Wilayah Calon Ibu Kota Negara Baru Berada Pada Zona Rawan Bencana?
Risiko tersebut bersifat dinamis. Artinya hal itu bisa berkembang apabila terdapat beberapa faktor pendukung.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wilayah yang menjadi calon Ibu Kota Negara Indonesia di Kalimantan Timur berada pada zona, dengan tingkat risiko ancaman bencana rendah hingga sedang.
Berdasarkan data dari alat kaji potensi bencana InaRis, ancaman risiko bencana yang bisa terjadi diantaranya dari hidrometeorologi seperti banjir, terutama di wilayah muara sungai.
Hal itu dikatakan oleh Deputi Bidang Sistem dan Strategi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wisnu Widjaja, Jumat (30/8/2019)
Risiko tersebut bersifat dinamis. Artinya hal itu bisa berkembang apabila terdapat beberapa faktor pendukung.
Live Trans7, Jadwal MotoGP San Marino 2019: Menunggu Aksi The New Marc Marquez dari Yamaha
Hingga Juli 2019, Transaksi Kliring Pengeluaran Rp 1,694 Triliun di Sulsel
Kemenag Tana Toraja Juara Lomba Paduan Suara, Hadiahnya Tampil di Hari Jadi Toraja
Faktor itu seperti tata kelola ruang yang tidak baik, tidak memperhatkan kajian lingkungan dan faktor urbanisasi.
Wisnu juga mengatakan bahwa ancaman bencana itu sendiri datang dari perilaku manusianya sendiri.
"Risiko ini dinamis, kalau banyak manusia di sana bisa berkembang menjadi tinggi ancaman bencananya khususnya hidrometrologi, karena ini hubungannya dengan lingkungan," katanya.
"Kalau manusia masuk dan tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) maka akan ada ancaman. Semua itu disebabkan oleh manusia," kata Wisnu.
Potensi ancaman gempa dan tsunami, menurut Pakar dan Peneliti Tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, tingkat risiko ancaman bencana Kalimantan Timur berada pada level rendah hingga sedang.
Berdasarkan kajian hipotesisnya, potensi risiko dari gempa dan tsunami ini merupakan dampak dari wilayah lain seperti dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Sedangkan potensi dari tsunami yang disebabkan longsoran bawah laut, Widjo mengatakan ada tiga titik lokasi yang berpotensi di wilayah Selat Makassar dengan potensi kerawanan hanya 4%.
"Misalpun ada (gempa dan tsunami), itu berasal dari wilayah lain seperti Sulawesi dengan tingkatan risiko rendah hingga sedang," ujar dia.
Live Trans7, Jadwal MotoGP San Marino 2019: Menunggu Aksi The New Marc Marquez dari Yamaha
Hingga Juli 2019, Transaksi Kliring Pengeluaran Rp 1,694 Triliun di Sulsel
Kemenag Tana Toraja Juara Lomba Paduan Suara, Hadiahnya Tampil di Hari Jadi Toraja
"Kendati demikian harus disimulasikan melalui pemodelan," kata Widjo.
Menyinggung potensi kebakaran hutan dan lahan, Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo tak menyangkal bahwa Kalimantan Timur masih berada pada peringkat ke-5.
Dengan total luas lahan yang terbakar mencapai 4.430 hektar dari 34 provinsi di Indonesia.
Sedangkan peringkat pertama kasus karhutla adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan total luas 71.712 hektar berdasarkan data per Juli 2019.
Hal itu menjadi kajian yang akan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah pusat dan tentunya pemerintah daerah dan segala unsur yang terkait.
"Kaltim ini peringkat ke lima se-Indonesia. Kasus terparah ada di NTT," kata Agus.
Menurut pemantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui satelit.
Jumlah titik hotspot yang muncul di beberapa wilayah Kalimantan bukan selalu merupakan kebakaran hutan.
Sedangkan perkiraan musim kemarau yang akan berakhir lebih lama dari tahun sebelumnya merupakan dampak dari fenomena El Nino.
Live Trans7, Jadwal MotoGP San Marino 2019: Menunggu Aksi The New Marc Marquez dari Yamaha
Hingga Juli 2019, Transaksi Kliring Pengeluaran Rp 1,694 Triliun di Sulsel
Kemenag Tana Toraja Juara Lomba Paduan Suara, Hadiahnya Tampil di Hari Jadi Toraja
Hal tersebut tentunya sekaligus menjadi faktor banyaknya titik hotspot yang terdeteksi di beberapa wilayah di Indonesia.
"Hotspot bukan berarti kebakaran hutan dan lahan. Harus dipantau data hotspot selama 3 hari. Dan dilihat apakah ada tampilan asap di citra satelitnya untuk bisa menyimpulkan apakah itu kebakaran besar atau tidak"
"El Nino menjadi faktor penyebab meluasnya hotspot yang seperti terjadi sekarang ini," ujar Indah Prasasti, Peneliti Penginderaan Jauh LAPAN.
Dari hasil pertemuan Tim Intelijen Bencana, dapat disimpulkan bahwa potensi ancaman bencana di Kalimantan Timur ini berada pada level rendah hingga sedang.
Yang mana hal itu bisa menjadi besar apabila tata kelola ruang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan ditambah tentang perilaku manusianya.
"Perilaku manusia harus diatur untuk keberlangsungan masa depan anak cucu kita. Demi Ibu Kota Negara yang baru," ujar dia.
"Kalimantan Timur kanvasnya sudah bagus, tinggal bagaimana kita mengatur dan mengelola tata ruangnya," tutup Wisnu. (*)
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: