5 Kesalahan Persepsi soal Kepemilikan e-KTP bagi WNA hingga Disebut Berpotensi Ancam Pemilu 2019
Beberapa waktu lalu, Warga Negara Asing diketahui memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.
TRIBUN-TIMUR.COM-Beberapa waktu lalu, Warga Negara Asing diketahui memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.
Apalagi, WNA berkewarganegaraan China tersebut disebut-sebut masuk dalam Daftar Pemilih Tetap atau DPT untuk Pemilu 2019.
Namun, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri telah memberikan konfirmasi dan penjelasan mengenai Kartu Tanda Penduduk Elektronik ( e-KTP) untuk Warga Negara Asing ( WNA) berinisial GC yang beredar di media sosial.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, E-KTP milik GC dipastikan benar ada.
Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019).

Beredar pula isu nama GC tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap ( DPT) Pemilu 2019.
Mengenai NIK milik GC yang sama dengan seorang WNI berinisial B, Zudan menjelaskan, hal itu terjadi karena kekeliruan petugas saat pencantuman data dalam DPT.
Pada data DPT, NIK milik GC tertukar dengan NIK milik B, sementara data lainnya tetap merupakan identitas B.
"Yang keliru adalah datanya B, input-nya menggunakan data (NIK) GC," kata dia.
Oleh karena itu, dipastikan bahwa nama GC tak ada dalam DPT.
Sebelumnya, KPU juga telah memastikan hal ini.
"KTP ini (GC) disebut, dipublikasikan, kemudian seolah-olah ini masuk dalam DPT. Kemudian KPU melakukan penelusuran bahwa di dalam DPT, NIK ini (GC) atas nama Bapak (B)," kata Komisioner KPU Viryan Azis di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
Demikian pula jika dicek di Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP 4), NIK yang diisukan milik GC ternyata tak menunjukkan nama GC, melainkan nama B.
DP 4 sendiri merupakan data dari Kementerian Dalam Negeri yang menjadi rujukan KPU dalam menyusun DPT pemilu.
"Poin pentingnya adalah Bapak GC dengan nomor induk kependudukan (NIK) itu tidak ada di DPT Pemilu 2019," ujar Viryan.
Informasi soal ini mereka setelah beredar foto KTP elektronik atau e-KTP seorang Warga Negara Asing ( WNA) asal China berinisial GC.
Dari foto yang beredar, KTP-el GC tercantum dengan NIK 320*************. Dalam foto itu, GC disebut tinggal di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Lima Faktor Kepemilikan e-KTP bagi WNA Jadi Isu Besar
Direktur Perludem Titi Anggraeni mengatakan ada lima faktor kepemilikan KTP elektronik bagi warga negara asing (WNA) menjadi isu besar yang mudah membentuk persepsi publik.
Faktor utamanya, pemahaman awam publik secara sederhana berpikir bahwa KTP elektronik adalah bentuk identitas khusus bagi warga negara Indonesia.
Jadi, publik masih menganggap seseorang yang memegang identitas tersebut, pasti berkewarganegaraan Indonesia.
"Ini karena isu itu tidak jadi perhatian. Banyak kita yang baru tahu bahwa WNA itu punya KTP elektronik," kata Titi dalam diskusi Polemik bertajuk E-KTP, WNA dan Kita di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3/2019).
Poin ketiga, lanjut Titi, kompetisi Pemilu 2019 begitu kompetitif karena Pilpres hanya menghadirkan dua calon, sedangkan Pileg ada Parliamentary Threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Sehingga setiap suara sangat berarti bagi para partai politik
Lalu dalam Pasal 348 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan, hanya pemilik KTP elektronik yang bisa menggunakan hak pilihnya 17 april nanti. KTP elektronik menjadi satu-satunya syarat bisa menggunakan hak pilih.
Poin terakhir yang menyebabkan isu KTP elektronik kepunyaan WNA jadi besar dan tuai polemik ialah karena isu tersebut memang begitu mudah dimainkan oleh mereka yang punya kepentingan.
Apalagi, dalam isu itu menyangkut dua hal sensitif secara emosional bagi para masyarakat Indonesia, yaitu asing (kewarganegaraan) dan aseng (ras).
Dewasa ini, dua hal tersebut cukup mudah menjadi senjata memprovokasi para pemilih. Tujuannya, mendelegitimasi salah satu pihak peserta pemilu dan secara bersamaan menaikkan elektabilitas mereka yang menggunakannya.
"Isu ini memang mudah digoreng, ada asing dan aseng pula. Secara emosional mudah memprovokasi pemilih Indonesia. Karena masyarakat mudah diprovokasi terhadap isu asing dan ras," ungkap Titi.
Untuk itu Titi menyarankan kepada pemerintah dan penyelenggara negara untuk segera merebut narasi publik soal KTP elektronik bagi WNA ini, supaya tidak berkembang lebih jauh lagi.
"Narasi publik harus direbut agar tidak kadung menyebar. Sebab kalau tidak diluruskan, ini berpengaruh pada Pemilu 2019," pungkasnya.
Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP untuk Warga Negara Asing akhirnya dihentikan sementara.
Hal tersebut menyusul kontroversi di masyarakat atas pemberian e-KTP bagi WNA.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan, kepemilikan e-KTP bagi WNA tersebut akan disalahgunakan, terutama jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2019.
Baca: Kok Bisa WNA Punya e-KTP dan Masuk DPT? Ini Penjelasan Kemendagri dan Bedanya dengan Milik WNI
Baca: Petugas Disdukcapil Luwu Timur Layani Warga Transmigran Rekam e-KTP di Buangin
Baca: TRIBUNWIKI: Tuai Banyak Kontraversi, Ini Serba-serbi Tentang KTP Elektronik di Indonesia
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengaku telah memberikan arahan agar pencetakan e-KTP untuk WNA dilakukan kembali setelah Pemilu 2019 selesai digelar.
Instruksi tersebut merespons beredarnya foto e-KTP WNA asal China dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan disebut terdaftar sebagai pemilih.

Keputusan Kemendagri tersebut pun mendapat apresiasi dari Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo.
"Kami memberikan apresiasi kepada Kementerian dalam hal ini adalah pemerintah, yang telah memutuskan bahwa menghentikan pembuatan e-KTP bagi warga negara asing," kata Firman saat diskusi "Polemik e-KTP WNA, Perlukah Perppu?", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Namun, ia menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri serta Imigrasi perlu mengecek kembali Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Selain itu, KPU dinilai perlu membuat atau menyempurnakan Peraturan KPU (PKPU) terkait e-KTP.
KPU, kata Firman, perlu mempertegas bahwa hanya e-KTP milik WNI yang dapat digunakan untuk mencoblos di pemilu.
"KPU juga menyesuaikan menyempurnakan PKPU-nya, ada penjelasan bahwa warga negara yang punya hak suara itu adalah warga negara Indonesia yang bukan pemegang E-KTP asing. Itu harus jelas," kata dia.
Firman juga menyarankan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat aturan mengenai perbedaan warna antara e-KTP milik WNI dan WNA.
Menurut dia, perbedaan warna akan membuat publik lebih mudah mengenali antara e-KTP untuk WNI dan WNA agar tidak ada penyalahgunaan.
Sebelumnya, Kemendagri menyatakan, arahan agar menghentikan pencetakan e-KTP hingga pemilu usai untuk mencegah kegaduhan agar situasi jelang pemilu lebih kondusif.

Beda e-KTP dengan Milik WNI
Pemberian kartu tanda penduduk elektronik ( e-KTP) untuk warga negara asing ( WNA) menjadi sorotan publik setelah viralnya sebuah e-KTP yang diduga milik warga negara China berinisial GC dan berdomisili di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Secara sekilas, e-KTP milik WNA dan WNI tampak sama. Sebenarnya, adakah perbedaan antara e-KTP WNI dan e-KTP WNA?
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menyebutkan, ada beberapa perbedaan di antara keduanya.

"Tampilan umumnya memang sama, warnanya biru, background-nya merah atau biru, untuk membedakan dilihat dari masa berlakunya," kata Zudan saat konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019).
Perbedaan kedua, tiga kolom yang tercantum dalam e-KTP milik WNA ditulis dalam bahasa Inggris. Ketiga kolom itu adalah kolom agama, status perkawinan, dan pekerjaan.
Perbedaan ketiga, pada e-KTP WNA dituliskan kewarganegaraan yang bersangkutan.
Zudan juga mengatakan, meski memiliki e-KTP, ia memastikan WNA pemegangnya tak memiliki hak politik, yaitu hak memilih ataupun dipilih.
Penerbitan e-KTP untuk WNA berdasarkan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 63 Ayat (1) UU Adminduk menyebutkan, "Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki E-KTP".
Alasan Warga Asing punya e-KTP
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, kartu tanda penduduk elektronik ( e-KTP) untuk warga negara asing ( WNA) adalah salah satu bentuk perwujudan sistem single identity number.

Zudan menanggapi viralnya informasi bahwa ada WNA asal China yang memiliki e-KTP dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Ia menjelaskan, sistem tersebut memungkinkan seorang WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik, seperti perbankan dan fasilitas kesehatan.
"Kalau single identity number untuk pelayanan publik kan. Orang asing juga dapat pelayanan publik di Indonesia, bank, dia mau sekolah, pelayanan di rumah sakit," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.
Meski berhak mengakses pelayanan publik, ia menegaskan bahwa WNA tidak diberikan hak politik. Hak politik adalah hak untuk memilih di pemilu serta hak untuk dipilih.
"Yang tidak diberi adalah hak-hak politik, tidak boleh memilih dan tidak boleh dipilih," kata Zudan. Zudan mengatakan, e-KTP untuk WNA merupakan perintah undang-undang.
Syarat WNA punya e-KTP
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham Bambang Wiyono menjelaskan, izin tinggal tetap (Itap) merupakan syarat bagi warga negara asing (WNA) untuk memperoleh kartu tanda penduduk elektronik ( e-KTP).
Bambang mengingatkan, kewajiban WNA memiliki e-KTP diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
"Aturan soal WNA dengan kondisi tertentu wajib punya e-KTP ada di Pasal 63," kata Bambang kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019) malam.

Ia memaparkan, Pasal 63 Ayat 1 menjelaskan bahwa orang asing yang wajib memiliki e-KTP adalah yang berusia 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin dan memiliki Itap.
Menurut Bambang, masa berlaku Itap lima tahun.
Prosedur dan syarat kepengurusan Itap diatur secara ketat mengacu pada sejumlah instrumen hukum. Beberapa di antaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2016 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015.
"(Izinnya) bisa nanti dalam periode tertentu diperpanjang. Itu boleh bikin e-KTP," ungkap Bambang.
Namun, Bambang menegaskan, WNA yang memiliki e-KTP tak memiliki hak memilih dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia.
"Dia tidak punya hak memilih. Dia enggak bisa ikut pemilu," katanya.
WNA, menurut dia, juga wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti e-KTP paling lambat 30 hari sebelum tanggal masa berlaku Itap berakhir.
Menurut Bambang, seorang WNA bisa saja memiliki e-KTP yang berlaku seumur hidup dan hak memilih apabila dia menjalani proses naturalisasi sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
"Kalau, misalnya, dia punya istri WNI, kita proses naturalisasi, dia jadi WNI, dia boleh bikin e-KTP melalui proses naturalisasi karena dia kan jadi WNI, warga negara asing itu. Itu bisa," katanya.
Sebab, e-KTP tersebut memiliki perbedaan dengan milik WNI. Dalam e-KTP WNA itu diberi keterangan yang menunjukkan negara asal pemiliknya.
"Misalnya orang Malaysia, orang India, orang Arab, itu ditulis dalam KTP elektroniknya. Maka, kalau dibawa ke TPS orang langsung tahu dibaca KTP-nya oh ini warga negara asing harus keluar dari TPS," kata Zudan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Selain itu, e-KTP yang diterbitkan untuk WNA memiliki batas waktu tertentu. Hal ini berbeda dengan e-KTP WNI yang berlaku seumur hidup.
Ia memastikan persyaratan itu tidak akan mudah dipenuhi.(*)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 5 Faktor Polemik e-KTP WNA Jadi Isu Besar yang Bisa Ancam Pemilu 2019, http://www.tribunnews.com/nasional/2019/03/02/5-faktor-polemik-e-ktp-wna-jadi-isu-besar-yang-bisa-ancam-pemilu-2019.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak