Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Akademisi Unhas: Hati-hati Undang Maskapai Asing Masuk

Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi mendukung usulan Presiden Joko Widodo mengundang maskapai asing berbisnis di Indonesia.

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
HANDOVER
Prof Dr H Marsuki DEA 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi mendukung usulan Presiden Joko Widodo mengundang maskapai asing berbisnis di Indonesia.

Alasannya, ide tersebut bisa menjadi solusi mahalnya harga tiket pesawat dan meningkatkan kompetisi penerbangan domestik, yang saat ini didominasi dua grup maskapai Lion Air Group dan Garuda Indonesia Group.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Marsuki DEA mengatakan, kenaikan tarif menjadi ganjil justru terjadi setelah terbentuknya dua holding maskapai penerbangan tersebut.

“Artinya sangat bertentangan dengan teori dasar pembentukan holding, seharusnya tarif lebih rendah lagi, karena tujuan kebijakan holding untuk efisiensi bisnis,” kata Marsuki Jumat (7/6) malam.

Ia menilai, kebijakan tarif pesawat punya tujuan lain.

“Yang saat ini sudah jelas, ingin memberi peluang maskapai asing memasuki pasar penerbangan udara Indonesia secara bebas,” ujarnya.

Ia berharap, pemerintah ekstra hati-hati mengundang maskapai asing masuk. Terutama, jika tidak ada batasan wilayah operasi perusahaan asing tersebut.

“Khususnya untuk penerbangan lokal mereka juga diberi izin, maka mungkin Indonesia menjadi negara pertama yang memberi izin kepada asing untuk menguasai Dirgantara Indonesia secara bebas,” katanya.

Normalnya, di negara lain, asing dibatasi wilayah operasinya, sebatas beberapa wilayah tertentu saja.

“Pertanyaanya, apa rencana pemerintah tentang pertahanan Dirgantara Nasional, jika asing sudah seenaknya akan berkeliaran di angkasa negara kita, di setiap pulau dan destinasi,” katanya.

Menurutnya, ini sangat berbahaya, apalagi, belum ada jaminan harga tiket akan rendah.

“Apalagi, jika perusahaan asing pelan-pelan mengakuisisi dan dua holding yang sekarang ada. Sepertinya akan membunuh perusahaan penerbangan nasional secara pelan dan pasti,” ujarnya.

Ujungnya, tarif akan tetap tinggi, karena merekalah penguasa pasar penerbangan yang baru. Artinya, kata dia, kebijakan pembentukan dua holding penerbangan yang menjadikan instrumen harga tinggi, sebagai instrumen ekonomi politik pemerintah.

“Ini tidak memihak kepada kepentingan nasional bangsa dan rakyat Indonesia. Tetapi untuk pihak asing. Sesuatu hal yang tidak masuk akal sehat,” katanya.

Menhub: Sementara Dikaji

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved