OPINI
OPINI - Menyiasati Pencemaran Bau Busuk di Pantai Losari
Penulis adalah Dosen Ekotoksikologi Perairan dan Biodermediasi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas

Oleh:
Khusnul Yaqin
Dosen Ekotoksikologi Perairan dan Biodermediasi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas
Perkembangan kota-kota pesisir yang tidak memenuhi kaidah tata lingkungan yang baik akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan.
Salah satu masalah yang dapat timbul yaitu persoalan pencemaran perairan. Sebagian masyarakat dan pengambil kebijakan menganggap remeh persoalan pecemaran perairan.
Mereka akan bereaksi ketika sudah ada korban dari pencemaran atau timbulnya efek langsung dari masalah pencemaran perairan seperti bau busuk.
Akhir-akhir ini kita mendapati Pantai Losari yang direklamasi menimbulkan bau busuk.
Bau busuk ini timbul karena sirkulasi perairan di depan Pantai Losari tidak berjalan dengan baik, sehingga terjadi penumpukan bahan organik.
Bahan organik yang mengalami dekomposisi anaerobik salah satunya menghasilkan gas H2S (hidrogen sulfida) yang berbau busuk.
Untuk mengatasinya pemerintah diberitakan akan membuat saluran dari perairan yang berbau busuk (zona semi tertutup) ke perairan yang ada di luar (zona perairan terbuka).
Dengan cara itu diharapkan air yang banyak mengandung bahan organik dapat teroksigenisasi dan dapat disirkulasikan dengan badan air di zona terbuka.
Baca: Dosen PNUP Beri Alat Pencetak Batu Bata di Desa Kulo Sidrap
Cara ini akan efektif kalau input bahan organik lebih kecil dibandingkan air yang tersirkulasi ke luar.
Kedua, cara ini hanya menyelasikan masalah simtomatis pencemaran perairan yaitu bau busuk.
Bagaimana dengan bahan pencemaran lainnya seperti logam, limbah farmasi, pestisida dan limbah perkotaan yang lain?
Menggeser Paradigma
Persoalan pencemaran sebenarnya adalah bagian kecil dari manajemen sumber daya perairan.
Manajemen sumber daya perairan itu akan berjalan dengan baik jika manusia sebagai pengguna utama perairan, menggeser paradigma berpikirnya dari antroposentrik ke paradigma ekologis.
Dalam paradigma antroposentrik manusia menganggap bahwa lingkungan, hanyalah subordinat atau pelayan bagi manusia.
Akibatnya, pembangunan hanya diorientasikan untuk kepentingan manusia semata, tanpa memedulikan keberadaan flora-fauna dan habitatnya.
Pembangunan dengan paradigma seperti itu ternyata tidak hanya merugikan biota,tetapi juga akan memukul balik manusia dengan berbagai bencana.
Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya katastropik lingkungan, perlu adanya pergeseran paradigma dari antroposentrik ke ekologis.
Dalam paradigma ekologis, yang dijadikan pertimbangan dalam pembangunan bukan hanya manusia, tetapi juga flora-fauna dan lingkungan abiotiknya.
Paradigma ekologis diyakini oleh beberapa pakar deep ecology, seperti Arnes Naes dan Warwick Fox sebagai paradigma alternatif dalam mengelolaan lingkungan dan pembangunan.
Baca: 30 Anggota DPRD Lutim Dilantik, Begini Harapan Tokoh Masyarakat Nuha
Multi Trofik
Bagaimana cara mentransformasi dampak buruk pembangunan seperti bau busuk yang ada di Pantai Losari, menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dan ekologis?
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dekomposisi bahan organik tanpa oksigen dapat menimbulkan gas yang berbau busuk yaitu H2S.
Kondisi perairan yang mengalami penurunan oksigen ini disebabkan oleh proses dekomposisi aerobik yang membutuhkan oksigen dan penggunaan oksigen oleh biota air lainnya yang berlansung secara terus menerus.
Proses ini dibantu oleh bakteri misalnya Nitrosomonas sp. Akan tetapi karena tidak ada lagi input oksigen, bakteri ini mati.
Akhirnya proses dekomposisi berbalik dari aerobik ke anaerobik yang menghasilkan zat berbau busuk seperti H2S.
Oleh karena itu, pembuatan saluran yang menghubungankan zona semi tertutup yang bau dan zona perairan terbuka di Pantai Losari, belum tentu bisa menyelesaikan masalah bau busuk di Pantai Losari secara komprehensip.
Apalagi buangan nutrien dari zona tertutup ke perairan terbuka dapat memyebabkan apa yang disebut dengan proses penyuburan berlebih (eutrofikasi) yang dapat meledakkan populasi mikro alga beracun.
Baca: Dandim Bulukumba Ajari Mahasiswi Akbid Taherah Albaeti Wawasan Kebangsaan
Kita masih memerlukan bantuan organisme renik yaitu bakteri Nitrosomonas sp, untuk ditebar di perairan Pantai Losari.
Agar tidak mengakibatkan bahaya lanjutan, bakteri Nitrosomas sp yang akan ditebar harus berasal dari perairan Pantai Losari.
Bakteri itu kita kultur dalam skala lab hingga diproduksi massal untuk ditebar di zona semi tertutup Pantai Losari yang berbau busuk.
Denga bantuan sirkulasi dari saluran yang akan dibuat, bahan organik akan kembali didekomposisi secara aerobik.
Strategi mengatasi pencemaran atau bau busuk tidak boleh berhenti sampai di situ.
Kita harus memanfaatkan nutrien yang berlebih hasil dari dekomposisi untuk diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat secara ekonomis dan ekologis.
Kita bisa munggunakan biota dari trofik level tingkat selanjutnya yaitu biotapenyaring (filter feeder). Salah satu biota yang bisa kita gunakan adalah kerang hijau (Perna viridis).
Kerang hijau adalah biota air filter feederyang paling mudah dibudidayakan. Kerang hijau yang dibudidayakan di Pantai Losari akan menyerap bahan organik.
Baca: Ini Jenis Bantuan Program #Bekerja dari Kementan Bakal Disalurkan di Pinrang
Baca: 190 Polisi Bakal Jaga Pelantikan Anggota DPRD Mamasa
Sebagian bahan organik akan diubah oleh kerang menjadi daging dan cangkang, sebagian yang lainnya akan ditenggelamkan dalam bentuk kotoran.
Daging kerang dapat kita ubah menjadi biofuel, jika tidak diekstrak bioaktifnya untuk kepentingan kesehatan manusia.
Kerang hijau juga sudah diteliti dapat menetralkan pH perairan, dari kondisiasam ke kondisi basa atau netral.
Hewan penyaring ini juga efektif menyerap logam,pestisida dan bahan pencemar lainnya.
Dengan demikian gabungan strategi pembuatan saluran dari zona semi tertutup ke perairan terbuka, penebaran bakteri dan budidaya kerang hijau bisa menjadi solusi komprehensip pencemaran perairan yang terjadi di Pantai Losari.(*)
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Selasa (27/08/2019)