TRIBUNWIKI: Usai Sudah Dualisme di DPP KNPI, Berikut Sejarah dan Perkembangannya!
TRIBUNWIKI: Usai Sudah Dualisme di DPP KNPI, Berikut Sejarah dan Perkembangannya!
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Arif Fuddin Usman
Perundingan dilakukan sebagai penjajagan yang lebih konkret dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris Papelmacenta dengan Ketua GMNI Suryadi, Ketua HMI Akbar Tandjung, dan pimpinan organisasi mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung dalam kelompok Cipayung.
Pendekatan terhadap organisasi kepemudaan dilakukan sama seperti yang telah dilakukan terhadap organisasi kemahasiswaan.
Pertemuan ini antara lain dilakukan dengan GPM (Gerakan Pemuda Marhaen), GP Anshor, dan lain-pain. Pertemuan bulan Mei, Juni dan Juli dilakukan secara kontinyu, dan praktis merupakan peyeragaman visi tentang urgensi wadah nasional yang akan dibentuk.
Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan David Napitupulu sebagai ketua umum pertama.
Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya, seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari ormas-ormas pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena itu Komite ini bukanlah suatu federasi.
Dengan memberanikan diri menampilkan tokoh-tokoh eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang ada di tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini, maka tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat, khususnya di kalangan pemuda.
Melihat sejarahnya, berdirinya KNPI merupakan bagian dari strategi Orde Baru dalam rangka membangun korporatisme negara.
Usaha ini dilakukan dalam rangka penegaraan berbagai kegiatan organisasi kemasyarakatan dan privatisasi beberapa urusan kenegaraan.
Dengan kata lain, korporatisme negara adalah suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum. Segera saja, setelah KNPI dibentuk, organisasi ini menjadi pengawal kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan.
Eksistensi KNPI berlangsung cukup lama sampai lembaga ini kembali? digugat? setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada Mei 1998 dengan munculnya banyak wacana mengenai pembubarannya. Dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Tuntutan pembubaran KNPI bisa dilacak dan diuraikan dalam penjelasan berikut; pertama, kelahiran KNPI merupakan by design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil.
Karena sifatnya yang by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. Kedua, dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi kekuasaan.
Tidak dimungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan menteri pada pemerintahan Soeharto.
Ketiga, KNPI menjadi medan magnet bagi ?perkelahian? untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya.
Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan an-sich mengakui KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Idrus Marham yang terpilih sebagai Ketua Umum pada era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional.
Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru.
Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah. Dengan visi baru ini, di era reformasi eksistensi KNPI tetap dipertahankan.
Era reformasi yang memberikan kebebasan politik masyarakat ternyata menggiurkan kaum muda untuk terlibat langsung pada kepentingan politik partai.
Ketua Umum KNPI Hasanuddin Yusuf yang mendirikan PPI (Partai Pemuda Indonesia) dituntut mundur oleh sebagian besar anggota KNPI yang terdiri dari ormas pemuda dan mahasiswa, sebab hal ini bisa membawa KNPI dan pemuda yang tergabung di dalamnya tidak independen dan rentan dengan kepentingan partai politik.
Apalagi posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di masyarakat.
Tuntutan ini mundur ketua umum KNPI menimbulkan perpecahan di tubuh KNPI. Kongres KNPI ke-12 akhirnya berlangsung di dua kubu yang berbeda, pertama kubu yang tetap menolak pemecatan ketua umum mengadakan kongres di Jakarta pada 25-28 Oktober 2008, sementara kongres lainnya berlangsung di Bali pada 28 Oktober-2 November 2008.
Dualisme kepemimpinan KNPI ini makin mempersulit langkah dan geraknya dalam mewujudkan perannya di tengah masyarakat. Namun, banyak kalangan menilai dualisme ini akan segera berakhir sebab pertemuan antara dua kubu ini terus dilakukan.
Pokok-pokok pikiran yang dibentangkan diatas nampaknya menarik untuk diteliti, selama 35 tahun, fenomena ini muncul dalam sejarah pergerakan sosial-politik kaum muda. Nampaknya dinamika ini akan terus berlanjut sebagaimana terlihat pada pembagasan-pembahasan pada penelitian ini. (*)