Tribun Inspiratif
Plastik Kini Masalah Global, Dosen Cantik UIN Ini Kembangkan 12 Bakteri Khusus Pemakan Plastik
Plastik Kini Masalah Global, Dosen Cantik UIN Ini Kembangkan bakteri Khusus Pemakan Plastik Simak Wawancaranya
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Mansur AM
Jadi bakteri pemakan sampah plastik mereka tentu berbeda dengan bakteri pemakan sampah plastik di tempat kita.
Karena kondisi lingkungannya berbeda.
Saya itu melakukan penelitian di TPA Antang, maka bakteri saya ini hanya bisa tumbuh di TPA Antang itu.
Kalau bakteri saya ini dibawa ke Jakarta atau Sumatera, misalnya, belum tentu bisa hidup di Jakarta.
Karena memang kultur bakteri ini hanya bisa hidup di Sulawesi Selatan.
Jadi ada perbedaan dengan bakteri yang ada di perguruan tinggi lain.
Karena bioekologinya itu berbeda.
Jadi kami khusus untuk Sulawesi Selatan saja bakteri saya ini.
Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dikembangkan oleh mereka.
Tapi mesti menggunakan bioekologinya mereka, kondisi lingkungannya mereka.
Apa saja jenis bakteri tersebut?
Ada 12 jenis bakteri saya ini.
Bakteri ini masih berupa isolat, jadi jenis sedomonas, ada jenis basilus, dan jenis-jenis yang lain karena yang saya peroleh itu berupa konsorsium bakteri.
Jadi konsorsium bakteri itu berupa kumpulan banyak bakteri yang ada di situ yang mampu mengurai sampah plastik.
Jadi tidak hanya satu bakteri yang unggul, tapi kumpulan mereka ini yang mampu mengurai sampah plastik.
Jadi saya sebenarnya masih butuh riset lebih mendalam lagi untuk mengkaji siapa bakteri di antara mereka yang paling kompeten mengurai sampah plastik ini.
Tapi hal yang kami jadikan referensi yang kami gunakan itu umumnya ada kerja sama dengan bakteri lain.
Jadi konsorsium. Jadi mereka digabungkan baru bisa menjalankan fungsinya.
Dari sekian jumlah bakteri yang bisa urai plastik, jenis bakteri mana yang paling ampuh urai pastik?
Jadi yang paling ampuh itu belum bisa diidentifikasi, karena mereka bekerja secara bersama-sama.
Jadi 12 isolat ini yang mampu bekerja sama.
Mereka punya gen tertentu dalam tubuh mereka.
Mereka bekerja secara bersama-sama.
Bagaimana kemampuan bakteri tersebut? Butuh berapa lama untuk urai plastik 1 kg Bandingkan jika waktu normal plastik terurai?
Berdasarkan hasil penelitian saya, untuk sampah plastik 1 kilogram bisa dihabiskan dalam kurun waktu satu tahun. Lebih cepat dari waktu biasanya yang memakan waktu sampai 12 sampah 20 tahun.
Jadi kita bisa lebih cepat dibandingkan menunggu penguraian sampah secara alami. Dari 12 tahun ke satu tahun itu jauh bedanya ya, lebih cepat.
Apa plus minus bakteri tersebut?
Jadi bakteri ini plusnya adalah kita mengambil bakteri ini mengisolasi dari tanah TPA Antang, jadi inti bakteri dari tanah. Jadi ada jutaan bakteri dari tanah TPA Antang tapi belum tentu bisa makan sampah plastik.
Kami sudah memformulasikan bakteri ini supaya dia hanya bisa memakan sampah plastik jenis LDPE ini.
Minusnya, kami masih butuh riset lanjutan untuk menghasilkan bakteri yang bisa diliris ke masyarakat secara langsung karena ini kan penelitiannya masih berskala laboratorium.
Kami kembangkan hanya khusus berskala lab.
Jadi kalau mau dikembangkan untuk skala industri, masih butuh beberapa riset lanjutan lagi.
Dalam hal ini riset di bidang monokuler, supaya lebih paten lagi dan benar-benar aman di rilis di TPA tersebut.
Jika kita butuh bakteri tersebut, bagaimana cara mengadakan/mengembangkan bakteri tersebut?
Kalau untuk dibawa ke masyarakat itu belum optimal, tapi kita sudah punya plan masternya.
Jadi butuh waktu lagi lebih lanjut untuk memperoleh produk yang diliris dan dipatenkan terlebih dahulu baru kita masyarakat.
Kami mengikuti prosedur dosen biologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beliau sudah merilis bakteri yang mampu memakan sampah organik.
Jadi bakteri pemakan sampah organik saja.
Misalnya pisang.
Sementara kami ingin menghasilkan bakteri yang mampu memakan sampah plastik, jadi sudah ada yang organik, kami yang an-organiknya.
Sejauh ini yang ia tahu, di negara atau wilayah mana saja yang manfaatkan bakteri tersebut sebagai pengurai sampah plastik?
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta salah satunya.
Kalau negara luar, ada Jepang.
Mereka bahkan sampai penelitian monokultur.
Jadi bakteri sampah plastik ini sudah melakukan rekayasa genetik pada gen itu supaya bakteri itu betul-betul optimal pada lingkungannya.
Kedua di Manila di Filipina, juga menerapkan bakteri pemakan sampah plastik.
Jadi terus berkembang dalam dua tiga tahun ini.
Jadi kami juga masih menunggu jurnal-jurnal terbaru dari mereka. Mudah-mudahan kita di Indonesia juga bisa mengikut ke mereka.
Saat penelitian, butuh berapa lama ia menemukan ke-12 jenis bakteri tersebut?
Saya butuh waktu tiga bulan. Jadi saya mulai isolasi, kemudian kita optimalisasi, formulasi kemudian muncul 12 bakteri ini.
Jadi sejak Agustus mulai diisolasi, sementara optimalisasi itu memakan enam bulan.
Berapa biaya yang ia habiskan selama penelitian?
Total biayanya itu mencapai Rp 20 juta.
Gunakan uang pribadi atau ada bantuan dari kampus atau kementerian?
Saya dapatkan hibah bantuan penelitian dari Kementerian Agama.
Kemudian dialokasikan ke LP2AM UIN Alauddin, kemudian dihibahkan.
Jadi saya punya proposal yang diajukan, disetujui pihak kampus. Kemudian dibawa ke pihak pusat, barulah diberi dana hibahnya.
Terkait hasil risetnya ini, apakah telah diajukan ke kampus atau kementerian untuk dilombakan atau dikembangkan?
Kami ikutkan ke lomba nasional pada warung sains dan teknologi.
Disponsori ikataan ilmiah nasional. Baru perlombaan, untuk pengembangan artikel terbaik. Mudah-mudahan nanti dilirik industri supaya bisa dikembangkan lebih lanjut.
Tapi tahun ini saya akan coba kembangkan lebih lanjut, karena masih ada beberapa unsur penelitian, seperti di bidang monokulernya. Jadi tetap harus dikembangkan.
Mudah-mudahan berjalan dengan baik. Karena biasanya untuk menghasilkan produk skala industri butuh waktu tiga sampah lima tahun.
Jadi saya berharap penelitian ini bisa dikembangkan agar bisa diliris untuk industri dan masyarakat. Cita-cita kami ke sana.
Seperti apa bakteri berskala industri itu?
Gambaran kita, kita mau hasilkan bakteri yang bertahan hidup hanya dengan memakan sampah plastik.
Jadi dia tidak akan tumbuh kalau tidak memakan sampah plastik ini.
Kalau selama ini kan dia masih bisa memakan yang lain, tapi pasti 3.5 persen plastik.
Kalau kita sudah dapat genetiknya, pasti kita akan lakukan rekayasa genetik.
Supaya dia hanya bisa tumbuh kalau ada plastiknya di situ. Kalau tidak ada plastik dia tidak tumbuh. Jadi sangat aman untuk dilirik di masyarakat.
Jadi produknya berupa cairan, kita semprotkan ke cairan, kalau ada plastik dia habiskan. Tapi kalau tidak ya tidak apa-apa, dia tidak merusak lingkungan. Bakteri itu yang akan kita kembangkan.
Insyaallah akan kita garap awal tahun mudah-mudahan didukung oleh akademisi, dan institusi sendiri. Jadi 12 bakteri itu yang akan kita kembangkan.
Apa harapan Anda terhadap hasil riset ini?
Saya berharap penelitian ini tidak berhenti pada satu step saja. Tetapi bisa dikembangkan lebih lanjut sampai mendapat hak paten.
Saya berharap permasalahan plastik selama ini cepat-cepat ditangani dengan cara yang ramah lingkungan.
Karena selama ini, khususnya di TPA Antang itu, mereka melakukan pembakaran terhadap sampah plastik. Ada juga yang didaur ulang. Sementara sampah plastik belanjaan itu hanya ditanam di situ sampai terurai.
Makanya kami berharap ketika ada produk ini, seluruh permasalahan sampah plastik ini bisa teratasi dan tidak menimbulkan permasalahan yang baru.
Bagaimana ia menilai perilaku masyarakat secara umum di Sulsel terkait penggunaan plastik?
Masyarakat Sulsel itu sangat konsumtif terhadap sampah plastik. Karena semua barang, apalagi industri online orang sudah banyak mulai menggunakan kemasan plastik.
Hampir setiap hari kita memakai sampah plastik. Meski pemerintah provinsi Sulsel ini baru-baru mengeluarkan aturan untuk meminimalisir penggunaan sampah plastik.
Beberapa instansi diminta mengurangi penggunaan sampah plastik, dan beralih ke kertas. Nah kami merujuknya ke situ, mudah-mudahan ke depan kita tidak konsumtif lagi terhadap sampah plastik.
Ke depan kami akan mengembangkan produk-produk pengganti plastik. Padahal kita di Sulawesi Selatan ini sangat kaya dengan bahan-bahan alami.
Hanya kita tidak tahu yang mana yang bisa digunakan untuk pengganti sampah plastik. Nah itu yang akan kita lakukan penelitian juga ke depan.
Datanya Bu?
Dalam kurun tahun 2017, konsumsi plastik masyarakat Indonesia tercatat meningkat hingga 5,6 juta ton.
Jadi lebih 1 juta sampah plastik permenit.
Jadi kalau tidak dimulai dari kita ke masyarakat siapa lagi yang akan beri edukasi.
Apa saran Anda agar pengunaan kantung plastik bisa dikurangi?
Pertama, mudah-mudahan kita tidak konsumtif lagi terhadap sampah plastik. Kita ganti dengan barang-barang alami.
Misalnya kita ke pasar, upayakan lah bawa tempat supaya tidak pakai kantong plastik.
Begitu pula dengan produk makanan, misalnya tempe cukup pakai daun pisang jangan pakai plastik.
Kita manfaatkan tumbuhan, kalau mati tidak habis bahannya, berbeda dengan plastik yang lama teruai.
Saya selalu arahkan mahasiswa kurangi penggunaan sedotan kalau minum, bisa langsung minum saja.
Tidak perlu gaya-gayaan dengan pakai sedotan, langsung minum saja dengan gelas. Itukan hanya style saja, tidak ada efek penyakit
Apakah Anda juga sering belanja pakai kantung plastik?
Saya secara pribadi sudah mereduksi penggunaan plastik.
Saya kalau pergi berbelanja saya pakai totebag, apalagi kalau bisa dimasukkan ke tas.
Saya sudah kurangi pemakaian sedotan kalau minum di kafe-kafe. Saya langsung minum saja.
Apakah Anda punya data berapa banyak masyarakat Sulsel gunakan kantung plastik setiap bulan atau per tahun?
Kalau data se-Sulawesi Selatan belum ada saya pegang. Saya akan kaji nanti di Kementerian Perindustrian atau instansi terkait.
Tapi yakin produksi sampah plastik secara nasional ini juga dilakukan oleh masyarakat Sulawesi Selatan. 20 persen setiap tahun.
Di TPA Antang juga itu sampahnya cukup banyak.
Bahkan ada saya temukan plastik kemasan sampah produksi 1980 saya dapat plastiknya tahun lalu. Jadi hampir 30 tahun belum terurai.
Apa yang Anda lakukan terhadap mahasiswa kaitannya dengan pemanfaatan kantung plastik?
Saya sampaikan buanglah sampah pada tempatnya. Kalau minum upayakan pakai temblee untuk mengurangi sampah plastik.
Jadi kalau belanja upayakan jangan pakai kantong plastik. Saya minta masyarakat ikut terlibat perangi plastik ke masyarakat.
Mari kita kembali pakai bahan-bahan alami yang ramah lingkungan.
Apa saja dampak penggunaan plastik untuk berbagai kebutuhan di masyarakat?
Ada banyak dampak buruk sampah plastik. Mulai dari berbagai macam penyakit seperti kanker, jantung, gangguan saraf, gangguan reproduksi, gangguan pencernaan, disfungsi tiroid.
Dampak selanjutnya yaitu mencemari lingkungan hidup. Bahkan merusak berbagai habitat dan ekosistem laut.
Proses konversi limbah plastik pada berbagai TPA minim, dan tidak mampu mengatasi peningkatan kuantitas limbah plastik dari masyarakat. (TRIBUN-TIMUR.COM)
Berita selengkapnya di edisi cetak Harian Tribun Timur Makassar edisi Hari Kamis 22 Agustus 2019.
Akses e-paper Tribun Timur lebih cepat dengan langganan Tribun Family Card dengan menghubungi 08114135555
Data Diri Peneliti
Isna Rasdianah Aziz

Lahir: Sengkang, 26 Juli 1984
Orangtua: Aziz Mekka (ayah) dan Hj Hasniati (ibu)
Pekerjaan:
- Dosen tetap UIN Alauddin Makassar (2013-sekarang)
- Asisten Ahli (2018-sekarang)
Pendidikan
S1: Biologi UGM (2003-2007)
S2: Biologi UGM (2009-2012)
Organisasi:
1. Anggota Perhimpunan Biologi Indonesia (2012- sekarang)
2. Anggota Asosiasi Dosen Biologi dan Pendidikan Biologi PTKIN (2018 - sekarang)
3. Anggota Himpunan Editor Berkala Ilmiah Indonesia (2019 - sekarang)
4. Member of CASE (Council of Asian Science Editors) Asia-Pacific (2019 - sekarang)
2 Hari Jelang Pernikahan, Mengapa Gadis ini Putuskan Gantung Diri? Ini Isi Surat Terakhirnya
Survei LPP UI: Ini Figur-figur Terbaik yang Layak Menjadi Menteri di Kabinet Jokowi-Ma’ruf
1.265 Maba Program Pascasarjana UNM Ikuti Penyambutan, Rektor Bawakan Kuliah Umum, Begini Rinciannya