Mengenali Gejala Gangguan Jiwa Skizofrenia yang Diderita Wanita Bawa Anjing Masuk Masjid
Mengenali Gejala Gangguan Jiwa Skizofrenia yang Diderita Wanita Bawa Anjing Masuk Masjid
Mengenali Gejala Gangguan Jiwa Skizofrenia yang Diderita Wanita Bawa Anjing Masuk Masjid
TRIBUN-TIMUR.COM,- Dikutip dari Kompas.com, wanita berinisial SM (52) bawa anjing masuk masjid di Bogor, dinyatakan menderita gangguan jiwa jenis skizofrenia.
Keterangan ini disampaikan Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigjen Pol Musyafak berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi kejiwaan pihaknya selama dua hari kepada SM.
Baca: Download di Sini MP3 Lagu GFRIEND Fever, Lirik, Terjemahan Indonesia & Video Klip Lengkap
Baca: Pesan Bijak Maia Estianty Kepada Dul Jaelani Usai Mulan Jameela Resmi Jadi Ibu Tirinya
Baca: Cori Gauff Anak SMA 15 Tahun Permalukan Venus Williams Peraih Lima Titel Wimbledon
Baca: NONTON Film Lagaan Diperankan Aamir Khan, Masih Kurus & Beda Banget dengan Aamir Sekarang
Baca: Ponsel Baru Samsung Galaxy Note 10 Kabarnya Segera Rilis, Digadang-gadang Empat Varian Warna
Baca: KEPOIN YUK! Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini: Taurus Egois dan Sagitarius Kritik Pasangan
"Sudah dipastikan (alami) gangguan jiwa, kita secara marathon dua hari ini observasi dan melakukan pemeriksaan dan juga dari medical record yang disampaikan ke kami," kata Musyafak di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2019).
Dia menjelaskan, saat SM tiba di RS Polri untuk jalani pemeriksaan kejiwaan pada Senin (1/7/2019), SM dalam kondisi gelisah dan tidak stabil.
lalu apa itu gangguan jiwa jenis Skizofrenia?
Dilansir Wikipedia, gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah.
Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi pendengaran, paranoid atau waham yang ganjil, atau cara berbicara dan berpikir yang kacau, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.
Gejala awal biasanya muncul pada saat dewasa muda, dengan prevalensi semasa hidup secara global sekitar 0,3% – 0,7%.
Diagnosis didasarkan atas pengamatan perilaku dan pengalaman penderita yang dilaporkan.
Faktor penyumbang penting yaitu genetik, lingkungan awal, neurobiologi, serta kondisi psikologis dan proses sosial; beberapa jenis obat resep dan rekreasional sepertinya dapat menjadi penyebab atau kondisi yang memperburuk gejala.
Penelitian saat ini difokuskan pada peranan neurobiologi, walaupun tidak ada satupun penyebab organik khusus yang ditemukan.
Berbagai kombinasi gejala yang mungkin terjadi telah memicu debat apakah suatu diagnosis mewakili satu kelainan atau beberapa gejala yang berbeda.
Terlepas dari etimologi istilah yang berasal dari akar kata bahasa Yunani skhizein (σχίζειν, "membelah") dan phrēn, phren- (φρήν, φρεν-; "ingatan"), skizofrenia tidak sama sebagai "ingatan terbelah" dan tidak sama dengan gangguan identitas disosiatif yang juga dikenal sebagai "gangguan kepribadian ganda" atau "kepribadian terbelah"—suatu kondisi yang sering tertukar menurut persepsi masyarakat luas.
Pengobatan andalan adalah pengobatan dengan antipsikotik yang pada umumnya menekan aktivitas dopamin (dan kadang-kadang serotonin).
Psikoterapi dan rehabilitasi vokasional dan sosial merupakan perawatan yang juga penting.
Pada kasus yang lebih serius yang melibatkan risiko untuk dirinya dan orang lain, maka perlu dilakukan perawatan di rumah sakit secara paksa, walaupun lama perawatan di rumah sakit sekarang ini lebih singkat dan tidak sesering waktu sebelumnya.
Seseorang yang didiagnosis mengidap skizofrenia dapat mengalami halusinasi (kebanyakan melaporkan mendengar suara-suara), waham (biasanya aneh atau secara biasa), dan gangguan daya pikir dan bicara.
Yang terakhir ini dapat berupa kehilangan urutan berpikir, hingga kalimat yang artinya kurang berhubungan, sampai dengan ketidakpaduan yang dikenal sebagai kata-kata yang berantakan pada kasus yang lebih parah.
Menarik diri dari lingkungan sosial, cara berpakaian yang berantakan dan tidak menjaga kebersihan, dan kehilangan motivasi dan pertimbangan merupakan hal yang umum pada skizofrenia.
Biasanya dapat diobservasi adanya pola kesulitan emosi, sebagai contoh tidak adanya sifat responsif.
Gangguan dalam kognisi sosial diasosiasikan dengan skizofrenia, demikian juga dengan gejala paranoia ; isolasi sosial pada umumnya muncul.
Kesulitan dalam bekerja dan daya ingat jangka panjang, perhatian, peran eksekutif, dan kecepatan untuk mengolah juga sangat umum terjadi.
Pada salah satu subtipe yang tidak umum, seseorang menjadi sangat diam, dan berdiam diri pada posisi yang sangat aneh, atau menunjukkan tingkah laku yang tidak jelas, semua ini merupakan gejala katatonia.
Pada masa akhir remaja dan awal masa dewasa merupakan periode puncak untuk timbulnya skizofrenia, yang merupakan tahun kritis perkembangan sosial dan vokasional pada seorang dewasa muda.
Pada 40% laki-laki dan 23% perempuan didiagnosis dengan skizofrenia, di mana manifestasi kondisi ini muncul sebelum usia 19 tahun.
Untuk menekan gangguan perkembangan yang diasosiasikan dengan skizofrenia, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan menangani fase prodromal (sebelum-tercetus)dari penyakit ini, yang telah dapat dideteksi hingga 30 bulan sebelum gejala muncul.
Mereka yang telah mengalami perkembangan skizofrenia mengalami gejala psikotik sementara atau sembuh dengan sendirinya dan gejala nonspesifik berupa menarik diri dari lingkungan, iritabilitas, disforia,dan kecerobohan selama fase prodromal.
(TRIBUN-TIMUR/MUNAWARAH AHMAD)