TRIBUNWIKI: Mahkamah Internasional Jadi Trending Topic, Gegara Prabowo Kalah di MK, Begini Ulasannya
Di kanal sosial media twitter pun juga menjadi trending topic dengan hastag #MahkamahInternasional di hari yang sama.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mahkamah Internasional menjadi trending topic, Jumat (28/6/2019).
Di kanal sosial media twitter pun juga menjadi trending topic dengan hastag #MahkamahInternasional di hari yang sama.
Topik yang menjadi pembahasan yakni hasil sidang sengketa Pilpres 2019 yang di tolak Mahkamah Konstitusi namun kabarnya akan dilanjutkan di Mahkamah Internasional.
Baca: Download Lagu MP3 Stephanie Poetri I Love You 3000 Ini Video dan Lirik Lagu Juga Terjemahannya
Baca: Kecelakaan Tunggal Pada FP1 MotoGP 2019 di Assen Belanda, Begini Kondisi Terkini Jorge Lorenzo
Seperti diketahui, hasil sidang sengketa Pilpres 2019 resmi diputuskan, Kamis (27/6/2019).
Majelis hakim konstitusi menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Dengan demikian, pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024.
Putusan dibacakan Anwar Usman, Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) pukul 21.15 WIB.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar Usman.
Baca: Siapa Emak-emak Bawa Senapan Laras Panjang Saat Asyik Joget, Identitasnya Dibongkar Polisi,Cek Video
Baca: Ini Bukti Song Joong Ki dan Song Hye Kyo Alami Masa Sulit Saat Putuskan Bercerai, Kondisinya Parah
Sidang dimulai 12.45 WIB. Pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Saat membuka sidang, Ketua MK Anwar Usman menekankan bahwa putusan tersebut berdasarkan fakta persidangan.
Majelis hakim konstitusi sudah mendengar keterangan saksi dan ahli yang diajukan Prabowo-Sandi, ahli dari KPU, serta saksi dan ahli pihak Jokowi-Ma'ruf.
Mahkamah juga sudah memeriksa seluruh barang yang dijadikan alat bukti.
Dilansir dari Tribunnews, Koordinator lapangan Aksi Kawal MK, Abdullah Hehamahua, bakal melaporkan sistem IT KPU ke Peradilan Internasional
Menurut Abdullah, Peradilan Internasional dapat melakukan audit terhadap IT KPU yang dinilainya terdapat kecurangan.
"Ya mereka bisa melakukan audit forensik terhadap IT di KPU bagaimana ada kecurangan," ujar Abdullah di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).
Mantan penasihat KPK ini juga mengajak massa aksi untuk ikut menyambangi kantor Komnas HAM pada Jumat (28/6/2019) besok.
"Besok usai shalat Jumat di Masjid Sunda Kelapa kita akan datang ke Komnas HAM untuk melaporkan kasus KPPS yang meninggal," tutur Abdullah.
Dirinya mengatakan akan melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kematian 10 orang dalam kerusuhan 21-22 Mei. Abdullah menginginkan Komnas HAM mengusut kasus tersebut.
"Kita juga akan melaporkan kasus petugas KPPS yang meninggal, kita juga meminta Komnas HAM untuk memproses korban meninggal pada peristiwa 21-22 Mei sebagai bentuk pelanggaran HAM, apa lagi korbannya remaja," pungkas Abdullah.
Mau dibawa ke mana?
Di twitter-nya politikus Partai Demokrat Rachlan Nashidik mempertanyakan mau dibawa ke mahkamah internasional mana sengketa Pemilu selanjutnya.
Sebab cuma ada dua "Mahkamah Internasional".
Yakni International Court of Justice dan International Criminal Court.
Yang satu melayani sengketa antarnegara. Lainnya mengurus Genocide, War Crimes, Crimes Against Humanity dan Crimes of Aggression.
"Sengketa Pemilu mau dibawa ke mahkamah mana?" ujarnya di twitter.
Mahkamah Internasional
Dilansir dari wikipedia, Mahkamah Internasional atau dalam bahasa Inggris disebut International Court of Justice adalah sebuah badan kehakiman utama Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Fungsi utama Mahkamah ini adalah untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa antarnegara-negara anggota dan memberikan pendapat-pendapat bersifat nasihat kepada organ-organ resmi dan badan khusus PBB.
Mahkamah ini beranggotakan lima belas orang hakim yang menjabat selama sembilan tahun dan dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Mahkamah ini bersidang di Den Haag, Belanda.
Kewenangan
Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat suatu keputusan ialah :
- Konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih
- Kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum
- Asas-asas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban
- Keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum
- Mahkamah dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan apa yang dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju...
Keanggotaan
Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah.
Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah.
Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah.
Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama. Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka.
Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya.
Apabila terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.
Mahkamah Pidana Internasional
Mahkamah Pidana Internasional atau dalam bahasa Inggris disebut International Criminal Court atau ICC dibentuk pada 1940 sebagai sebuah "tribunal" permanen untuk menuntut individual untuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, sebagaimana didefinisikan oleh beberapa persetujuan internasional, terutama Rome Statute of the International Criminal Court.
ICC dirancang untuk membantu sistem yudisial nasional yang telah ada, namun pengadilan ini dapat melaksanakan yurisdiksinya bila pengadilan negara tidak mau atau tidak mampu untuk menginvestigasi atau menuntut kejahatan seperti di atas, dan menjadi "pengadilan usaha terakhir", meninggalkan kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadap kriminal tertuduh kepada negara individual.
International Criminal Court juga disingkat sebagai ICC untuk membedakannya dari International Chamber of Commerce.
ICC berbeda dengan Mahkamah Internasional, yang merupakan badan untuk menyelesaikan sengketa antarnegara, dan Hukum Kejahatan Perang.
Sumber berita: http://www.tribunnews.com/nasional/2019/06/28/gagal-di-mk-mantan-penasihat-kpk-ini-ingin-lanjutkan-kasus-pilpres-ke-peradilan-internasional?page=all
Sumber foto: The Hindu