Akademisi Unhas Tolak Revisi UU KPK RI, Ini 5 Poin Pernyataan Sikapnya!
Sejumlah pihak menilai rencana revisi UU merupakan pintu melemahkan posisi KPK sebagai lembaga rasuah yang sejauh ini bekerja
Penulis: Alfian | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rencana revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menuai polemik.
Sejumlah pihak menilai rencana revisi UU merupakan pintu melemahkan posisi KPK sebagai lembaga rasuah yang sejauh ini bekerja secara independen.
Baca: Mahfud MD Tegur Said Didu Usai Sentil Jokowi, Kubu Prabowo Heran Presiden Tak Tahu Revisi UU KPK
Baca: KPK Imbau Konsumen Minta Struk Pembelian Produk
Baca: Ini Profil Lili Pintauli dan Kehebatannya, Jadi Perempuan Satu-satunya Calon Pimpinan KPK
Para akademisi Universitas Hasanuddin yang tergabung dalam Pusat Kajian Anti Korupsi (PaNKAS) bahkan mengeluarkan pernyataan sikap terkait penolakan pembahasan revisi UU KPK.
Surat penyataan sikap tersebut dikeluarkan sebagai bagian konsolidasi Nasional yang tengah digodok.
Selain surat penyataan sikap, akademisi Unhas juga menggalang solidaritas lewat sebaran dukungan berupa tanda tangan.
"Sekarang Pankas tergabung dalam Aliansi Nasional Untuk KPK, ini merupakan gerakaner lintas kampus. Kami sudah mengumpulkan tandatangan pernyataan dari semua Dosen lintas Fakultas di Unhas dan sudah ada puluhan yg bergabung dari berbagai Fakultas untuk menolak revisi UU KPK," ucap Ketua PaNKAS Unhas, Dr Hasrul, saat dihubungi, Minggu (8/9/2019).
Berikut lima poin pernyataan sikap PaNKAS Unhas menyikapi revisi UU KPK RI:
1. Bahwa revisi UU KPK adalah upaya terencana dan sistematis untuk melemahkan KPK sebagai lembaga harapan publik dalam rangka memburu perilaku korupsi yang telah menggurita ditengah-tengah masyarakat.
2. Bahwa Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana dalam Pasal 37A dan Pasal 37B dengan kewenangan yang sangat besar, menyebabkan dapat dikebirinya kewenagan pimpinan KPK dalam pemberantasan korupsi. Kewenangan Dewan Pengawas terutama dalam kaitannya dengan izin penyadapan yang akan dilakukan oleh pimpinan KPK, unsur Dewan Pengawas yang diusulkan oleh DPR dan Presiden untuk pertama kalinya, juga syarat-syarat dewan pengawas yang tidak dirinci di dalam undang-undang ini menyebabkan masa depan pemberantasan korupsi di ujung
tanduk.
3. Bahwa berdasarkan perubahan UU ini, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Hal ini merupakan bentuk pelemahan terhadap KPK, oleh karena salah satu yang menjadi pembeda KPK dengan lembaga penega hukum lain selama ini adalah bahwa di KPK
tidak mengenal penghentian penuntutan. Karena penghentian
penuntutan dalam menyebabkan teradinya negosiasi, dan juga sekaligus menunjukan kelemahan KPK dalam membuktikan suatu tindak pidana korupsi. Selama ini KPK telah berhasil membuktikan hampir seluruh perkara yang dilimpahkan ke pengadilan dan berhasil dijatuhi hukuman
oleh majelis hakim.
4. Perubahan ini juga menutup ruang bagi KPK untuk memiliki penyelidik dan penyidik sendiri. Semangat penguatan KPK dengan upaya agar bisa memiliki penyidik dan penyelidik sendiri dikunci dengan Pasal 43 (1), Pasal 43 A: (2), Pasal 45 (1), Pasal 45 A Ayat 1 dan 2, bahwa Penyelidik KPK merupakan penyelidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan Penyidik KPK merupakan penyidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang
5. Disamping itu, terdapat perubahan-perubahan lain yang sedikit-banyak mengganggu independensi KPK.
Mahfud MD Tegur Said Didu Usai Sentil Jokowi, Kubu Prabowo Heran Presiden Tak Tahu Revisi UU KPK
Ketika Mahfud MD Tegur Said Didu Usai Sentil Jokowi, Pendukung Prabowo itu Heran Presiden Tak Tahu revisi UU KPK
Hal ini viral di media sosial Twitter