Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI - Literasi Sains dan Pembentukan Karakter

Penulis adalah Dosen pendidikan Biologi, Universitas Negeri Makassar (UNM)

Editor: Aldy
zoom-inlihat foto OPINI - Literasi Sains dan Pembentukan Karakter
tribun timur
Dosen pendidikan Biologi, Universitas Negeri Makassar (UNM). Kandidat doktor pendidikan Biologi, Seoul National University (SNU), Republic of Korea

Oleh:
Faisal
Dosen pendidikan Biologi, Universitas Negeri Makassar (UNM)
Kandidat doktor pendidikan Biologi, Seoul National University (SNU), Republic of Korea.

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program pendidikan, termasuk dengan menggalakkan budaya literasi sains dan penguatan nilai-nilai karakter di sekolah.

Dua program ini telah di rintis sejak reformasi kurikulum nasional pada tahun 2013 dan menjadi bagian integral dari kompetensi mata pelajaran sains.

Namun, dengan strategi pengembangan dan implementasi kurikulum yang bersifat top-down, dari pemerintah selaku perancang kepada guru selaku pengguna.

Keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh pemahaman guru terhadap kerangka konseptual dari literasi sains dan nilai-nilai karakter serta bagaimana memadukan keduanya dalam proses pembelajaran.

Merujuk pada struktur kurikulum, literasi sains mencakup dua kompetensi, yaitu kompetensi Pengetahuan dan kompetensi Keterampilan.

Kompetensi pengetahuan berkaitan dengan pemahaman terhadap isi materi pelajaran (content knowledge) baik yang bersifat teori, prinsip, atau hukum-hukum.

Sedangkan kompetensi keterampilan lebih menekankan pada pemahaman mengenai proses-proses sains (scientific enquiry) dan bagaimana menerapkannya.

Baca: Sudah 7 Bulan 48 Warga Binaan Lapas Palu yang Kabur Saat Gempa Belum Kembali

Dua kompetensi ini memiliki kesamaan dengan definisi literasi sains yang digunakan dalam Programme for International Student Assessment (PISA), sebuah program evaluasi pendidikan tiga tahunan yang diselenggarakan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana siswa Indonesia telah berpartisipasi pada program ini sejak tahun 2000.

Untuk pengembangan karakter, pemerintah memasukkan dua kompetensi lainnya pada kurikulum, yaitu kompetensi spiritual dan sosial.

Contoh dari kompetensi ini, antara lain perilaku jujur, toleran, dan bertanggung-jawab.

Selain itu, guru dapat juga mengembangkan sendiri dimensi karakter tertentu yang sesuai dengan konteks pembelajaran yang akan dilakukan.

Misalnya, dengan menumbuhkan sikap sadar pada siswa bahwa dalam hubungan saling ketergantungan antara manusia dengan alam, penting untuk menjaga tindakan kita yang akan berdampak pada kelestarian lingkungan.

Pembentukan karakter juga dapat menargetkan nilai-nilai sosial dan moral yang lebih spesifik, sepertisikap empati, rasa hormat terhadap sesama, dan sikap saling menghargai dan menerima perbedaan perspektif terhadap suatu isu.

Sikap ini sangat penting terutama dengan perubahan teknologi dan arus informasi yang sangat cepat ditengah-tengah masyarakat.

Baca: Balitbang Kementan Gelar Bimtek Embung di Riau

Hanya saja, tantangan utama yang sering dihadapi adalah bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mendorong literasi sains sekaligus memperkuat karakter siswa.

Beberapa hasil studi pendidikan sains menunjukkan bahwa literasi sains dan nilai-nilai karakter dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berorientasi pada isu-isu sosial ilmiah (ISI).

Pembelajaran yang melibatkan ISI juga relevan dengan kondisi Indonesia sebagai negara berkembang dengan populasi penduduk keempat terpadat di dunia, ada banyak potensi isu-isu sosial dan lingkungan yang dapat diintegrasikan ke dalam kelas.

Namun demikian, guru perlu memperhatikan aspek pengetahuan ilmiah dan dimensi sosial dari isu yang dipilih sehingga memenuhi kriteria sebagai ISI.

Sebagai contoh, isu pencemaran laut oleh sampah plastik.

Salah satu kejadian yang mengejutkan banyak orang dari isu ini yaitu ditemukannya seekor paus sperma (physeter microcephalus) yang mati terdampar di pesisir pantai Kepulauan Wakatobi pada November 2018 lalu dengan hampir 6 kg sampah plastik di dalam tubuhnya.

Ada banyak konten sains yang dapat dikaitkan dengan isu ini, antara lain konsep mengenai ekosistem dan proses-proses di dalamnya, polusi lingkungan, dan dekomposisi sampah secara alami.

Dimensi sosial dan moralnya pun sangat luas.

Membelajarkan sains dengan menggunakan isu ini dapat melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas, seperti debat, bermain peran, atau studi kasus.

Baca: Tujuh PPK di Maros Rekapitulasi Suara Hari Ini, Lokasi Dijaga Ketat Polisi

Terlebih lagi, siswa dapat berlatih mencari data dan informasi yang berkaitan dengan isu tersebut dari berbagai sumber resmi dan terpercaya, sehingga melatih sikap kritis mereka.

Tentu, pembelajaran sains yang berorientasi pada ISI hanya salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat dipilih oleh guru untuk membantu siswa mencapai kompetensi pada kurikulum.

Guru dapat melakukan berbagai inovasi lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mendukung program pemerintah dalam membudayakan literasi dan pembentukan nilai-nilai karakter di sekolah. (*)

Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Sabtu (20/04/2019)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved