Sengketa Pilpres di MK
Profil & Kehebatan Prof Eddy OS Hiariej Saksi Ahli Tim Jokowi di MK 'Gugatan No Urut 02 Tak Relevan'
Profil Prof Eddy OS Hiariej Saksi Ahli Tim Jokowi di MK Sebut Gugatan 02 Prabowo-Sandi Tidak Relevan
Profil Prof Eddy OS Hiariej Saksi Ahli Tim Jokowi di MK Sebut Gugatan 02 Prabowo-Sandi Tidak Relevan
TRIBUN-TIMUR.COM - Tim Hukum TKN 01 Jokowi - Maruf Amin menghadirkan saksi ahli Prof Eddy OS Hiariej untuk membantah argumen-argumen Tim BPN 02 Prabowo - Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6/2019).
Saat tulisan ini dibuat Prof Eddy OS Hiariej memberikan kesaksiannya.
Oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof Eddy OS Hiariej diberi waktu kurang lebih 10 menit menyampaikan argumennya.
Baca: Info Tarif Listrik 2019 Naik Ternyata Hoax, Penjelasan Kementerian ESDM Malah Diskon & Rinciannya
Salah satu argumen Prof Eddy OS Hiariej menyebut materi gugatan 02 Prabowo - Sandiaga di Sengketa Pilpres 2019 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tidak relevan.
"Banyak kutipan yang mengambil contoh pilkada padahal Pilpres dan Pilkada berbeda," kata Eddy OS Hiariej.
"Benar apa yang disampaikan Kuasa Hukum Pemohon (02) bahwa MK bukan sekadar Mahkamah Kalkulator. Tapi MK jangan diajak juga menjadi Mahkamah Kliping yang kebenarannya berdasarkan kebenaran kliping koran," kata Eddy OS Hiariej.
Berikut video lengkapnya seperti Live Stremaing Youtube Kompas TV:
Siapa Eddy OS Hiariej?
Tribun-timur.com menyadur dari www.hukumonline.com berikut profilnya:
Baca: TRIBUNWIKI: Trending Topic Google, Berikut Profil Gugun Gondrong Pendiri The Jakmania
Eddy OS Hiariej sudah hampir 10 tahun mondar-mandir di pengadilan untuk berbicara sebagai ahli.
Pemilik nama lengkap Edward Omar Sharif Hiariej ini pernah menjadi saksi meringankan dalam pemeriksaan Denny Indrayana, mantan wakil Menteri Hukum dan HAM RI.
Eddy merupakan Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta.
Baca: Ingat Pendaftaran SBMPTN 2019 Ditutup 24 Juni, Ini 6 Faktor Penentu Menurut LTMPT, Baca Baik-baik!
Ia meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut dalam usia yang terbilang masih muda.
Sebagai perbandingan, bila Hikmahanto Juwana mendapat gelar profesor termuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di usia 38 tahun, Eddy mendapatkan gelar profesornya di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).