Sudjiwo Tedjo Semprot Fahri Hamzah Bilang OTT KPK Hambat Investasi: Banyak OTT Bersih Bukan Kotor
Sudjiwo Tedjo Semprot Fahri Hamzah Bilang OTT KPK Hambat Investasi: Banyak OTT Bersih Bukan Kotor
Sudjiwo Tedjo Semprot Fahri Hamzah Bilang OTT KPK Hambat Investasi: Banyak OTT Bersih Bukan Kotor
TRIBUN-TIMUR.COM,- Budayawan Sudjiwo Tedjo memberikan tanggapan soal revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi pro dan kontra.
Menurut Sudjiwo Tedjo, dirinya setuju kalau saat ini yang terpenting yakni melawan korupsi, bukan soal KPK dilemahkan.
ILC TV One Tadi Malam, Fahri Hamzah Singgung Presiden Jokowi & Kritik KPK Lihat Reaksi Jubir Febri
"Itu poin yang bagus saya kira, dan dari Pak Rocky, KPK juga jangan merasa paling benar, saya kira itu bagus juga," kata Sudjiwo Tedjo dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Indonesia Lawyers Club, Rabu (11/9/2019).
Namun, Sudjiwo Tedjo mengoreksi pernyataan dari Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita yang mengatakan kalau sebaiknya baca dulu sebelum menaruh rasa curiga.
"Saya kira kadang-kadang dalam kebudayaan itu kita nggak perlu baca, Pak. Gak perlu baca materi revisinya kayak apa, tapi kita sudah bisa menebak gitu loh," kata Sudjiwo Tedjo.
Ia pun kemudian mencontohkan seekor kuda yang pintar, karena bisa menebak dengan tepat hitung-hitungan.
Rupanya menurut penelitian, kuda itu bukan belajar menghitung, tapi ada hal lain yang ia lihat saat menjawab.
"Satu tambah satu berapa, dia akan nginjek kakinya dua kali, begitu juga 4x4, kuda ini nggak perlu belajar 4x4 itu 16, dia ternyata setelah diselidiki melihat reaksi orang-orang, menjelang angka terakhir ternyata orang-orang itu tegang. Misal 4x4, pas angka 15 orang-orang tegang, kuda nginjek satu lagi, dan betul," ungkap Sudjiwo Tedjo.
Ia pun menyamakan posisinya dengan kuda tersebut.
"Jadi saya nggak perlu baca materi, materi hukum nggak usah, sudah berhak curiga," tandasnya.
Lebih lanjut Sudjiwo Tedjo menyamakan revisi UU KPK dengan aturan merokok sambil main bulu tangkis.
"Kalau misalnya semua orang itu merokok sambil main bulu tangkis, termasuk anggota DPR, terus tiba-tiba anggota DPR ingin membuat peraturan bahwa merokok sambil main bulu tangkis itu legal, kita nggak curiga," kata Sudjiwo Tejo.
Lain hal jika semua tidak nggak pernah merokok sambil main bulu tangkis, dan yang melakukan itu hanya anggota DPR saja.
"Tiba-tiba ingin membuat merokok sambil main bulu tangkis legal, kita patut curiga, ini mau enaknya sendiri. Ini kan seperti ini, karena saya nggak pernah korupsi kan, rakyat, loh yang mau saya korupsi apa? Ya sorry, Pak," ujarnya sambil melirik beberapa anggota DPR di sisinya.

Kemudian soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, ia mengaku keberatan dengan pernyataan Fahri Hamzah yang mengatakan kalau OTT KPK itu membuat investor jadi mikir dua kali untuk datang ke Indonesia.
Sebab menurut Sudjiwo Tedjo, hal itu malah menguntungkan investor ketika mengetahui kalau penegakkan hukum di Indonesia bagus.
"Saya jadi berpikir Pak, kalau misalkan saya jadi investor, orang asing nih ya, mau investasi di Indonesia terus banyak penangkapan, saya malah jadi investasi Pak, karena pasti bersih. Bukannya negeri kamu kotor banget kok banyak penangkapan, mestinya negeri kamu kok bagus banget penegakkan hukumnya, saya malah jadi berinvestasi," jelasnya.
Kemudian, Sudjiwo Tedjo pun mencurigai bahwa alasan investor tak datang bukan karena OTT KPK, melainkan karena hal lain.
"Jadi jangan-jangan investasi nggak datang bukan karena OTT itu, tapi karena kepastian-kepastian hukum yang lain, mungkin mejanya terlalu banyak dan sebagainya," kata dia.
Pun soal kecurgiaan terhadap revisi UU KPK, menurut Sudjiwo Tedjo, hal itu merupakan sifat alamiah makhluk hidup.
"Kalau soal curiga mencurigai, nah itu genetik, sekarang makin lama orang akan makin curiga, karena mereka yang curigalah yang hidup sehingga meneruskan gennya. Begitu pada macan ada gerumbulan-gerumbulan pasti ada macan, kita lari, kita selamat. Kalau yang nggak lari, ini teori evolusi, akan dimakan macan, ya punah. Sehingga manusapiens yang berlangsung hidupnya itu yang penuh kecurigaan, termasuk kecurigaan saya terhadap DPR, terima kasih," tutupnya.
Kata Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD kembali menanggapi soal revisi UU KPK yang sedang ramai diperbincangkan.
Kali ini, Mahfud MD mengatakan akan menjadi sangat aneh kalau Presiden Jokowi membuat surpres persetujuan pembahasan kepada anggota DPR RI periode 2014-2019.
Sebab menurutnya, berdasarkan ketentuan, Presiden diberi waktu sekitar 60 hari untuk menyikapi mengenai revisi UU KPK tersebut.
Hal itu dirasa aneh oleh Mahfud MD, karena anggota DPR RI periode 2014-2019 masa jabatannya akan berakhir 20 hari lagi.
Tak hanya itu, Mahfud MD juga sebelumnya mengoreksi pernyataan Said Didu soal revisi UU KPK tersebut.
Melalui akun Twitter-nya, Said Didu mengomentari artike berita di Kompas.com yang berjudul 'Revisi UU KPK Diketok DPR, Jokowi: Saya Belum Tahu Isinya'
Pada komentarnya, Said Didu tampak mengkritik pernyataan Jokowi yang mengaku belum tahu isinya tersebut.
Menurutnya, tak ada alasan Jokowi sudah baca atu belum, sebab itu sudah diketok palu dan menjadi tanggung jawabnya.
"Lha kan Bapak yg tanda tangan amanat presiden kepada pejabat yg mewakili pemerintah bersama dim-nya.
Jika sdh diketok atas persetujuan yg mewakili Bpk maka tdk ada alasan bhw Bpk blm baca.
Baca atau tdk baca itu tanggung jawab Bapak," tulisnya.
Rupanya Tweet Said Didu itu diteruskan oleh Warganet ke akun Mahfud MD.
Sehingga Mahfud MD pun ikut mengomentari cuitan tersebut.
Menurut Mahfud MD, Said Didu tampaknya keliru mengartikan hal tersebut.
Lebih lanjut Mahfud MD menjelaskan, yang diketok palu yakni usul revisi UU KPK di tingkat DPR, bukan pengesahan revisi UU KPK.
Untuk itu menurut Mahfud MD, wajar jika Jokowi belum membaca isinya.
Sebab, ia baru akan membaca setelah usulan itu resmi disampaikan kepada Presiden.
"Sy kira Pak Didu keliru.
Ini bkn pengesahan Revisi UU tp pengesahan Usul Revisi UU di tingkat DPR.
Jd resminya Presiden memang blm membaca.
Nanti stlh resmi disampaikan kpd Presiden barulah dibaca.
Kalau setuju ditunjuk Menteri dan dibuat Supres Pembahasan ke DPR.
Klu tdk ya tdk," tulisnya.
Pada Tweet terbarunya, Mahfud MD juga menilai akan aneh jika Jokowi membuat surpres atau surat Presiden persetujuan pembahasan revisi UU KPK kepada anggota DPR periode 2014-2019.
Sebab Jokowi diberi waktu 60 hari untuk menyikapinya, sementara anggota DPR periode 2014-2019 masa jabatannnya akan berakhir 20 haari lagi.
"Terkait keputusan DPR tgl 5-9-2019 ttg usul inisiatif Revisi UU-KPK akan menjadi sangat aneh jika Presiden membuat surpres persetujuan pembahasan kpd DPR yg skrng.
Mnrt ketentuan Presiden diberi waktu sekitar 60 hr utk menyikapinya; pd-hal DPR yg skrng masa tugasnya tinggal 20 hr," tulisnya Sabtu (7/9/2019).
Ia juga menjelaskan, waktu 60 hari itu rasional, sebab sebelum surat Presiden dikeluarkan, harus ada kajian terlebih dahulu oleh kementerian.
Jika sudah dilakukan kajian, baru surat Presiden akan dikeluarkan.
"Waktu 60 hr yg diberikan kpd Presiden adl rasional sebab sblm surpres dikeluarkan di internal lembaga Eksekutif hrs ada dulu kajian yang mendalam oleh kementerian.
Tim dari kementerian hrs mengkaji draft RUU dan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Stlh itu baru Surpres," tulisnya lagi.
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Fahri Hamzah Sebut OTT KPK Hambat Investasi, Sudjiwo Tedjo: Banyak OTT Justru Bersih Bukan Kotor, https://bogor.tribunnews.com/2019/09/11/fahri-hamzah-sebut-ott-kpk-hambat-investasi-sudjiwo-tedjo-banyak-ott-justru-bersih-bukan-kotor.