Serapan Anggaran Pemprov Sulbar Jadi Sorotan, Banggar DPRD Sulbar Belajar ke Banggar DPRD Sulsel
Akibatnya, kata Rahim, Tahun Anggaran (TA) 2020 pusat sangat mungkin memberikan sanksi tidak memasukkan Sulbar sebagai penerima DAK.
Penulis: Nurhadi | Editor: Syamsul Bahri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banggar DPRD Sulawesi Barat, melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Banggar DPRD Sulawesi Selatan, Rabu (26/6/2019).
Kunker dalam rangka mengetahui strategi DPRD Sulawesi Selatan, untuk mendorong optimalisasi serapan anggaran di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
6 Fakta Pengantin Wanita Tewas Seusai Berhubungan Intim 48 jam Non Stop, Sang Suami Terancam Hukuman
Becamex dan Hanoi FC Lolos, Final Sesama Tim Vietnam Terjadi
Anggota Banggar DPRD Sulbar Abdul Rahim memgatakan, pihaknya melakukan itu, mengingat serapan anggaran per triwulan II di lingkup Pemprov Sulbar masih rata-rata di bawah 30 persen.
"Belum termasuk adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 205,4 miliar yang terancam ditarik kembali ke pusat karena tidak mampu dipergunakan sebagaimana mestinya,"ungkap Rahim kepada Tribun-Timur.com.
Akibatnya, kata Rahim, Tahun Anggaran (TA) 2020 pusat sangat mungkin memberikan sanksi tidak memasukkan Sulbar sebagai penerima DAK.
"Ini sangat kita sayangkan, karena hampir setiap tahun realisasi anggaran selalu rendah dan terdapat anggaran yang harus kembali karena ketidakmampuan OPD dalam mempercepat pelaksanaannya,"Rahim menambahkan.
Bagi kami anggota DPRD Sulbar, lanjut Rahim, tentu tidak habis pikir karena tahapan pembahasan, penetapan dan pengesahan Ranperda APBD dari tahun ke tahun, selalu tepat waktu.
"Bahkan dua tahun terakhir selalu ditetapkan 30 November sebelum tahun berjalan,"ucapnya.
Harapannya, kata Rahim, pelaksanaan APBD bisa lebih cepat dilaksanakan dengan seluruh mekanisme dan proses administrasi yang ada. Dengan demikian, rakyat bisa menikmati lebih cepat pembangunan pemerintah.
"Tetapi faktanya, hampir seluruh kegiatan, apalagi yang bersifat fisik nanti berjalan di antara Juni-Oktober,"ungkapnya.
"Nah, kami bertanya, apa dan dimana persoalannya. Jangan-jangan memang benar apa yang disinyalir banyak pihak, bahwa penyebabnya adalah karena sebagian besar pimpinan OPD tidak kompeten, atau karena lebih banyak
mengurusi hal-hal yang tidak terlalu substantif," tambah Alumni IAIN Ujung Pandang itu.
Rahim menyebutkan, misal urusan yang bisa didelegasikan ke staf, tetapi dipaksakan dilakukan oleh kepala OPD seperti perjalanan Dinas, Bimtek, pertemuan, koordinasi dan konsultasi ke kementerian.
"Akibatnya, anggaran perjalanan dinas sudah habis, sementara program kegiatan prioritas malah belum bergerak sama sekali.Ini menyedihkan,"ucap Rahim.
Bercermin pada DAK fisik bidang pendidikan tahun 2018, serapan tidak maksimal. Akibatnya pagu DAK fisik pendidikan sebelumnya Rp 49 miliar berkurang menjadi Rp 2.4 miliar pada 2018.

Untungnya, pusat kembali menaruh perhatian dengan mengalokasikan Rp 90 miliar pada tahun ini.