Direktur Perdik Sulsel Tak Sepakat Pembentukan Tim Asisten Hukum Wiranto
Menurutnya pembentukan tim ini adalah sebuah bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia karena ini mengancam kebebasan menyampaikan pendapat.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tim asistensi hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menuai protes dari sejumlah kalangan.
Salah satunya, Direktur Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik), Abdul Rahman.
Menurutnya pembentukan tim ini adalah sebuah bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia karena ini mengancam kebebasan menyampaikan pendapat.
"Kalau ini diberlakukan berarti kita kembali ke jaman orde baru. Masyarakat tidak bisa menyampaikan kritik kepada pemerintah," tegas Gusdur sapaan Direktur Perdik Sulsel
Gusdur mengaku sangat tidak sepakat dengan sistem yang dibentuk Wiranto tersebut karena ini dapat mengancam kebebasan warga negara dalam mengkritisi pemerintah khususnya pada pelanggaran ham kepada masyarakat.
"Saya tidaksepakat jika tim ini terbentuk. Apalagi misalnya mengkirit pemerintah lewat tulisan atau turun aksi kejalan dalam memperjuangkan hak Difabel yang sampai sekarang kami perjuangkan dan tiba tiba pemerintah melakukan tindakan tidak diukur sampai membubarkan. Ini tidak ada bedanya dengan jaman order baru,"
Sebelumnya, melalui siaran pers, Wiranto mengumumkan akan membentuk tim hukum nasional pengkaji ucapan tokoh.
"Kita membentuk Tim Hukum Nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapapun dia yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Wiranto dikutip dari Kompas TV, pada Selasa (7/5/2019).
Wiranto menjelaskan tak akan membiarkan pihak yang mencaci ataupun medelegitimasi presiden yang masih secara sah menjabat hingga Oktober 2019 nanti.
Presiden yang dimaksud Wiranto itu tak lain adalah Jokowi.
"Tidak bisa dibiarkan rongrongan terhadap negara yang sedang sah, bahkan cercaan, makian, terhadap presiden yang masih sah sampai nanti bulan Oktober tahun ini masih menjadi Presiden. Itu sudah ada hukumnya, ada sanksinya," ujar Wiranto.