Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Baru, Waspada Cleptoracy
Literally meaning "the rule by thieves," is a form of political corruption in which the ruling government seeks personal gain
Oleh: Abdul Chalid Bibbi Pariwa
Dosen Ilmu Politik Universitas Teknologi Sulawesi (UTS) Makassar

“Literally meaning "the rule by thieves," is a form of political corruption in which the ruling government seeks personal gain and status at the expense of the governed.
Through graft and embezzlement of state funds, corrupt leaders amass tremendous wealth at the expense of the broader populace.”
Budaya korupsi belum menjadi bagian dari masa lalu negara kita yang kini memasuki era demokrasi langsung.
Baca: Buku Sutopo Purwo Nugroho Pakai Judul Lagu Raisa, Lagu Mana? Najwa Shihab Ungkap Mantan Humas BNPB
Baca: Perseteruan Mo Salah & Sadio Mane Apakah Sinyal Liverpool Pecah? Ini Komentar Kapten & Juergen Klopp
Bahkan tampak akan tetap menjadi bagian dari masa depan kehidupan politik dan penyelenggaraan pemerintahan pada beberapa puluh tahun ke depan.
Masalah korupsi adalah fenomena kronis di negara-negara berkembang yang berpuluh tahun silam juga banyak dialami oleh negara-negara yang telah maju seperti di Eropa dan Amerika.
Karena korupsi yang kronis itu mereka bahkan meninggalkan istilah-istilah semisal Kleptoracy-dari kata Yunani, kleptes berarti pencuri, dan Kratos, kuasa.
Di atas, Michael Erbschloe (2019), Fighting Public Corruption in The United State menyebut sebagai salah satu jenis korupsi politik yang dilakukan penguasa dalam pemerintahan.
Bertujuan mendapatkan keuntungan pribadi dari dana dan program publik dengan mengorbankan kepentingan lebih luas.
Dalam banyak literasi politik bisa disamakan dengan korupsi terstruktur, berjejaring dalam relasi patronase.
Di Amerika berlangsung di seluruh lembaga kata Michael, melibatkan pejabat publik di semua level pemerintahan.
Termasuk lembaga penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan peradilan.
Baca: Kembali ke Pemprov Sulsel, Stadion Mattoanging Bakal Direnovasi Berat Mirip Stadion Ini? Mulai 2020
Baca: Kata Zodiak - 4 Bintang Ini Bakal Selalu Ketemu Hari Baik di Bulan September 2019, Virgo Superstar
Korupsi politik seperti ini paling banyak ditemukan di negara-negara berkembang saat ini, termasuk Indonesia.
Di negara kita, bisa dilihat dari eksistensi lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti awal berdirinya, KPK masih bekerja keras menjalankan fungsi-fungsinya.
Dan hari ini, tersangka tindak pidana korupsi silih ganti, masuk dan keluar kerangkeng KPK.
Data pada kpk.go.id, sejak 2004 menunjukkan, korupsi terjadi di hampir seluruh sektor publik.
Termasuk badan usaha miliki negara (BUMN), swasta dan korporasi-terbaru.
Satu contoh kasus direktur Krakatau Steel dengan gaji ratusan juta, disokong tunjangan, kendaraan dinas, asuransi, layanan kesehatan, dan fasilitas lainnya, tapi masih korup.
Pada pemerintahan, budaya cleptorasy ini terlihat dari keterlibatan pejabat baik eksekutif, pun legislatif.
Sebagai catatan tahun 2019-bisa jadi data sementara, ada sembilan walikota atau bupati ditangani KPK.
Pejabat eselon, delapan orang, dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah, juga delapan orang. Angka ini lebih tinggi dari profesi lainnya dalam lingkaran pejabat publik.
Baca: Bursa Transfer Liga Spanyol - Akhirnya Neymar Pilih? Barcelona or Real Madrid, Lihat Daftar Lengkap
Baca: Bursa Transfer Liga Italia - Daftar Masuk & Keluar Ditutup AC Milan & AS Roma, Pemain Arsenal & MU
Jumlah ini turun dibanding tahun 2018. Entah tahun 2020 nanti. Data KPK sejak 2004, menampilkan tren korupsi semenjak rezim demokrasi langsung di Indonesia hanya pasang surut belaka.
Tahun 2019 ini turun, tetapi boleh jadi, tahun depan, atau depannya lagi, grafiknya bakal naik.
Cleptoracy, mental ini terbentuk dari kebiasaan yang berlangsung lama dalam kehidupan politik maupun pemerintahan.
Ini disebut Michael sebagai hasil kesepakatan rahasia, ditutupi dengan komunikasi bisik-bisik, “jabat tangan kilat” , dan dibayarkan di bawah meja.
Demokrasi langsung dengan kepesertaan pemilihan yang terbuka, kian menambah subur budaya ini.
Dalam riset-riset sebelumnya, ditemukan adanya korelasi yang kuat antara perubahan model pemilihan dengan besarnya biaya politik yang dikeluarkan oleh para politisi dari tahun ke tahun.
Hal ini kemudian melahirkan politisi yang ketika duduk dalam pemerintahan akan bermain pada “the rule by thieves”. Mereka memanfaatkan program dan barang-barang publik lewat pemerintahan.
Tidak heran, data KPK 2019 di atas, menunjukkan korupsi di pemerintahan daerah, banyak melibatkan tiga poros yaitu; kepala daerah, pejabat eselon, dan anggota dewan.
Selama ini, pemanfaatan program, barang dan dana publik banyak diatur melalui persuaan dan “bisik-bisik” tiga poros pemerintahan tersebut.
Dimulai sejak perencanaan program, hingga implementasinya di lapangan.
Politisi, oknum anggota dewan dan pejabat politik terdorong untuk mengumpulkan biaya politik, dan pejabat birokasi karena kebiasaan yang tak puas-puas, maka terjadi Cleptoracy.
Oyah…, di bulan-bulan ini, anggota dewan periode 2019-2024 di sejumlah daerah telah dilantik.
Selamat! Kami berharap, yang baru diantaranya tak terjerumus dalam “the rule by thieves”. Sementara senior, bisa jadi tauladan dan panutan positif.
Wallahu ‘alam Bissawab… (*)