Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Tak Setuju Cinta Laura Jadi Duta Perempuan dan Anak, Siapa Reza Indragini? Ini Profilnya

Dengan melantik CL sebagai Duta artinyja berarti KPPPA memosisikan CL sebagai sosok teladan.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Warta Kota/Tribunnews.com
Reza Indragiri Amriel 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise memilih Cinta Laura sebagai Duta Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

Hal tersebut membuat Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel mempertanyakan dipilihnya Cinta Laura sebagai Duta KPPPA.

Menurutnya, Cinta Laura merupakan salah satu artis yang belum lama ini membuat geger banyak pihak.

Pasalnya foto-foto intim Cinta Laura beredar di medsos.

"Bahwa CL dipilih KPPPA sebagai Duta, apakah itu hasil klarifikasi atas perbuatan tindak senonoh tersebut?," katanya dalam keterangan pers, Senin (29/7/2019) dilansir dari Tribunnews.

Dengan melantik CL sebagai Duta artinyja berarti KPPPA memosisikan CL sebagai sosok teladan.

Terkirim pesan, dialah sosok pelindung yang patut dijadikan sbg role model oleh pr perempuan dan anak-anak Indonesia.

"Pertanyaan pun muncul. Apakah KPPPA mafhum akan hal tsb? Apakah KPPPA tdk melihat rekam jejak CL sbg pelaku consensual sex di luar pernikahan sbg masalah, shg ia tetap layak mjd Duta?," katanya.

Apakah itu pula standar sikap KPPPA (negara-bangsa Indonesia!) terhadap seks mau sama mau di luar pernikahan?

Seiring itu, teringat pd RUU-PKS. Perbuatan CL di foto-foto intim tsb mjd sorotan luas krn bertentangan dg etika kesantunan msyrkt Indonesia.

Tapi apa boleh buat, karena huruf "K" pd RUU-PKS adalah "Kekerasan", maka perangai CL itu tidak termasuk dlm perbuatan pidana krn bukan kekerasan.

Toh dilakukan atas dasar mau sama mau (consensual) betapa pun dilakukan di luar pernikahan.

Di situ terlihat betapa kita terkerangkeng oleh sempitnya kata "kekerasan". Seks di luar pernikahan bukan masalah, bukan kekerasan, sepanjang dilakukan mau sama mau.

Saat diksi "kekerasan" digunakan utk RUU-PKS, nyatalah kita tidak punya instrumen hukum utk melindungi perempuan Indonesia dr perbuatan negatif berupa consensual sex yg dilakukan di luar pernikahan.

"Karena itulah, mari kunci RUU-PKS menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. Demi martabat perempuan Indonesia. Juga, lebih luas lagi, demi anak-anak Indonesia," katanya.

Dilansir dari Pos Kupang, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, Kementerian PPPA mendapuk Cinta Laura sebagai duta perempuan dan anak lantaran dia Cinta peduli pada kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Yohana menyadari rekam jejak Cinta Laura menjadi sorotan masyarakat. Namun, Yohana menilai Cinta Laura justru menjadi korban dalam kasus dating violence oleh mantan kekasihnya, Frank Garcia, yang menimpa dirinya di New York, Amerika Serikat.

"Hal tersebut merupakan salah satu pertimbangan mengapa CLK (Cinta Laura Kiehl) dipilih sebagai Duta Anti Kekerasan. Sebagai Duta, CLK berkomitmen untuk memperbaiki diri sehingga dapat meningkatkan kesadaran korban kekerasan dan masyarakat terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Yohana melalui keterangan tertulis, Selasa (30/7/2019).

Siapa Reza Indragiri

Dilansir dari wikipedia, Reza Indragiri Amriel lahir di Jakarta, 19 Desember 1974.

Ia adalah Ahli Psikologi Forensik dan dosen.

Ia orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik

Saat berusia 1,5 tahun, orangtuanya bercerai, ia diasuh oleh ibunya. Karena tidak diperhatikan, hak asuh Indra pindah kepada bapaknya.

Ia mengawali Pendidikan Sekolah Dasar di Rawamangun, melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di Riau.

Saat berada di Riau ia tinggal dan diasuh Kakeknya.

Ia melanjutkan SMA dan Universitas Gajahmada di Yogyakarta dan ia mendapat beasiswa di Universitas Melbourne, Australia.

Setelah Pendididikannya selesai tahun 2003.

Ia mengawali kariernya sebagai Dosen di Universitas Islam Negeri Jakarta, tahun 2004 dan Dosen di PTIK.

Tertarik Jadi Detektif

Reza merupakan salah satu ahli psikologi yang selalu dimintai pendapatnya terkait hal-hal yang sedang berkembang dikalangan masyarakat.

Beberapa kasus besar di Indonesia tak lepas dari sorotannya.

Dilansir dari Kompas.com, pernah mendengar tokoh detektif fiktif Sherlock Holmes? Tokoh rekaan penulis Inggris, Arthur Conan Doyle, ini dikenal dengan kemampuan analisis deduktifnya (melihat dari hal umum ke hal khusus) dan kepandaiannya dalam memecahkan kasus-kasus kejahatan.

Tokoh ini diciptakannya sekitar tahun 1900-an.

Arthur menyebut, tokoh rekaannya ini seorang detektif konsultan yang dimintai bantuan dalam suatu kasus ketika kasus itu dianggap terlalu sulit untuk dipecahkan polisi dan detektif lain.

Bahkan, dalam petualangannya, Sherlock Holmes sering kali memecahkan kasus tanpa meninggalkan rumahnya.

Kehebatan analisis kasus oleh Sherlock Holmes yang melegenda itu sangat jelas terlihat dalam menilai perilaku dan proses mental pelaku kejahatan dan korbannya.

Suatu hal yang merupakan wilayah keilmuan psikologi forensik. Di beberapa negara maju, seorang psikolog forensik sangat berpeluang menjadi seorang detektif swasta.

Kemampuan dan analisisnya dalam melihat suatu kejahatan merupakan kunci dasar sebagai seorang detektif.

Bahkan tanpa meninggalkan pintu rumah sekalipun dapat dilakukan, seperti Sherlock Holmes.

Mencontoh beberapa negara maju, apakah Reza Indragiri Amriel juga berminat menjadi seorang detektif swasta? Bila payung hukum bagi detektif atau penyidik swasta di Indonesia sudah jelas dan dapat berguna untuk membantu penegakan hukum, Reza mengaku cukup tertarik.

"Namun, saat ini saya lebih berminat menjadi akademisi yang membantu polisi dan pihak-pihak terkait demi penegakan hukum. Kalau dengan menjadi detektif bisa membantu polisi, mungkin saja," ujar ayah Menza Fadiyan Amriel (5) dan Devinza Amriely (4) ini.

Ilmu psikologi forensik yang dikuasai Reza mau tak mau membuatnya mempunyai sudut pandang lain dalam melihat kasus-kasus kejahatan.

Misalnya dalam kasus pemerkosaan.

Menurut Reza, polisi kerap berhenti dan menilai bahwa motif pelaku pemerkosaan adalah pemenuhan hasrat seksual.

Dia melihat justru motif kekuasaan merupakan hal yang utama dalam banyak kasus pemerkosaan di Indonesia.

"Kepuasan utama yang diinginkan pelaku sebenarnya bukanlah orgasme. Si pemerkosa orgasme, itu benar. Namun, kepuasan utamanya adalah saat ia dapat berkuasa atas si korban dan mengontrol perilaku korban secara penuh," ungkapnya.

Bahkan pelaku kasus pemerkosaan di Indonesia, katanya, kebanyakan unself rappist atau pemerkosa yang tidak egois. Maksudnya, pemerkosa ingin si korban juga mendapat kepuasan seksual saat diperkosa.

