Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

5 Alasan Kenapa Joko Widodo-Ma’ruf Amin Kalah di Kampung Wapres JK, Salahkan NA dan Danny Pomanto

5 Alasan Kenapa Joko Widodo-Ma’ruf Amin Kalah di Kampung Wapres JK, Salahkan NA dan Danny Pomanto

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Waode Nurmin
Jokowi-Maruf Amin 

2. Tak ada Kerja Sama

Ollenk menganggap pejabat daerah saling berlomba menonjolkan, mulai dari gubernur, wali kota dan hingga kepala daerah yang berafiliasi dengan partai pengusung Jokowi-Ma’ruf.

Mereka saling berlomba, masing-masing mau mengatakan dirinya pemimpin.

“Dalam pengertian dirinya saja, tanpa bekerja terpadu dengan tokoh politik lain. Mereka memberikan kesan ke nasional bahwa mereka yang kerja dan mereka berharap dapat poin di pusat,” katanya.

Jadi kelemahana kedua, ketiadaan kerja sama, antar pendukung di Sulsel sehingga kalah telak.

Baca: Quick Count PT LSI Denny JA 100%, PDIP Juara, Gerindra-Golkar No 2, Perindo Berpeluang ke Senayan

Baca: pemilu2019.kpu.go.id - UPDATE Real Count C1 KPU, 21 April Pagi, Bandingkan Suara Jokowi vs Prabowo

Baca: pemilu2019.kpu.go.id-PANTAU Hasil Real Count KPU, Siapa Unggul di 35 Wilayah? Jokowi atau Prabowo?

3. Urus Partai Sendiri

Partai pengusung Jokowi-Ma’ruf, beberapa bulan ini tak terkonsolidasi secara baik, rapat jarang dan koordinasi dan susah membangun rasa kebersamaan.

“Semua sibuk urus partai dan diri masing-masing, urus Capres dia sudah lupakan. Sehingga, sangat mempengaruhi kerja politik,” katanya.

Menurutnya, untung Jenggala turun memberikan advice sehingga tak sama nasibnya di Banda Aceh dan Sumatera Barat.

Hasil hitung cepat di Banda Aceh, Joko Widodo-Ma'ruf Amin 17,12 persen, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 82,88 persen. Sementara itu, di Sumatera Barat, Joko Widodo-Ma'ruf Amin meraih 9,12 persen, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 90,88 persen.

“Kita bersyukur jenggala center turun, kalau enggak sama di Sumbar dan Aceh, rata-rata 10 persen. Memang kita dihajar. Untung bukan sistem districk vote, kalau tidak maka kita lewat. Isu itu menjadi pembicaraan di Jakarta.

4. Efek Tokoh Nasional tak Signifikan

Pengaruhnya tokoh nasional yang bekerja di Sulsel. Ini ada korelasinya, mau yang sudah menteri atau tokoh politik di sulsel. Sayangnya, masing-masing bekerja sendiri-sendiri, dan tak padu, tak terkoordinir, bisa saja segmentasi sasaran politik double.

Sehingga, pengaruhnya tak melebar ke samping, tak memberikan siginifikansi pengaruh.

“Mereka kadang-kadang pulang kalau ada momentum politik, jadi saya sebagai direktur jenggala memberikan pesan urusan politik bukan kepentingan sesaat, berjalan kerja-kerja politik,” katanya.

Kalau kita bicara kerja-kerja Jusuf Kalla selama, maka itu kerja panjang.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved