Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

ALARM Tolak Rencana Penggusuran Tempat Tinggal Ali Amin

ALARM menolak rencana penggusuran terhadap tempat yang ditinggali Ali Amin (51) di taman patung kuda Fort Rotterdam, Makassar.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Suryana Anas
TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) menggelar konferensi pers di tempat tinggal Ali Amin, taman kuda Fort Rotterdam, Makassar, Selasa (26/2/2019). (TribunTimur/Muslimi Emba) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aliansi Rakyat dan Mahasiswa (ALARM) menolak rencana penggusuran terhadap tempat yang ditinggali Ali Amin (51) di taman patung kuda Fort Rotterdam, Makassar, Sulsel

Sikap penolakan dari sejumlah organisasi pergerakan yang tergabung dalam ALARM itu, dilandasi dari sisi kemanusiaan.

Pasalnya, Ali Amin yang 24 tahun terakhir mendedikasikan dirinya untuk menjadi menjaga dan merawat taman yang berlokasi di sisi kiri benteng peninggalan kerjaan Gowa -Tallo itu.

Baca: Beda Pilihan di Pilpres, Lihat Detik-detik Sandiaga Uno Berlutut Depan Jusuf Kalla, Baru Terjadi

Baca: Hasil Survei Elektabilitas Terbaru, PoliticaWave Rilis Prabowo-Sandiaga Ungguli Jokowi-Maruf

Baca: Diduga Sebar Kampanye Jika Jokowi Terpilih, Tak Ada Lagi Azan, Tiga Emak-emak Resmi Jadi Tersangka

Kesediaan ayah lima anak itu juga tampa sebab. Namanya dimandatir dalam selembar surat tugas yang diterbitkan Gabungan Pengusaha Indonesia (Gapensi) Sulsel tertanggal 15 April 1995.

Awal bekerja sebagai perawat taman, Aliamin mendapat upah sekitar Rp 70-100 ribu per bulan dari Gapensi. Namun, pada tahun 1997 terjadi krisis, Gapensi pun tidak sanggup lagi memberi upah.

Namun pada tahun 1997 terjadi krisis, keuangan Gapensi ikut mendapat imbas. Drs A M Mochtar selaku sekretaris kala itu, pun meminta kepada Ali Amin agar membuka usaha warung kedai kopi di area taman agar tetap bisa membiayai taman dan dapat bertahan hidup.

Pada tahun 1999 Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel melakukan pengukuran lokasi situs tampa berkomunikasi dengan Ali Amin selaku pengelola taman.

Hingga pada tahun 2010 terbit Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama balai, tetap juga Aliamin tidak diajak komunikasi.

Hal itu oleh ALARM dianggap sewenang-wenang. "Paling tidak untuk memperjelas posisi Aliamin setelah terbitnya sertifikat," kata Presiden Federasi Serikat Perjuangan Buruh Indonesia, Mukhtar Guntur Kilat saat menggelar konferensi pers.

Secara hukum, menurut Mukhtar Guntur, penguasaan Aliamin yang menjaga kelestarian dan keberlanjutan Cagar Budaya Benteng Rotterdam secara konsisten adalah sah dan bukanlah perbuatan melawan hukum.

"Apalagi penguasaan tersebut dilakukan jauh sebelum terbitnya SHP tahun 2010. Penguasa fisik (bezitter) haruslah dilindungi oleh hukum, tidak seorangpun yang dapat melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht)," ujarnya.

Melalui penguasaan selama puluhan tahun, menurut Mukhtar Guntur, maka timbullah seperangkat hak Aliamin sebagai warga negara.

"antara lain, hak atas pekerjaan termasuk mencari nafkah, hak atas pendidikan terhadap lima orang anak Aliamin, hak atas tempat tinggal dan perumahan, hak atas keberlanjutan keluarga, dan hak atas kehidupan yang layak," tegas Mukhtar Guntur.

Secara aktual, lanjutnya, yang dilakukan Aliamin merupakan wujud penikmatan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf a UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya.

Seperangkat hak tersebut merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dihormati dan dilindungi oleh negara.

"Tidak seorangpun, termasuk pihak balai yang dapat menghilangkan atau merampas HAM secara sewenang-wenang," tegas aktivis buruh ini.

Hal itu, kata Mukhtar, telah ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28 I Ayat (4) dan Pasal 28 J Ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Dan Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 71 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyatakan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM, terangnya.

Di sisi lain, terang Guntur, Aliamin yang selama puluhan tahun secara sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan keberlanjutan, seharusnya diberikan insentif oleh Pemda Sulsel, bukan malah digusur.

Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (1) dan (2) Perda Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2014, Tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, menyatakan, "Setiap orang, kelompok masyarakat, atau badan yang memiliki dan atau menguasi Cagar Budaya dengan sukarela melakukan pelestarian secara konsisten dan berkelanjutan serta memenuhi kaidah pelestarian terhadap Cagar Budaya dapat diberi insentif dan atau kompenasasi dari Pemerintah Daerah.

Pemberian insentif sebagaimana dimaksud, menurut Mukhtar Guntur, dapat berbentuk bantuan advokasi, tenaga teknis, tenaga ahli, sarana dan prasarana, dan atau pemberian tanda pengahargaan. Sedangkan, pemberian kompensasi sebagaiamana dimaksud, dapat berbentuk uang, bukan uang, dan atau tanda penghargaan.

Ia pun menganggap rencana revitalisasi oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya dilakukan secara diskriminatif. Sebab di lain pihak terdapat banyak bangunan permanen yang berdiri di dalam kawasan cagar budaya Benteng Rotterdam.

Ironisnya, ungkap Mukhtar GunturN pihak balai kehilangan nyali untuk menertibkan bangunan-bangunan tersebut. Dalam artian, pihak balai hanya bernyali terhadap masyarakat kecil dan lemah seperti Aliamin.

Olehnya itu, kami (ALARM) menilai rencana pengosongan oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel terhadap rumah tempat tinggal Aliamin adalah tindakan diskriminatif, sewenang-wenang, melawan hukum, dan menimbulkan ancaman terjadinya pelanggaran HAM.

ALARM dengan tegas menolak rencana penggusuran itu dan mendesak kepada :

1. Presiden RI untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin.

2. Menteri Pendidikan dam Kebudayaan RI, Cq Dirjen Kebudayaan RI, Cq Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulsel untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin.

3. DPRD Sulsel dan DPRD Makassar untuk menghentikan rencana penggusuran terhadap Aliamin.

4. KOMNAS HAM RI untuk melakukan penyelidikan terkait ancaman terjadinya pelanggaran HAM.

5. OMBUDSMAN RI untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan mall administrasi Surat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulsel Nomor 0303/E22.1/TU/2019, tertanggal 12 Februari 2019.

Laporan Wartawan Tribun Timur, Muslimin Emba

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :

 

Follow juga akun instagram tribun-timur.com:

A

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved