Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

OPINI - Golput Dalam Sorotan Milenial

Golongan putih kemudian juga digunakan sebagai istilah lawan bagi Golongan Karya, partai politik dominan pada masa Orde Baru.

Editor: Aldy
zoom-inlihat foto OPINI - Golput Dalam Sorotan Milenial
tribun timur
Pegiat Literasi

Oleh:
Gilang Ramadhan SH
Pegiat Literasi

Mengutip perkataan Presiden Turki yakni Recep Tayyib Erdogan bahwa “Jika orang baik tidak terjun ke politik maka para penjahatlah yang akan mengisinya.”

Hal ini mengasumsikan bahwa jika masyarakat lebih memilih untuk tidak memilih dalam hal ini golongan putih (golput) maka bersiaplah negara ini akan dipimpin oleh orang-orang jahat yang akan mengisi berbagai jabatan di pemerintahan.

Kedepannya generasi milenia harus mampu menjadi subjek (pelaku) dalam perubahan. Jangan hanya menjadi objek yang dijadikan sebagai bahan perebutan partai politik (pasar konsumerisme).

Mereka harus memberikan imajinasi baru terhadap agenda-agenda reformasi, membawa ide dan gagasan yang orisinal.

Karena generasi milenial adalah generasi Indonesia yang orisinil dengan semangat zamannya. Sehingga masihkah memilih untuk menjadi golput?

Baca: Resmi, Gaji Kepala Desa Kini Setara PNS Gol IIA, Ini Rincian Besarannya, Sekdes dan Perangkatnya

Golongan putih merupakan istilah politik di Indonesia yang berawal dari para mahasiswa dan pemuda yang memprotes pelaksanaan pemilihan umum 1972.

Adanya pengawalan terhadap pemilihan umum akan meminimalisir jumlah masyarakat yang memilih golongan putih, dengan demikian jumlah suara secara reel berasal dari masyarakat yang sudah terdaftar namanya pada pemilihan umum.

Menggunakan istilah ‘putih’ dikarenakan gerakan ini menganjurkan mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta pemilu bagi yang datang ke bilik suara. 

Namun, saat itu jarang ada yang berani datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena akan ditandai.

Golongan putih kemudian juga digunakan sebagai istilah lawan bagi Golongan Karya, partai politik dominan pada masa Orde Baru.

Tidak ada lagi alasan-alasan yang dapat membuat masyarakat bermasa bodoh perihal pemilihan umum. Karena mereka akan berfikir betapa pentingnya memberikan suatu suara kepada calon legislatif yang dianggap mampu memimpin negara Indonesia kedepannya.

Baca: TRIBUNWIKI: Profil Atiqah Hasiholan, Aktris Papan Atas Indonesia, Putri Ratna Sarumpaet

Salah satu yang menjadi probem pada pemilu adalah sikap pragmatis atau apatis pemilih dalam perpolitikan nasional.

Dari sikap tersebut ternyata memberikan dampak yang cukup besar kepada masa depan bangsa ini. Kalau pemilihnya saja bersikap demikian, bisa ditebak pemimpinnya juga buruk. Karena pemimpin adalah gambaran dari rakyatnya.

Rakyat yang mencari raja akan mendapatkan raja. Rakyat yang menantikan khalifah akan menemukan khalifah. Rakyat yang dibawah kekuasaan raja memiliki karakternya sendiri.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved