Dicerca Setelah Isu Setujui Revisi UU KPK, Pembelaan Diri Jokowi, Klaim Tolak 4 Poin, Faktanya?
Presiden Joko Widodo mendapat berbagai cercaan usai meneken surat presiden yang ditujukan ke DPR RI untuk pembahasan Revisi UU KPK.
Namun, lagi-lagi dalam pasal 45 draf RUU, memang sudah diatur bahwa penyidik KPK tak hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan, tetapi juga penyidik pegawai negeri sipil.
Sementara dua poin lainnya yang ditolak Jokowi memang diatur dalam draf revisi.

Pertama, Jokowi tidak setuju KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Poin ini diatur dalam pasal 12 A draf revisi UU KPK.
Terakhir, Jokowi juga tidak setuju pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari KPK dan diberikan kepada kementerian/lembaga lain.
Poin ini juga memang diatur dalam pasal 7 draf RUU KPK. Dengan mengaku menolak empat poin tersebut, Jokowi pun mengklaim bahwa revisi yang dilakukan bukan untuk melemahkan KPK.
"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi musuh kita bersama."
"Saya ingin KPK punya peran sentral dalam pemberantasan korupsi, yang punya kewenangan lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain," kata Jokowi.
Pengakuan Jokowi yang menolak empat poin revisi UU KPK itu langsung dikutip mentah-mentah oleh banyak media.
Website resmi pemerintah seperti Setkab.go.id, Setneg.go.id juga memuat pernyataan Presiden itu bulat-bulat.
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bahkan membuat infografis terkait 4 poin yang ditolak Jokowi dan disebar ke media sosial.
Padahal, peneliti Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menilai pengakuan Jokowi menolak poin-poin revisi UU KPK itu didasarkan pada informasi yang tidak kredibel.
Ia mempertanyakan kenapa Jokowi menolak hal yang memang tidak diatur dalam RUU KPK.
"Ya berarti informasinya sendiri tidak kredibel, mosok informasi semacam itu dijadikan dasar membuat pernyataan resmi, memalukan Itu," kata Adnan kepada Kompas.com.
Peneliti ICW lainnya Donal Fariz curiga Jokowi disodori draf RUU KPK yang berbeda oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Bisa jadi presiden disodori draft yang lain sehingga bisa kecolongan. Hal ini semakin mempertegas bahwa presiden harus tarik Menkumham dari pembahasan RUU KPK," kata Donal.