Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Tak Setuju Cinta Laura Jadi Duta Perempuan dan Anak, Siapa Reza Indragini? Ini Profilnya
Dengan melantik CL sebagai Duta artinyja berarti KPPPA memosisikan CL sebagai sosok teladan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
"Kepuasan utama yang diinginkan pelaku sebenarnya bukanlah orgasme. Si pemerkosa orgasme, itu benar. Namun, kepuasan utamanya adalah saat ia dapat berkuasa atas si korban dan mengontrol perilaku korban secara penuh," ungkapnya.
Bahkan pelaku kasus pemerkosaan di Indonesia, katanya, kebanyakan unself rappist atau pemerkosa yang tidak egois. Maksudnya, pemerkosa ingin si korban juga mendapat kepuasan seksual saat diperkosa.
"Dengan begitu, pemerkosa merasa puas karena merasa berkuasa sekali dan mengontrol si korban hingga mencapai kepuasan seksual pula," katanya.
Hal lain yang dilihatnya berbeda adalah kasus narkoba yang menjerat aktor legendaris Indonesia Roy Marten.
Saat itu Roy meminta polisi agar pengguna narkoba sepatutnya diperlakukan sebagai korban bukan pelaku kejahatan, termasuk Roy sendiri.
Hal ini pun disambut baik oleh pihak kepolisian. Bagi pengguna narkoba (junkies) yang sudah sampai di luar batas kesadaran atau rasionalitas, hal ini bisa saja dilakukan.
Namun, dalam kasus Roy Marten, Reza melihatnya sebagai ironi of victimization.
Artinya pelaku kejahatan sesungguhnya justru mendapat peluang mencitrakan diri sebagai korban.
Menurutnya, Roy yang terjerat kasus narkoba untuk kedua kalinya adalah antitesis dari peribahasa 'kedelai dungu sekali pun tak akan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya'.
Reza mengatakan, Roy sebagai pengguna narkoba adalah makhluk yang sangat rasional sehingga memiliki kesadaran penuh akan pilihan hidupnya.
Bila Roy akhirnya dianggap menjadi korban bukan sebagai pelaku kejahatan, maka hukum terkecoh. Selain itu, sebuah pembunuhan dalam psikologi forensik, menurut Reza, tubuh korban diibaratkan sebuah kanvas.
Pelaku pembunuhan yang ingin menyembunyikan identitasnya sekali pun, akan membubuhkan 'tanda tangannya' pada tubuh korban.
Ini berarti psikologi forensik mencoba melihat tanda khusus (signature) yang ditinggalkan setiap pelaku kejahatan.
"Bagaimana sayatan dalam membunuh, tubuh bagian mana yang ditikam sehingga mematikan, serta hal lainnya adalah tanda khusus yang ditinggalkan pelaku.
Ini sangat penting untuk ditelisik dengan psikologi forensik. Sayangnya polisi belum melihat sejauh itu," katanya.
Tanda-tanda lain yang khusus juga dapat ditemukan di tempat kejadian.
Dengan begitu, kata Reza, maka seorang psikolog forensik akan mencoba masuk dalam pikiran si pelaku kejahatan sehingga dapat mengetahui bagaimana perilaku dan proses mentalnya sedemikian rupa saat kejadian tersebut.
"Dengan begitu, seorang psikolog forensik diharapkan mampu membuat crime profile atau profil tentang pelaku kejahatan," katanya.
Di beberapa negara, dalam sebuah kasus sulit seperti pembunuhan berseri atau pembunuhan berantai, polisi yang dibekali ilmu psikologi forensik seperti inilah yang diharapkan mampu membuat gambaran atau profil si pelaku kejahatan sehingga memudahkan menangkap pelaku sesungguhnya.
Atau paling tidak, polisi akan melibatkan seorang psikolog forensik untuk membuat profil pelaku kejahatan ini.
Data diri:
Nama: Reza Indragiri Amriel
Lahir: Jakarta, 19 Desember 1974
Pendidikan:
Lulusan University of Melbourne, Australia, 2003
Dikenal atas: Ahli Psikologi Forensik
Karier:
- Dosen Psikologi Forensik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) sejak 2004
- Dosen kajian Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia untuk mata kuliah Psikologi Forensik
- Dosen Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Tarumanagara sejak 2007
Sumber berita: https://www.tribunnews.com/nasional/2019/07/30/reza-indragiri-mempertanyakan-dipilihnya-cinta-laura-sebagai-duta
Foto: Warta Kota/Tribunnews.com, Reza Indragiri Amriel