Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

OPINI - Hak Angket dan The Squad

Heran juga, di Jakarta sekelas ‘dukun’ jam tangan pun tahu gerilya pengawasan dilakukan oleh anggota DPRD Sulsel melalui Hak Angket.

Editor: Aldy
Handover
Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Sulsel, Armin Mustamin Toputiri 

Oleh:
Armin Mustamin Toputiri
Anggota DPRD Sulsel

Setiba di Jakarta, saya bergegas membawa jam tangan bermerek - pemberian seorang sahabat - ke tukang service.

Mendengar dialeg saya, “Bapak, asal Makassar ya?”. Saya menjawab, ya iyya. “Wah, itu gimana Pak ya. Katanya gubernur sana, mau dimakzulkan oleh Anggota DPRD?”.

Loh, dapat informasi dari siapa Pak? “Lihat di tivi dan baca di koran, Pak”. Ya, saya juga mendengar begitu Pak. Jawab saya seadanya, tanpa perlu memperjelas diri sebagai anggota DPRD Sulsel.

Heran juga, di Jakarta sekelas ‘dukun’ jam tangan pun tahu gerilya pengawasan dilakukan oleh anggota DPRD Sulsel melalui Hak Angket.

Menyadarkan saya - kini era bebas informasi - publik semudah, juga secepatnya tahu informasi apa diperbuat oleh orang-orang yang diberi amanah mengurus negara.

Tak terkecuali, wakil rakyat dalam menunaikan fungsinya.

Baca: Aliansi Mahasiswa di Majene Galang Donasi untuk Korban Kebakaran Pasar Topoyo

Miriam Budiardjo menyebutkan tiga fungsi diemban legislator: legislasi, pengawasan, dan anggaran. Di lembaga legislatif manapun, ketiga fungsi itu melekat secara utuh.

Konsokuensi dimiliki atas pembagian ‘Trias Politica’ dalam kekuasaan negara demokrasi. Baik oleh John Locke, maupun Montesquieu, membaginya; (1) Eksekutif, (2) Legislatif, serta (3) Yudikatif.

Pemisahan ketiganya diharap agar tak terjadi penumpukan dominasi kekuasaan yang absolut. Diharap, satu diantara yang lain saling kontrol check and balance meski ketiganya bersesama mengurusi negara.

Persetujuan 60 orang dari 85 Anggota DPRD Sulsel dalam Sidang Paripurna guna memanfaatkan fungsi pengawasan Hak Angket terhadap style kepemimpinan serta kebijakan pemerintahan Sulsel di bawah kendali Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah tak lebih kurang sama apa dilakukan empat perempuan tangguh di Kongres Amerika.

Populer disebut ‘The Squad’ yang membuat Trump uring-uringan. Hal yang sama - banyak penanda - Gubernur Sulsel menghadapi hal yang sama.

Jika The Squad dari Partai Demokrat menjadi seteru Trump dari Partai Republik, maka Nurdin di Sulsel, juga sama. Ia lantang dibela sekian partai pengusungnya.

Jika Gubernur Sulsel seringkali berkeluh melalui media massa atas Hak Angket dengan diksi sedikit sinis, tidak lebih kurang hal sama dilakukan Presiden Amerika.

Menghadapi serangan The Squad, Trump membalas dengan diksi rasis. “Jika Anda tak suka kepemimpinan saya, Anda terus mengeluh, Anda boleh pergi”.

Baca: Napi Rutan Majene Ajarkan Kerajinan ke Warga Polman

Sebegitu keras sindiran ditujukan Trump kepada empat perempuan mitra kerjanya di Kongres.

Keempat perempuan ‘The Squad’ imigran itu adalah Alexandra Ocasio-Cortez (turunan Puerto Riko), Ayanna Pressley (Afrika), Rashida Tlaib (Palestina), dan Ilhan Omar (Somalia).

Tiga di awal, lahir juga besar di Amerika, lalu Ilhan Omar lahir di Somalia, masuk Amerika kala masih belia.