"Dengan begitu, pemerkosa merasa puas karena merasa berkuasa sekali dan mengontrol si korban hingga mencapai kepuasan seksual pula," katanya.

Hal lain yang dilihatnya berbeda adalah kasus narkoba yang menjerat aktor legendaris Indonesia Roy Marten.

Saat itu Roy meminta polisi agar pengguna narkoba sepatutnya diperlakukan sebagai korban bukan pelaku kejahatan, termasuk Roy sendiri.

Hal ini pun disambut baik oleh pihak kepolisian. Bagi pengguna narkoba (junkies) yang sudah sampai di luar batas kesadaran atau rasionalitas, hal ini bisa saja dilakukan.

Namun, dalam kasus Roy Marten, Reza melihatnya sebagai ironi of victimization.

Artinya pelaku kejahatan sesungguhnya justru mendapat peluang mencitrakan diri sebagai korban.

Menurutnya, Roy yang terjerat kasus narkoba untuk kedua kalinya adalah antitesis dari peribahasa 'kedelai dungu sekali pun tak akan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya'.

Reza mengatakan, Roy sebagai pengguna narkoba adalah makhluk yang sangat rasional sehingga memiliki kesadaran penuh akan pilihan hidupnya.

Bila Roy akhirnya dianggap menjadi korban bukan sebagai pelaku kejahatan, maka hukum terkecoh. Selain itu, sebuah pembunuhan dalam psikologi forensik, menurut Reza, tubuh korban diibaratkan sebuah kanvas.

Pelaku pembunuhan yang ingin menyembunyikan identitasnya sekali pun, akan membubuhkan 'tanda tangannya' pada tubuh korban.

Ini berarti psikologi forensik mencoba melihat tanda khusus (signature) yang ditinggalkan setiap pelaku kejahatan.

"Bagaimana sayatan dalam membunuh, tubuh bagian mana yang ditikam sehingga mematikan, serta hal lainnya adalah tanda khusus yang ditinggalkan pelaku.

Ini sangat penting untuk ditelisik dengan psikologi forensik. Sayangnya polisi belum melihat sejauh itu," katanya.

Tanda-tanda lain yang khusus juga dapat ditemukan di tempat kejadian.

Dengan begitu, kata Reza, maka seorang psikolog forensik akan mencoba masuk dalam pikiran si pelaku kejahatan sehingga dapat mengetahui bagaimana perilaku dan proses mentalnya sedemikian rupa saat kejadian tersebut.

"Dengan begitu, seorang psikolog forensik diharapkan mampu membuat crime profile atau profil tentang pelaku kejahatan," katanya.

Di beberapa negara, dalam sebuah kasus sulit seperti pembunuhan berseri atau pembunuhan berantai, polisi yang dibekali ilmu psikologi forensik seperti inilah yang diharapkan mampu membuat gambaran atau profil si pelaku kejahatan sehingga memudahkan menangkap pelaku sesungguhnya.

Atau paling tidak, polisi akan melibatkan seorang psikolog forensik untuk membuat profil pelaku kejahatan ini.

Data diri:

Nama: Reza Indragiri Amriel

Lahir: Jakarta, 19 Desember 1974

Pendidikan:

Lulusan University of Melbourne, Australia, 2003

Dikenal atas: Ahli Psikologi Forensik

Karier:

  1. Dosen Psikologi Forensik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) sejak 2004
  2. Dosen kajian Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia untuk mata kuliah Psikologi Forensik
  3. Dosen Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Tarumanagara sejak 2007

Sumber berita: https://www.tribunnews.com/nasional/2019/07/30/reza-indragiri-mempertanyakan-dipilihnya-cinta-laura-sebagai-duta
Foto: Warta Kota/Tribunnews.com, Reza Indragiri Amriel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved