa.
Hal ini sebagian disebabkan karena kriteria diagnostik yang lebih longgar di AS, yang menggunakan manual DSM-II, berbeda dengan Eropa dan ICD-9 -nya.
Penelitian 1972 oleh David Rosenhan's, yang dipublikasikan dalam jurnal Science dengan judul " Menjadi waras di tempat tidak waras ", menyimpulkan bahwa diagnosis skizofrenia di AS sering bersifat subyektif dan tidak bisa diandalkan.
Hal-hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menyebabkan revisi pada tidak hanya diagnosis skizofrenia, tetapi juga revisi keseluruhan buku petunjuk DSM, yang menghasilkan publikasi DSM-III dalam tahun 1980.
Istilah skizofrenia biasanya disalahpahami sebagaia penderita yang memiliki “kepribadian terbelah”.
Walaupun beberapa orang yang didiagnosis dengan skizofrenia mungkin mendengar suara-suara dan mungkin mengalami suara-suara sebagai kepribadian yang berbeda, skizofrenia tidak melibatkan seseorang berubah menjadi kepribadian majemuk yang berbeda.
Kebingungan muncul, sebagian karena interpretasi literal dari istilah skizofrenia menurut Bleuler (Bleuler semula mengasosiasikan Skizofrenia dengan disosiasi dan memasukkan kepribadian terbelah dalam kategori Skizofrenia-nya).
Gangguan identitas disosiatif (memiliki “kepribadian terbelah”) juga sering salah didiagnosis sebagai Skizofrenia berdasarkan kriteria yang longgar dalam DSM-II.
Penggunaan salah yang diketahui pertama kali dari arti skizofrenia sebagai “kepribadian terbelah” adalah dalam sebuah artikel oleh penyair T. S. Eliot pada tahun 1933.
Masyarakat dan budaya
Istilah skizofrenia diciptakan oleh Eugen Bleuler.
Pada tahun 2002, istilah skizofrenia di Jepang diubah dari Seishin-Bunretsu-Byō(penyakit pikiran yang terbelah) menjadi Tōgō-shitchō-shō ( gangguan integrasi ) untuk menurunkan stigma.
Nama baru ini diilhami oleh model biopsikososial ; persentasi pasien yang didiagnosis dengan penyakit ini meningkat dari 37% menjadi 70% dalam waktu 3 tahun.
Di Amerika Serikat, biaya perawatan skizofrenia termasuk biaya langsung (rawat jalan, rawat inap, obat-obatan, dan perawatan jangka panjang) dan biaya perawatan non-kesehatan (penegakan hukum, menurunnya produktivitas tempat kerja, dan pengangguran) diperkirakan $62, 7 miliar dalam tahun 2002.
Buku dan film “A Beautiful Mind” menggambarkan riwayat hidup John Forbes Nash, seorang ahli matematika yang memenangkan Hadiah Nobel yang didiagnosis dengan skizofrenia.
Stigma sosial telah diidentifikasikan sebagai kendala utama dalam penyembuhan pasien yang menderita skizofrenia.
Kekerasan
Individu yang menderita penyakit jiwa parah termasuk skizofrenia memiliki risiko yang jauh lebih besar untuk menjadi korban kejahatan yang melibatkan kekerasan maupun non-kekerasan.
Di lain pihak, skizofrenia kadang-kadang dikaitkan dengan tindakan kekerasan yang lebih tinggi, walaupun ini terutama dikarenakan penggunaan obat-obatan yang tingkatnya lebih tinggi.
Tingkat pembunuhan yang dikaitkan dengan psikosis sama dengan yang dikaitkan dengan penyalahgunaan narkoba, dan paralel dengan tingkat keseluruhan di wilayah itu.
Peran yang dipegang skizofrenia dalam kekerasan tanpa penyalahgunaan narkoba adalah kontroversial, tetapi aspek-aspek khusus dalam riwayat individu atau keadaan jiwa bisa menjadi faktor pemicunya.
Liputan media yang berkaitan dengan skizofrenia cenderung berkisar tentang tindakan kekerasan yang jarang tapi tidak biasa.
Terlebih lagi, dalam sampel perwakilan yang besar dari penilitian tahun 1999, 12, 8% orang Amerika percaya bahwa individu yang menderita skizofrenia memiliki “kecenderungan sangat tinggi” untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain, dan 48, 1% mengatakan bahwa penderita skizofrenia “cenderung” untuk melakukan itu.
Lebih dari 74% berpendapat bahwa penderita skizofrenia “tidak begitu bisa” atau “tidak bisa sama sekali” mengambil keputusan yang berkaitan dengan pengobatan mereka, dan 70.2% berpendapat yang sama dalam kaitannya dengan keputusan pengelolaan keuangan.
Persepsi terhadap individu dengan psikosis sebagai kasar/brutal telah berlipat ganda prevelansinya sejak tahun 1950-an, menurut hasil satu meta-analisis.
Gejala
Seperti dilansir klikdokter.com, skizofrenia mengganggu cara berpikir dan perilaku penderitanya. Sebagian besar penderita mengalami waham dan/atau halusinasi.
Waham adalah suatu keyakinan yang salah (tidak sesuai fakta), tapi dipertahankan secara kuat meskipun sudah dijelaskan mengenai realita yang sebenarnya terjadi. Misalnya, seseorang yang punya keyakinan tak tergoyahkan bahwa dirinya adalah titisan dewa.
Ada beberapa jenis waham yang sering dialami penderita skizofrenia, antara lain:
- Waham kejar atau persekusi, yaitu keyakinan bahwa ada orang yang ingin membahayakan si penderita. Misalnya meyakini bahwa ada orang yang ingin meracuni penderita skizofrenia dengan menaburkan racun pada sumber air di rumah, merasa dirinya diikuti oleh seseorang yang bersenjata, dan lain-lain.
- Waham rujukan, yaitu keyakinan bahwa orang-orang di sekitar dan seluruh alam semesta ini punya hubungan dengan si penderita. Misalnya saat ada orang lain berkumpul di dekat penderita, si penderita meyakini kalau sekumpulan orang tersebut sedang membicarakannya.
- Waham kebesaran, yaitu keyakinan penderita bahwa dirinya adalah orang yang terkenal atau sangat hebat. Misalnya penderita meyakini kalau dirinya adalah seorang nabi atau Tuhan.
- Waham kendali, yaitu keyakinan penderita bahwa dirinya dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Misalnya penderita meyakini bahwa semua pikiran di kepalanya dikendalikan oleh badan intelijen.
Sementara itu, halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi auditorik (merasa mendengar suara yang sebenarnya tidak ada), misalnya mendengar ada suara yang membisiki dirinya untuk membunuh orang lain.
Selain halusinasi dan waham, gejala skizofrenia dapat berupa perilaku yang “tidak tergorganisir” (disorganized behavior), seperti tidak pernah mandi, rambut berantakan, bicara tidak nyambung, atau melakukan tindakan tanpa tujuan.
Gejala-gejala seperti yang disebutkan sebelumnya menyebabkan penderita skizofrenia bisa berlaku aneh, bahkan bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Meski demikian, ada pula gejala skizofrenia yang cenderung berlawanan dengan gejala-gejala di atas, seperti:
Emosi datar, dalam arti tidak menunjukkan ekspresi apa pun sepanjang waktu, intonasi suara datar, dan tidak ada kontak mata dengan orang lain.
Tidak mau merawat diri sendiri dan terlihat tidak antusias untuk melakukan aktivitas apa pun.
Cenderung diam dan enggan berbicara dengan orang lain.
Penyebab
Suatu kombinasi dari faktor genetika dan faktor lingkungan memainkan peranan dalam perkembangan skizofrenia.
Seseorang dengan sejarah skizofrenia dalam keluarga yang menderita psikosis transien atau pembatasan diri memiliki kemungkinan 20–40% untuk didiagnosis satu tahun kemudian.
Genetika
Perkiraan dari heritabilitas bervariasi karena kesulitan dalam memisahkan efek yang disebabkan oleh faktor genetika dan lingkungan.
Risiko terbesar timbulnya skizofrenia adalah adanya hubungan saudara tingkat pertama dengan penyakit (risikonya 6.5%); lebih dari 40% pada kembar monozigotik dari penderita skizofrenia juga terpengaruh.
Tampaknya bahwa banyak gen yang terlibat, setiap bagian kecil memberi efek dan transmisi serta ekspresi yang tidak diketahui. Banyak penyebab yang telah diajukan, termasuk yang spesifik seperti variasi jumlah salinan, NOTCH4, dan lokus protein histon.
Sejumlah segala sesuatu yang menyangkut genom seperti misalnya protein jari seng 804A juga telah ditautkan.
Terdapat tumpang tindih yang signifikan pada genetika skizofrenia dan kelainan bipolar.
Dengan mengasumsikan adanya dasar keturunan, suatu pertanyaan dari psikologi revolusioner adalah mengapa gen yang meningkatkan kemungkinan psikosis berkembang, dengan asumsi bahwa kondisi ini mungkin disebabkan oleh adanya ketimpangan adaptasi dari pandangan evolusi.
Satu teori mengimplikasikan keterlibatan gen dalam evolusi bahasa dan sifat alami manusia, tetapi hingga saat ini ide seperti itu tetap menjadi teori secara alamiah.
Lingkungan
Faktor lingkungan berhubungan dengan timbulnya skizofrenia di antaranya adalah lingkungan tempat tinggal, penggunaan obat dan stres masa kehamilan.
Gaya pengasuhan tampaknya tidak memberikan pengaruh besar, walaupun penderita yang mendapat dukungan dari orang tua keadaannya lebih baik daripada penderita dengan orang tua yang suka mengkritik dan kasar.
Tinggal di lingkungan urban pada waktu masa kanak-kanak atau masa dewasa secara konsisten tampaknya menaikkan risiko skizofrenia dua kali lipat, bahkan setelah memperhitungkan faktor penggunaan obat, kelompok etnis, dan ukuran dari kelompok sosial.
Faktor lain yang memainkan peranan penting termasuk isolasi sosial dan imigrasi yang berhubungan dengan kesulitan sosial, diskriminasi rasial, disfungsi keluarga, pengangguran, dan kondisi perumahan yang buruk.
Pencegahan
Saat ini belum disimpulkan adanya bukti efektivitas intervensi dini untuk mencegah skizofrenia.
Meski terdapat bukti bahwa intervensi dini pada orang dengan episode psikotik dapat memperbaiki hasil jangka pendek, hanya sedikit manfaat upaya ini setelah lima tahun.
Usaha untuk mencegah skizofrenia pada fase prodromal/awal belum jelas manfaatnya dan karena itu sejak tahun 2009 tidak disarankan.
Pencegahan sulit dilakukan karena tidak ada petanda yang tepercaya untuk terjadinya penyakit di kemudian hari.
Namun, beberapa kasus skizofrenia dapat ditunda atau mungkin dicegah dengan mencegah pemakaian ganja, khususnya pada remaja.
Seorang dengan riwayat skizofrenia dalam keluarga mungkin lebih rentan terhadap psikosis yang dipicu ganja.
Dan, satu studi menemukan bahwa gangguan psikotik yang dipicu ganja diikuti oleh terjadinya kondisi psikotik persisten pada sekitar setengah kasus.
Sumber berita: https://style.tribunnews.com/2019/09/15/kenali-skizofrenia-kelainan-anak-elvy-sukaesih-yang-membuat-adik-dhawiyah-4-kali-dirawat-di-rsj?page=all
Foto: KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG/Kolase
Penyanyi dangdut Elvy Sukaesih dan kedua outrinya, Fitria Sukaesih dan Dhawiya Sukaesih saat menggelar jumpa pers di kediamannya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Sabtu (14/9/2019).