Mereka dipilih mewakili rakyat Amerika di dapil; New York, Michigan, Massachusetts, dan Minnesota.

Anggota HOR
The Squad, anggota HOR, Kongres Amerika itu, gigih memanfaatkan fungsi pengawasan dimiliki. Sebagai wakil rakyat, tugas mereka berbicara.

Menyuarakan aspirasi rakyat yang diwakili, serta mengawasi roda pemerintahan.

Bahkan melakukan kritik adalah bagian dari tugasnya. Jika tidak dilakukan, keberadaan mereka patut dicurigai.

Atas dasar itu, The Squad melempar kritik pedas pada Trump, diantaranya soal kebijakan Trump yang berat sebelah atas konflik Israel-Palestina.

Baca: Tahun Baru Islam, BKMT Belopa Gelar Lomba Islami

Tak hanya kebijakan Trump yang ditentang empat wanita tangguh ‘The Squad’ itu.

Tetapi juga pada banyak ujaran Trump di media massa yang dianggap melecehkan, meruntuhkan martabat warga bangsanya sendiri.

Ujaran kebencian Trump, seringkali rasis. Terutama ditujukan kepada penganut agama lain, khusunya Muslim.

Apalagi karena di antara empat perempuan seterunya terpilih menjadi anggota HOR, Kongres Amerika, Rashida Tlaib dan Ilhan Omar, adalah muslim.

Kritikan tiada henti dilancarkan keempat imigran perempuan itu, membuat Trump benar-benar berang.

Bahkan ia balik mencerca The Squad, “Mereka dari negara yang pemerintahannya tidak kompoten, buruk, korup, dan membawa malapetaka bagi dunia. Mengapa mereka tak kembali saja ke negeri asalnya, memperbaiki tempat yang dipenuhi kejahatan itu”.

Sungguh, ini benar-benar pernyataan rasis. Ditujukan pada ‘yang mulia’ anggota House of Representatives (HOR).

Baca: Di Lokasi Pembangunan Rest Area Sidrap Bakal Dibangun Masjid Terapung

DPRD Sulsel
Diadang kritik dari Anggota Kongres atas sejumlah kebijakan yang dinilai menyimpang, Trump justru membalas dengan ciutan yang dinilai menebar rasisme dan xenophobia.

Sikap arogan itu sebaliknya membuat Kongres Amerika melakukan sidang darurat.

Tak dinyana, 240 wakil rakyat setuju untuk menyampaikan semacam ‘intervelasi’. Hanya 187 lainnya yang menolak.

Di antara yang setuju, ada empat anggota partai pendukungnya, menilai Trump melegitimasi kebencian.

Skor kemenangan 240 vs 187 suara anggota HOR, Kongres Amerika itu jadi penanda bekerjanya nurani wakil rakyatnya.

Persetujuan 60 orang, di antara 85 anggota DPRD Sulsel atas usulan Hak Angket, guna menunaikan fungsi pengawasan terhadap kebijakan Gubernur Sulsel, sama persis apa dilakukan The Squad.

Konon banyak kepentingan menunggangi, itu konsokuensi perhelatan politik. Itulah ekor jas, asal bukan menyembelih qurban kambing hitam. Si penebus kekeliruan.

“Pak, jam tangannya sudah bagus”. Tukang service jam tangan itu, menyadarkan saya dari buai lamunan nun jauh hingga ke negeri yang kini dipimpin pebisnis kasino itu. Oh ya, bayarannya berapa pak? Buka dompet cari uang pembayaran.

“Bapak kerja di mana?” Saya menjawab apa adanya. “Kerja di DPRD Sulsel. “Ohw, Bapak ikut mendukung Hak Angket itu juga ya?” Kujawab, iya. “Kalo gitu Bapak gak usah bayar!”. Kenapa? “Bonus Pak, nurani rakyat ada di Hak Angket”. Asyiiik...! (*)

Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Senin (02/09/2019)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved