Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

OPINI - Tindak Pidana Makar HS

Dengan mengeluarkan kata-kata secara lisan di hadapan umum, “saya akan membunuh Presiden” belum tentu memenuhi unsur sebagai “niat hendak membunuh...

Editor: Aldy
handover
Damang Averroes Al-Khawarizmi 

Namun dalam kasus yang mendera HS, dalam ihwal menerapkan Pasal 104 KUHPidana, tidak dengan serta-merta berikut dengan ketentuannya dapat ditafsir secara serampangan.

Baca: Murid SD Negeri Borong Belajar Menulis Alquran dengan Metode Follow The Line

Dengan mengeluarkan kata-kata secara lisan di hadapan umum, “saya akan membunuh Presiden” belum tentu memenuhi unsur sebagai “niat hendak membunuh Presiden; mengapa? Sebab niat itu harus ternyatakan minimal dengan adanya permulaan pelaksanaan (Pasal 87 KUHPidana).

Kemudian, ukuran permulaan pelaksanaan baik dalam teori subjektif maupun teori objektif, kedua-duanya mempersyaratkan harus ada perbuatan.

Teori subjektif menekankan manifestasi niat yang berbahaya adalah dengan permulaan pelaksanaan untuk menuntaskan perbuatan yang dituju.

Niat diidentikan sebagai fakta yang ada (voluntas reputabitur pro facto).

Bahkan niat demikian harus tercermin dalam suatu perbuatan (intentio mea imponit nomen operi meo), karena niat tidak mungkin diketahui tanpa adanya permulaan pelaksanaan (acta exteriora indicant interiora secreta).

Sementara teori objektif menyatakan bahwa adanya perbuatan pelaksanaan, jika perbuatan terdakwa sudah mendekati delik yang dituju.

Ringkasnya, teori subjektif menyatakan bahwa kepada pelaku tidak ada lagi keraguan terhadap apa yang dilakukannya telah diarahkan pada delik yang dituju.

Teori objektif menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku sudah terkandung potensi untuk mewujudkan delik yang dituju.

Baca: Ambulans Dinkes Mamasa Tidak Diurus, Begini Kondisinya

Dalam kasus HS, baik secara subjektif maupun secara objektif sangat mustahil kepadanya dapat mewujudkan keinginannya untuk memenggal kepala Jokowi.

Keinginan untuk membunuh tersebut, masih patut dipertanyakan perihal kesanggupannya, termasuk jauhnya dari potensi untuk mewujudkan kehendaknya itu.

Dengan maksud untuk membunuh Presiden atau Wakil Presiden, sekadar kata-kata yang bernada ancaman, tidak terkualifikasi sebagai tindak pidana makar.

Makar mempersyaratkan dengan perbuatan, bukan dengan kata-kata, minimal dengan perbuatan pelaksanaan yang sudah mendekati sempurnanya maksud menghilangkan nyawa terhadap seorang Presiden atau Wakil Presiden.

Delik Penghasutan

HS dalam menyalurkan kebenciannya dengan kata-kata “penggal kepala Jokowi” pada Jumat kemarin, bersamaan dengan momentum dia termasuk bagian dari peserta pengunjuk rasa di depan Kantor Bawaslu RI.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved